Hasil Mencar Ilmu Bahasa Indonesia

A.  Pengertian atau Hakekat Hasil Belajar
Belajar sering diartikan sebagai proses perubahan tingkah laris atau penampilan (Sardiman, 2011:20). Perubahan dalam konteks ini mempunyai arti bahwa seseorang yang telah mengalami proses berguru akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuan, keterampilan, maupun aspek sikapnya.

Menurut Kennedy (2007:21) hasil berguru ialah “Learning outcomes are statements of what a student is expected to know, understand and/or be able to demonstrate after completion of a process of learning” (Hasil pembelajaran ialah pernyataan perihal apa yang dibutuhkan siswa untuk sanggup mengetahui, memahami, dan bisa memperlihatkan sesudah selesainya proses pembelajaran.

Sejalan dengan pendapat di atas, Jenkins dan Unwin (2007:21) menyatakan hasil berguru adalah: “Learning outcomes are statements of what is expected that the student will be able to do as a result of a learning activity.” Hasil pembelajaran ialah pernyataan perihal apa yang dibutuhkan sanggup siswa lakukan sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, hasil berguru diartikan sebagai pernyataan perihal apa yang diperoleh penerima didik sesudah mengikuti kegiatan pembelajaran. Untuk mengetahui bahwa suatu bahan/materi asuh  mampu membawa penerima didik memahami suatu pengetahuan atau keterampilan tetentu. Umumnya, teori pembelajaran menunjuk pada tiga komponen utama pembelajaran, yaitu tujuan, kegiatan belajar, dan tes. Tujuan menyatakan apa yang akan dipelajari, kegiatan berguru merupakan rangkaian kegiatan-kegiatan yang harus diikuti penerima didik untuk memahami tujuan dan tes merupakan kegiatan untuk melihat seberapa jauh tingkat pemahaman penerima didik.

Hasil berguru sanggup berupa kondisi yang memperlihatkan ketercapaian terhadap sesuatu yang diinginkan (desired outcomes) dan sesuatu yang nyata.  Sesuatu yang diinginkan ialah hasil pembelajaran yang ditetapkan terlebih dahulu. Penetapan hasil berguru ini biasanya dalam bentuk tujuan pembelajaran yang tercantum dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Hasil berguru yang sanggup diamati ialah hasil berguru yang faktual (actual outcomes). Dalam kaitan ini, hasil pembelajaran muncul sebagai jawaban penggunaan  metode,  media,   sumber berguru tertentu di bawah kondisi tertentu. Dalam arti, penentuan suatu metode,  media,  dan sumber berguru harus memperhatikan kondisi pembelajaran yang ada, baik itu berupa karakteristik siswa, karakteristik bidang studi, maupun kelengkapan sumber belajar. Kondisi pembelajaran yang ada, harus dijadikan pijakan dasar dalam memilih metode,  media, dan sumber berguru yang akan digunakan. Demikian pula, hasil berguru yang diinginkan akan dipengaruhi dan sangat ditentukan oleh metode, media, dan sumber berguru yang akan digunakan. Dengan demikian, maka sanggup disimpulkan bahwa terdapat interaksi antara kondisi pembelajaran, metode, media dan sumber berguru dengan hasil belajar.

Guna mengetahui perkembangan hasil berguru yang telah dicapai oleh seseorang dalam belajar, harus dilakukan evaluasi.  Adapun untuk mengetahui tingkat kemajuan yang dicapai maka harus ada kriteria (patokan) yang mengacu pada tujuan yang telah ditentukan, sehingga sanggup diketahui seberapa besar efek taktik berguru mengajar terhadap hasil berguru penerima didik. Keberhasilan dalam berguru ialah prestasi berguru penerima didik di sekolah yang diwujudkan dalam bentuk angka.

