A. Pendahuluan
Dunia telah berubah. Dewasa ini kita hidup dalam era informasi/global. Dalam era informasi, kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi telah memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang cepat tanpa terhambat oleh batas ruang dan waktu (Dryden & Voss, 1999). Berbeda dengan era agraris dan industri, kemajuan suatu bangsa dalam era informasi sangat tergantung pada kemampuan masyarakatnya dalam memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan produktifitas. Karakteristik masyarakat ibarat ini dikenal dengan istilah masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Siapa yang menguasai pengetahuan maka ia akan bisa bersaing dalam era global.
Oleh lantaran itu, setiap negara berlomba untuk mengintegrasikan TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) untuk semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegaranya untuk untuk membangun dan membudayakan masyarakat berbasis pengetahuan semoga sanggup bersaing dalam era global. Apa akibatnya? Negara yang telah maju dan bisa mengintegrasikan teknologi tersebut secara sistemik/holistik, melompat berkali lipat jauh lebih maju. Beberapa contoh yang telah maju dan jauh meninggalkan diantaranya yakni Singapura, Jepang dan Korea. Sementara itu, negara-negara berkembang lain yang belum bisa mengintegrasikan teknologi tersebut secara komprehensif semakin berkali lipat jauh tertinggal. Kondisi ibarat ini dinamakan kesenjangan digital (digital divide).
Indonesia, perlu segera mengurangi kesenjangan digital ini dengan mengintegrasikan TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) secara sistemik untuk semua sektor pemerintahan ibarat perdagangan/bisnis, manajemen publik, pertahanan dan keamanan, kesehatan dan termasuk pendidikan. Dalam makalah ini, penulis ingin mengupas duduk kasus pengintegrasian TIK dalam pendidikan. Tapi, penulis membatasi pembahasan hanya pada duduk kasus yang lebih mikro, yaitu pengintegrasian TIK dalam lingkup pembelajaran (ruang kelas). Sementara itu, yang dimaksud dengan teknologi informasi dan komunikasi disini mencakup teknologi cetak maupun non-cetak (seperti teknologi audio, audio-visual, multimedia, internet dan pembelajaran berbasis web).
Beberapa permasalahan yang penulis ingin coba dibahas dalam makalah ini meliputi: 1) apa yang dimaksud dengan pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran? 2) ibarat apakah contoh bentuk pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran?; 3) mengapa TIK perlu diintegrasikan dalam pembelajaran?; 4) pendekatan ibarat apa yang sanggup dipakai dalam mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran?; dan 5) pertimbangan apa sajakah yang perlu dilakukan dalam mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran?
B. Permasalahan
1. Apa yang Dimaksud dengan Mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran?
Mari kita bandingkan dua kalimat berikut! ”Learning to Use ICTs vs Using ICTs to Learn”. Secara sederhana, mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran sama maknanya dengan memakai TIK untuk belajar (using ICTs to learn) sebagai lawan dari mencar ilmu memakai TIK (learning to use ICTs). Belajar memakai TIK mengandung makna bahwa TIK masih dijadikan sebagai obyek mencar ilmu atau mata pelajaran.
Sebenarnya, UNESCO mengklasifikasikan tahap penggunaan TIK dalam pembelajaran ekdalam empat tahap sebagai beirkut:
1. Tahap emerging
2. Tahap applying,
3. tahap integrating
4. Tahap transforming
Tahap emerging, gres menyadari akan pentingnya TIK untuk pembelajaran dan belum berupaya untuk menerapkannya. Tahap applying, satu langkah lebih maju dimana TIK telah dijadikan sebagai obyek untuk dipelajari (mata pelajaran). Pada tahap integrating, TIK telah diintegrasikan ke dalam kurikulum (pembelajaran). Tahap transforming merupakan tahap yang paling ideal dimana TIK telah menjadi katalis bagi perubahan/evolusi pendidikan. TIK diaplikasikan secara penuh baik untuk proses pembelajaran (instructional purpose) maupun untuk manajemen (administrational purpose).
Apa yang terjadi dalam praktek pembelajaran di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, TIK masih dijadikan sebagai obyek atau mata pelajaran. Sebagian besar, TIK masih dijadikan sebagai obyek mencar ilmu atau mata pelajaran di sekolah-sekolah. Bahkan di tingkat perguruan tinggi atau akademi, banyak dibuka jadwal studi yang berkaitan dengan TIK, ibarat teknik informatika, manajemen informatika, teknik komputer, dan lain-lain.
Secara ideal, kondisi yangs seharusnya terjadi yakni TIK sudah diintegrasikan dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh, mari kita perhatikan salah satu bentuk pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran yang ditunjukkan dalam oleh suatu planning pembelajaran (lesson plan) yang pernah dibentuk oleh beberapa guru Sekolah Menengan Atas sebagai berikut:
Tabel 1:
Contoh Rencana Pembelajaran yang Mengintegrasikan TIK
No. | Topics | Grade Level | Objectives | Instructional Activities and ICT Used |
01. | The Creation of Universe | 1st | Students will be able: - to describe the theories of universe creation - to compare theories of universe creation among each other | - students watch video shows (VCD) of the universe creation - given a book of universe creation, students (in group) analyze the differences among theories of universe creation - each group write their report using word processor application (e.g. MS Word). - each group present and discuss their works in front of class. |
02. | Square Equation | 1st | - to determine the root of square equation using factor and abc’ formula (rules) - to use discriminant to solve the square equation problems | - student studying the equation of square from CD-ROM - teacher discussing them and explain how to use the rule of square equation more deeply using MS Powerpoint - students solving problems given by teacher - as a follow up, students assign to solve the problems related to the square equation and write the equation using equation facilities on MS Word - students submit their homework via e-mail to the teacher |
06. | Narrative Monolog Discourse : “Aspect of Love” | 1st | - to write a monologue discourses related to the theme of “Aspect of Love” in the form of poetry. | - students choose a project related to the theme of “Love” from http://www.iearn.org - students studying the project description and procedures the choosen - students write their own poetry related to the theme of “Love” according to the project procedure suggested using MS Word or MS Power Point. - Students send their poetry to the teacher and their friends in the world through mailing list (group) on http://www.iearn.org to have some comments or feedback. |
*) Contoh ini diambil dari hasil Pelatihan Perancangan Pembelajaran Berbasis TIK yang dihasilkan oleh guru-guru Sekolah Menengan Atas rintisan South-east Asia Schoolnet (SEA-Schoolnet) Program, kerjasama antara Pustekkom dengan UNESCO-Bangkok, 2004). Pelatihan ini juga dilaksanakan oleh delapan negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam jadwal tersebut. Sengaja dikutip sesuai aslinya dalam Bahasa Inggris.
Rencana pembelajaran di atas menunjukkan secara terperinci bahwa melalui pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran, disamping tujuan pembelajaran tercapai ada suatu jadwal terselubung (hidden agenda) penting yang sanggup dicapai pula, yaitu ICTs Literacy, ibarat siswa sanggup melaksanakan browsing informasi melalui internet, berkomunikasi melalui e-mail, menciptakan laporan dengan aplikasi pengolah kata (MSWord), atau mempresentasikan sesuatu dengan MSPowerpoint. Inilah yang dimaksud dengan mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran. Fryer (2001) menyampaikan bahwa penggunaan TIK dalam pembelajaran bertujuan untuk melatih keterampilan memakai TIK dengan cara mengintegrasikannya ke dalam aktifitas pembelajaran, bukan mengajarkan TIK tersebut sebagai mata pelajaran yang terpisah. Jadi, sudah saatnya TIK diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran dan bukan hanya sekedar menjadi mata pelajaran yang terpisah.
2. Mengapa Pengintegrasian TIK ke dalam Proses Pembelajaran Penting?
Jawabannya sangat berkaitan erat dengan mempersiapkan sumber daya insan Indonesia untuk siap memasuki era masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Tahun 2020 Indonesia akan memasuki era perdagangan bebas (AFTA). Pada masa itu, masyarakat Indonesia harus mempunyai ICT literacy yang mumpuni dan kemampuan menggunakannya untuk meningkatkan produktifitas (knowledge-based society). pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran sanggup meningkatkan ICT literacy, membangun karakteristik masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society) pada diri siswa, disamping sanggup meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran itu sendiri.