Menurut Sudjana (2010:38), keberhasilan dalam berguru atau pembelajaran harus bersifat menyeluruh, artinya bukan sekedar penguasaan pengetahuan semata-mata tetapi juga Nampak dalam perubahan sikap dan tingkah laris secara terpadu. Sedangkan berdasarkan Syah (2005:150) hasil berguru yang ideal ialah meliputi segenap aspek psikologis yang berubah sebagai jawaban dari pengalaman dan proses berguru penerima didik.

Berdasarkan definisi di atas, maka sanggup disimpulkan bahwa hasil berguru ialah sesuatu yang dicapai penerima didik dalam proses pembelajaran yang memperlihatkan adanya suatu perubahan ke arah yang lebih baik atau matang (kedewasaan). Untuk menyatakan bahwa suatu proses berguru sanggup dikatakan berhasil, setiap guru mempunyai pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya berpedoman pada kurikulum yang berlaku dikala ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa suatu proses pembelajaran perihal suatu materi asuh dinyatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran khusus (tujuan intruksional khususnya) sanggup dicapai.

Adapun untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran, guru perlu mengadakan ulangan harian pada setiap menyajikan suatu bahasan kepada penerima didik. Penilaian ulangan harian ini untuk mengetahui sejauh mana penerima didik telah menguasai tujuan intruksional (pembelajaran) khusus yang ingin dicapai. Fungsi penilaian ini ialah untuk memperlihatkan umpan balik pada guru dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran  dan melaksanakan acara remedial bagi penerima didik yang belum berhasil. Karena itulah, suatu pembelajaran dinyatakan berhasil apabila balasannya memenuhi tujuan pembelajaran khusus dari materi atau materi ajar  tersebut atau dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang diajarkan. 

Sedangkan untuk mengetahui hasil berguru penerima didik sanggup dipakai instrumen berupa tes dan nontes. Instrumen yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu, dianataranya.
Harus sesuai dengan segi (aspek) yang akan dinilai.
Harus valid dan reliabel.
Bersifat objektif.
Harus diolah dengan teliti dan sanggup ditafsirkan berdasarkan kriteria yang berlaku.
Mengandung unsur diagnosis, artinya sanggup dijadikan materi untuk mencari kelemahan guru maupun penerima didik. (Sudjana, 2010:116)

Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Sistem Penilaian (Depdiknas, 2004:27) dinyatakan bahwa bentuk instrumen yang dipakai di forum pendidikan formal berupa tes dan nontes. Bentuk tes dikatagorikan menjadi dua, yaitu tes objektif dan nonobjektif.

Selanjutnya dinyatakan bahwa suatu instrumen yang baik harus mempunyai bukti kesahihan/kehandalan, balasannya sanggup dibandingkan, dan ekonomis. Kesahihan tes sanggup dikategorikan menjadi tiga, yaitu kesahihah isi, konstruk, dan kriteria. Kesahihan isi dilihat dari materi yang diujikan, kesahihan  konstruk dilihat dari dimensi yang diukur dan kesahihan kriteria dilihat dari daya prediksinya. (Depdiknas, 2004:29)

 Berdasarkan hal tersebut di atas, maka sanggup disimpulkan bahwa dengan instrumen penilaian berupa tes dan nontes  dapat menilai baik buruknya proses berguru mengajar. Hal ini lantaran alat penilaian harus sanggup mengukur atau menilai sejauh mana tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, alat penilaian juga sanggup dipakai untuk mengetahui bagaimana kondisi prestasi berguru atau hasil berguru penerima didik secara individu dalam pencapaian tujuan pendidikan.

B.  Pengertian atau Hakekat Hasil Belajar Bahasa Indonesia
Hasil berguru bahasa Indonesia dalam kegiatan pembelajaran di sekolah pada umumnya meliputi 4 (empat) keterampilan berbahasa, yakni  menyimak, berbicara,   membaca dan menulis. Hal ini lantaran empat keterampilan berbahasa tersebut merupakan aspek kemampuan yang menjadi target pembelajaran bahasa. Oleh alasannya itu, standar kompetensi lulusan (SKL) pembelajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan meliputi 4 (empat) kompetensi  keterampilan berbahasa.  