UNESCO (2002) menyatakan bahwa pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran mempunyai tiga tujuan utama: 1) untuk membangun ”knowledge-based society habits” seperti kemampuan memecahkan duduk kasus (problem solving), kemampuan berkomunikasi, kemampuan mencari, mengoleh/mengelola informasi, mengubahnya menjadi pengetahuan gres dan mengkomunikasikannya kepada oranglain; 2) untuk mengembangkan keterampilan memakai TIK (ICT literacy); dan 3) untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran.
Mengapa demikian? Karena secara teoretis TIK memainkan kiprah yang sangat luar biasa untuk mendukung terjadinya proses mencar ilmu yang:
Active; memungkinkan siswa sanggup terlibat aktif oleh adanya proses mencar ilmu yang menarik dan bermakna.
Constructive; memungkinkan siswa sanggup menggabungkan ide-ide gres kedalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna atau harapan tahuan dan keraguan yang selama ini ada dalam benaknya.
Collaborative; memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama, membuatkan ide, saran atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan untuk sesama anggota kelompoknya.
Intentional; memungkinkan siswa sanggup secara aktif dan antusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Conversational; memungkinkan proses mencar ilmu secara inherent merupakan suatu proses sosial dan dialogis dimana siswa memperoleh laba dari proses komunikasi tersebut baik di dalam maupun luar sekolah.
Contextualized; memungkinkan situasi mencar ilmu diarahkan pada proses mencar ilmu yang bermakna (real-world) melalui pendekatan ”problem-based atau case-based learning”
Reflective; memungkinkan siswa sanggup menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya sebagai pecahan dari proses mencar ilmu itu sendiri. (Jonassen (1995), dikutip oleh Norton et al (2001)).
Dengan kata lain, TIK memungkinkan pembelajaran sanggup disampaikan untuk aneka macam modalitas mencar ilmu (multisensory), baik audio, visual, maupun kinestetik (dePorter et al, 2000). TIK memungkinkan pembelajaran disampaikan secara interaktif dan simulatif sehingga memungkinkan siswa mencar ilmu secara aktif. TIK juga memungkinkan untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem solving, pengambilan keputusan, dll.) serta secara tidak pribadi meningkatkan ”ICT literacy” (Fryer, 2001).
Dari planning pembelajaran di atas terlihat terperinci bahwa melalui mata pelajaran Fisika, Biologi atau Bahasa Inggris misalnya, secara tidak pribadi ICT literacy siswa berkembang. Disamping itu, dengan metode pembelajaran yang lebih bersifat konstruktif (contructivisme) secara tidak pribadi keterampilan berpikir tingkat tinggi (seperti berpikir kritis, problem solving, dll.) dan keterampilan berkomunikasi dengan TIK pada diri siswa juga meningkat. Dengan kata lain, pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran sanggup membangun karakteristik masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society) pada diri siswa. Jika pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran dilakukan semenjak ketika ini, maka siswa-siswi tahun 2005 misalnya, akan siap menjadi pecahan dari masyarakat global pada masa diberlakukannya AFTA tahun 2020 mendatang. Penulis merasa bahwa pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran merupakan duduk kasus yang ”urgent” untuk mempersiapkan sumber daya insan berbasis pengetahuan (knowledge-based human resources) yang sangat diharapkan di masa ke-21 ini.
Tidaklah heran kalau seorang futurolog, Eric Ashby (1972) ibarat dikutip oleh Miarso (2004) menyatakan bahwa perkembangan TIK yang semakin mutakhir ketika ini telah membawa revolusi pendidikan yang keempat. Revolusi pertama terjadi ketika orang menyerahkan pendidikan anaknya kepada seorang guru. Revolusi kedua terjadi ketika diguanakannya goresan pena untuk keperluan pembelajaran. Revolusi ketiga terjadi seiring dengan ditemukannya mesin cetak sehingga materi pembelajaran sanggup disajikan melalui media cetak. Revolusi keempat terjadi ketika digunakannya perangkat elektronik ibarat radio, televisi komputer dan internet untuk pemerataan dan ekspansi pendidikan.