Keterampilan Menyimak
1) Keterampilan Menyimak,
Nurjamal, dkk (2013:2) menyatakan bahwa menyimak merupakan keterampilan yang pertama kali dipelajari dan dikuasai manusia. Sejak insan bayi, bahkan semenjak dalam kandungan sang ibu, kita sudah mulai berguru menyimak. Dilanjutkan ketika kita terlahir di muka bumi, proses berguru menyimak atau mendengarkan itu terus menerus kita lakukan.

Sedangkan Tarigan (2008:29), menyimak ialah kegiatan mendengarkan lambang–lambang lisan yang dilakukan dengan sengaja, penuh perhatian disertai pemahaman, apresiasi dan interpretasi untuk memperoleh pesan, informasi, memahami makna komunikasi, dan merespons yang terkandung dalam lambang lisan yang disimak.

Berdasarkan pendapat di atas, sanggup disimpulkan bahwa menyimak ialah mendengarkan apa yang diucapkan  atau dibaca oleh orang lain secara se ksama, menyidik dan mempelajar i dengan teliti. Proses menyimak berarti mendengarkan berkali -kali de ngan penuh perhatian atas  apa yang diucapkan seseorang dan memahami makna yang terkandung didalamnya.

Dalam pelaksanaan pembelajaran, menyimak dilaksanakan secara terpadu dan mendapat perhatian yang sama dengan keterampilan berbahasa lain. Namun dalam pelaksanaannya, menyimak masih kurang mendapat perhatian dan seringkali dianggap gampang oleh siswa maupun guru. Mereka beranggapan bahwa semua orang yang normal niscaya sanggup menyimak dan kemampuan menyimak akan dikuasai oleh siswa secara otomatis. Pendapat menyerupai ini bekerjsama kurang tepat dan harus dihilangkan. Kemampuan menyimak untuk memperoleh pemahaman terhadap wacana lisan tidak akan terbentuk secara otomatis atau hanya dengan perintah supaya mendengarkan saja tetapi harus dilatih dengan baik.


Keterampilan Berbicara
2) Keterampilan Berbicara
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 1180) keterampilan ialah kecakapan untuk menuntaskan tugas. Jadi, sanggup disimpulkan keterampilan ialah kemampuan anak dalam melaksanakan banyak sekali acara dalam usahanya untuk menuntaskan tugas. Keterampilan perlu dilatihkan kepada anak semenjak dini supaya di masa yang akan tiba anak akan tumbuh menjadi orang yang terampil dan cekatan dalam melaksanakan segala aktivitas, dan bisa menghadapi permasalahan hidup. Selain itu mereka akan mempunyai keahlian yang akan bermanfaat bagi masyarakat.

Keterampilan berbicara tidak  terlepas dari keterampilan menyimak. Sebelum seseorang sanggup berbicara, ia harus sanggup melaksanakan kegiatan  menyimak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nurjamal, dkk (2013:4) yang menyatakan bahwa berbicara merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan gagasan pikiran dan perasaan secara lisan kepada orang lain. Begitu pula dengan Tarigan (2008:45) yang menyatakan berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak yang hanya dilalui oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari.

Suhartono, (2005: 20) mengemukakan berbicara ialah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta memberikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Selanjutnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 165) berbicara ialah “beromong, bercakap, berbahasa, mengutarakan isi pikiran, melisankan sesuatu yang dimaksudkan”. Bicara merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif, penggunaannya paling luas dan paling penting. Sejalan dengan ini Hariydi dan Zamzami (Suhartono, 2005: 20) menyampaikan berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi, alasannya di dalamnya terjadi pesan dari suatu sumber ke kawasan lain. Dari pengertian yang sudah disebutkan sanggup disimpulkan bahwa berbicara merupakan suatu proses untuk mengekspresikan, menyatakan, serta memberikan ide, pikiran, gagasan, atau isi hati kepada orang lain dengan memakai bahasa lisan yang sanggup dipahami oleh orang lain.