3. Bagaimana Mengintegrasikan TIK ke dalam Proses Pembelajaran?
Dari sisi pendekatan, Fryer (2001) menyarankan dua pendekatan yang sanggup dilakukan guru ketika merencanakan pembelajaran yang mengintegrasikan TIK, yaitu: 1) pendekatan topik (theme-centered approach); dan 2) pendekatan software (software-centered approach).
Pendekatan Topik (Theme-Centered Approach); Pada pendekatan ini, topik atau satuan pembelajaran dijadikan sebagai acuan. Secara sederhana langkah yang dilakukan adalah: 1) memilih topik; 2) memilih tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; dan 3) memilih aktifitas pembelajaran dan software (seperti modul. LKS, jadwal audio, VCD/DVD, CD-ROM, materi mencar ilmu on-line di internet, dll) yang relevan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Rencana pembelajaran yang dicontohkan di atas merupakan salah satu contoh penggunaan pendekatan ini.
Pendekatan Software (Software-centered Approach); menganut langkah yang sebaliknya. Langkah pertama dimulai dengan mengidentifikasi software (seperti bku, modul, LKS, jadwal audio, VCD/DVD, CD-ROM, materi mencar ilmu on-line di internet, dll) yang ada atau dimiliki terlebih dahulu. Kemudian menyesuaikan dengan topik dan tujuan pembelajaran yang relevan dengan software yang ada tersebut. Sebagai contoh, lantaran di sekolah hanya ada beberapa VCD atau mungkin CD-ROM tertentu yang relevan untuk suatu topik tertentu, maka guru merencanakan pengintegrasian software tersebut untuk mengajar hanya topik tertentu tersebut. Topik yang lainnya terpaksa dilaksanakan dengan cara konvensional.
Sedangkan dari sisi taktik pembelajaran, ada beberapa pendekatan yang disarankan untuk membangun keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa, diantaranya adalah: 1) resource-based learning; 2) case-based learning; 3) problem-based learning; 4) simulation-based learning; dan 5) collaborative-based learning (http://www.microlessons.com).
Resources-based learning mempunyai karakteristik dimana siswa diberikan/disediakan aneka macam ragam dan jenis materi mencar ilmu baik cetak (buku, modul, LKS, dll) maupun non cetak (CD/DVD, CD-ROM, materi mencar ilmu online) atau sumber mencar ilmu lain (orang, alat, dll) yang relevan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kemudain siswa diberikan kiprah untuk melaksanakan aktifitas mencar ilmu tertentu dimana semua sumber mencar ilmu yang mereka butuhkan telah disediakan. Sebagai contoh, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai yakni siswa sanggup membandingkan beberapa teori penciptaan alam semesta. Untuk sanggup mencapai tujuan pembelajaran tersebut, guru telah mengidentifikasi dan menyiapkan aneka macam bentuk dan jenis sumber mencar ilmu yang berisi informasi perihal teori penciptaan alam semesta berupa buku, VCD, CD-ROM, alamat situs di internet dan mungkin seorang narasumber jago astronomi yang diundang khusus ke kelas. Kemudian siswa ditugaskan untuk mencari minimal dua teori perihal penciptaan alam semesta secara individu atau kelompok baik dari buku, VCD, maupun internet sesuai dengan seleranya. Siswa juga diminta untuk menganalisis perbedaan dari aneka macam segi perihal teori-teori tersebut dan menciptakan laporannya dalam MSWord yang kemudian dikirim ke guru dan teman lainnya melalui e-mail.
Case-based learning memiliki karakteristik dimana siswa diberikan suatu permasalahan terstruktur untuk dipecahkan. Dengan case-based learning solusi pemecahan masalahnya sudah tertentu lantaran skenario sudah dibentuk dengan jelas. Tapi, dalam problem-based learning kemungkinan solusi pemecahan masalahnya akan berbeda. Misal, dua orang siswa diberikan satu permasalahan dengan pendekatan problem-based learning. Maka solusi yang diberikan oleh siswa yang satu dengan siswa yang lain mungkin berbeda.