Menurut Suhartono (2005: 21), berbicara merupakan bentuk sikap insan yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik. Pertama, faktor fisik yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa, menyerupai kepala, tangan, dan roman muka yang dimanfaatkan dalam berbicara. Kedua, faktor psikologis sanggup menghipnotis terhadap kelancaran berbicara. Oleh lantaran itu stabilitas emosi tidak hanya kuat terhadap kualitas bunyi tetapi juga kuat terhadap keruntutan materi pembicaraan. Ketiga, faktor neurologis yaitu jaringan saraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, indera pendengaran dan organ badan lain yang ikut dalam acara berbicara. Keempat, faktor semantik yang berafiliasi dengan makna. Kelima, faktor linguistik yang berkaitan dengan struktur bahasa. Bunyi yang dihasilkan harus disusun berdasarkan hukum tertentu semoga bermakna. Jika kata-kata yang disusun itu tidak mengikuti hukum bahasa akan kuat terhadap pemahaman makna oleh lawan bicaranya.

Berdasarkan pengertian keterampilan dan pengertian berbicara di atas, maka sanggup disimpulkan bahwa keterampilan berbicara ialah kemampuan untuk mengekspresikan, menyatakan, serta memberikan ide, pikiran, gagasan, atau isi hati kepada orang lain dengan memakai bahasa lisan yang sanggup dipahami oleh orang lain. Aktivitas anak yang sanggup dilakukan yaitu dengan berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang-orang yang ada disekitarnya, sehingga sanggup melatih anak untuk terampil berbicara.

Keterampilan berbicara perlu dilatihkan kepada anak semenjak dini, supaya anak sanggup mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata sehingga bisa mengekspresikan, menyatakan, serta memberikan ide, pikiran, gagasan, atau isi hati kepada orang lain. Belajar berbicara sanggup dilakukan anak dengan sumbangan dari orang remaja melalui percakapan. Dengan bercakap-cakap, anak akan menemukan pengalaman dan meningkatkan pengetahuannya dan membuatkan bahasanya. Anak membutuhkan reinforcement (penguat), reward (hadiah, pujian), stimulasi, dan model atau tumpuan yang baik dari orang remaja semoga kemampuannya dalam berbahasa sanggup berkembang secara maksimal. Keterampilan berbicara dalam penelitian ini ialah kemampuan untuk mengekspresikan, menyatakan, serta memberikan ide, pikiran, gagasan, atau isi hati kepada orang lain dengan memakai bahasa lisan yang sanggup dipahami oleh orang lain. Dalam melatih keterampilan berbicara, anak perlu dibiasakan untuk berinteraksi dengan orang lain, sehingga anak sanggup memberikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain.

Keterampilan Membaca
3) Keterampilan Membaca
Menurut  Hodgson  (Tarigan  2008:7),  membaca  adalah  suatu  proses  yang dilakukan  serta  dipergunakan  oleh  pembaca  untuk  memperoleh  pesan  yang  hendak disampaikan  oleh  penulis  melalui  kata-kata  atau  bahasa  tulis.  Suatu  proses  yang menuntut  agar  kelompok  kata  yang  merupakan  suatu  kesatuan  akan  terlihat  dalam suatu  pandangan  sekilas,  dan  agar  makna  kata-kata  secara  individual  akan  sanggup diketahui.  Kalau  hal  ini  tidak  dapat  terpenuhi,  maka  pesan  yang  tersurat  dan  yang tersirat  akan  tidak  tertangkap  atau  dipahami,  dan  proses  membaca  tidak  terealisasi dengan baik.