Simulation-based learning mempunyai karakteristik dimana siswa diminta untuk mengalami suatu insiden yang sedang dipelajarinya. Sebagai contoh, siswa diharapkan sanggup membedakan perubahan percampuran warna-warna dasar. Maka, melalui suatu software tertentu (misal virtual lab) siswa sanggup melaksanakan aneka macam percampuran warna dan melihat perubahan-perubahannya. Dan ia sanggup mencatat laporannya dalam bentuk tabel dengan memakai MSExcell atau MSWord. Atau kalau perlu mempresentasikan hasilnya dengan memakai MSPowerpoint.
Colaborative-based learning memiliki karakteristik dimana siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, melaksanakan kiprah yang berbeda untuk menghasilkan satu tujuan yang sama. Sebagai contoh, untuk mencapai tujuan pembelajaran dimana siswa sanggup membedakan beberapa teori penciptaan alam semesta, siswa dibagi ke dalam tiga kelompok. Masing-masing kelompok ditugas kan mencari satu teori penciptaan alam semesta. Kemudian ketiga kelompok tersebut berkumpul kembali untuk mendiskusikan perbedaan teori tersebut dari aneka macam segi dan menciptakan laporannya secara kolektif. Salah seorang siswa sanggup ditunjuk untuk menyajikan hasilnya.
C. Pembahasan
Beberapa Pertimbangan yang Perlu Diperhatikan dalam Mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran
Ada beberapa kendala yang perlu digaris bawahi berkaitan dengan pemanfaatan TIK untuk pembelajaran. Hambatan-hambatan tersebut diantaranya adalah: 1) penolakan/keengganan untuk berubah (resistancy to change) khususnya dari policy maker (kepala sekolah dan guru); 2) kesiapan SDM (ICT literacy dan kompetensi guru); 3) ketersedian fasilitas TIK; 4) ketersediaan materi mencar ilmu berbasis aneka sumber; dan 5) keberlangsungan (sustainability) lantaran keterbatasan dana.
Penolakan atau keengganan untuk berubah, khususnya dari para pembuat kebijakan sekolah dan guru merupakan hal yang masuk akal mengingat TIK masih sanggup dikatakan sebagai suatu penemuan (hal baru). Sikap para pengambil kebijakan atau guru terhadap TIK sebagian besar masih rendah disebabkan lantaran kurangnya pengetahuan terhadap TIK dan kiprah pentingnya bagi pembelajaran. Disamping itu, perilaku keengganan/penolakan inipun didukung oleh lantaran redahnya melek teknologi (ICT literacy). Sehingga, kesiapan guru dan komptensi guru untuk memanfaatkan TIK dalam pembelajaran menjadi lemah. Walhasil, fasilitas TIK di sekolahpun menjadi terbatas sehingga keberlangsungan pemanfaatan TIK di sekolah juga masih dipertanyakan. Terlebih-lebih, ketersediaan materi mencar ilmu berbasis aneka sumber (resources-based learning packages), ibarat modul, buku paket, VCD pembelajaran, CD-ROM pembelajaran, maupun materi mencar ilmu online masih terbatas.
Sebagai sumbang saran, dalam rangka mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran (kelas), penulis merekomendasikan beberapa hal berikut untuk dipecahkan secara sistemik dan simultan:
Dukungan Kebijakan; sekolah mengeluarkan kebijakan untuk mengedepankan pengintegrasian TIK untuk pembelajaran. Misalnya melalui pencananagan visi, misi, peraturan dan planning induk/rencana strategis sekolah ke depan.
e-Leadership; Kepala sekolah dan atau beberapa guru panutan di sekolah menyadari penuh pentingnya kiprah TIK untuk pembelajaran dan berupaya untuk terus mempelajari dan menerapkannya di sekolah.
Penyiapan SDM; sekolah mengembangkan ICT literacy para guru dan kompetensi guru dalam mengintegrasikan TIK kedalam pembelajaran (termasuk aneka macam strategi/metode pembelajaran yang efektif). Bila perlu guru mengadopsi atau mengadaptasi taktik pembelajaran yang telah terbukti efektif dan mengkomunikasikannya dengan kolega. Bila perlu mengembangkan sendiri. Hal ini dpat dilakukan melalui pelatihan, pengiriman mengikuti loka karya atau seminar, terlibat aktif dalam komunitas jaringan sekolah dan lain-lain. Disamping itu, sekolah juga harus menyiapkan tenaga teknis dalam bidang TIK untuk pembelajaran.
Penyiapan fasilitas; sekolah menyiapkan fasilitas yang aman semoga terjadinya mencar ilmu berbasis aneka sumber dengan menyiapkan beberapa fasilitas ibarat perpustakaan (cetak dan non-cetak), komputer yang terhubung dengan LAN, koneksi internet, VCD/DVD player plus televisi, serta komposisi ruang kelas.
Penyediaan software pembelajaran; penyediaan software pembelajaran ibarat buku, modul, LKS, jadwal audio cassette, VCD/DVD, CD-ROM interaktif, dan lain-lain sanggup dilakukan dengan cara membeli produk yang telah ada di pasar atau memproduksi sendiri.
Penyiapan tenaga teknis; fasilitas TIK yang ada di sekolah hendaknya didukung oleh beberapa tenaga teknis yang mempunyai keahlian atau keterampilan dalam mengelola dan memlihara peralatan tersebut.
D. Kesimpulan dan Harapan
Sebagai kesimpulan, akankah pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran dalam konteks kondisi Indonesia ketika ini sanggup berjalan dengan baik? Fakta faktual menunjukkan bahwa ada upaya secara sporadis dari beberapa sekolah-sekolah, baik sekoalh negeri maupun swasta di beberapa kota besar di Indonesia yang telah berupaya mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran. Walaupun mungkin belum sempurna, tapi telah menunjukkan adanya perbedaan baik bagi hasil mencar ilmu maupun apresiasi siswa, orang renta maupun guru.
Contoh kecil tersebut, penting untuk dijadikan sebagai catatan. Ke depan, upaya beberapa sekolah yang secara sporadis ini perlu menerima sumbangan secara nasional sebagai pecahan dari upaya peningkatan mutu pendidikan. Oleh alasannya itu, pemerintah diharapkan sanggup mengakomodasi duduk kasus penting ini dengan secara top-down mengeluarkan suatu kebijakan pemanfaatan TIK untuk pendidikan (e-education) yang disertai dengan sumbangan infratsruktur teknologi informasi yang memadai. Akankah pendidikan Indonesia berjalan di tempat, sementara negara tetangga ibarat Singapura, Malaysia, Fhilipina dan Thailand melesat jauh kedepan melalui visi e-education-nya yang jauh lebih terarah? Mudah-Mudahan Tidak!
DAFTAR PUSTAKA
Dryden, Gordon; dan Voss, Jeanette; (1999), ”the Learning Revolution: to Change the Way the World Learn”, the Learning Web, Torrence, USA, http://www.thelearningweb.net.
Fryer, Wesley A.; (2001), “Strategy for effective Elementary Technology Integration”, http://www.wtvi.com/teks/integrate/tcea2001/powerpointoutline.pdf
NIE, Singapore, “General Typology of Teaching Strategies in Integrated Learning System”, http://www.microlessons.com.
Norton, Priscilla; dan Spargue, Debra; (2001), “Technology for Teaching”, Allyn and Bacon, Boston, USA.
UNESCO Institute for Information Technologies in Education (2002), “Toward Policies for Integrating ICTs into Education” Hig-Level Seminar for Decision Makers and Policy-Makers, Moscow 2002.
Yusufhadi Miarso; (2004). ”Menyemai Benih Teknologi Pendidikan” Prenada Media, Jakarta.
0 Komentar untuk "Mengintegrasikan Teknologi Isu Dan Komunikasi (Tik) Ke Dalam Proses Pembelajaran"