Menurut Tarigan (2008:7) membaca ialah suatu proses yang dilakukan oleh pembaca  untuk  memperoleh  pesan  yang  hendak  disampaikan  oleh  penulis  melalui kata-kata  atau  bahasa  tulis.  Berdasarkan  konsep  ini,  membaca merupakan  upaya  untuk  menghubungkan  lisan  atau  cetakan  dengan  makna  bahasa lisan.

Sejalan dengan di atas, Nurjamal, dkk (2013:4) menyatakan bahwa membaca menyerupai halnya menyimak merupakan acara kunci untuk mendapat informasi. Dengan banyak membaca seseorang akan memperoleh banyak sekali informasi, sehingga akan memudahkan dalam berbicara atau menulis.

Berdasarkan  beberapa  pengertian  di atas dapat  disimpulkan  bahwa  membaca  adalah  suatu  proses kegiatan  kompleks  yang  dilakukan  oleh  pembaca  untuk  memperoleh  arti,  serta memahami materi bacaan yang dipengaruhi aspek fisik dan mental yang melalui dua tahapan, yaitu proses membaca dan hasil membaca.

Tujuan  utama  membaca  menurut  Tarigan  (2008:9)  adalah  untuk  mencari serta  memperoleh  informasi,  mencakup  isi,  memahami  makna  bacaan.  Makna  atau arti  (meaning)  erat  sekali  berhubungan  dengan  maksud  tujuan,  atau  intensif  kita dalam membaca. Berdasarkan uraian di atas sanggup disimpulkan bahwa tujuan utama membaca tidak  hanya untuk  memperoleh  informasi,  tetapi  juga  untuk  menemukan  sesuatu yang sanggup untuk dikembangkan lebih lanjut berdasarkan materi bacaan yang dibaca.Tujuan membaca bergantung pada harapan pembaca untuk memperoleh informasi dari sebuah bacaan. Apabila materi bacaan berbeda, maka tujuan membaca pun niscaya akan berbeda.

Ada dua aspek keterampilan membaca yaitu keterampilan mekanis  dan  pemahaman.  Keterampilan  yang  bersifat  mekanis  (mechanical  skill) yang  dianggap  berada  pada  urutan  yang  lebih rendah    (lower  order).  Aspek  ini mencakup: (1)  pengenalan  huruf, pengenalan  unsur-unsur  linguistik  seperti  fonem, frase,  pola  klausa,  kalimat  dan  lain-lain.  (2)  pengenalan  hubungan  atau korespondensi  pola  ejaan  dan  bunyi    (kemampuan  menyuarakan  bahan  tertulis),  (3) kecepatan membaca bertaraf lambat (Tarigan 2008:11).

Keterampilan  yang  bersifat  pemahaman  (comprehensive  skill)  yang  sanggup dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order). Aspek ini meliputi : (1) memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal), (2)  memahami signifikansi atau makna antara lain maksud dan tujuan pengarang, relevansi keadaan budaya,  reaksi  pembaca,  (3)  evaluasi  dan  penilaian  isi  dan  bentuk,  (4)  kecepatan membaca  yang fleksibel  yang gampang diubahsuaikan dengan keadaan. Untuk mencapai tujuan  yang  terkandung  dalam  aspek  mekanis  maka  aktivitas  yang  sesuai  ialah membaca  nyaring,  sedangkan  untuk  mencapai  tujuan  yang  terkandung  dalam  aspek pemahaman  acara yang sesuai ialah membaca dalam hati.

Keterampilan Menulis
4) Keterampilan Menulis
Menurut Suparno (2009:13) menulis  dapat  didefinisikan  sebagai  suatu  kegiatan  penyampaian  pesan (komunikasi)  dengan  menggunakan  bahasa  tulis  sebagai  alat  atau  medianya. Berdasarkan  konsep tersebut,  dapat  dikatakan  bahwa  menulis  merupakan komunikasi tidak eksklusif yang berupa pemindahan pikiran atau perasaan dengan memanfaatkan  grafologi,  struktur  bahasa,  dan  kosakata dengan  memakai simbol  sehingga  dapat  dibaca  seperti  apa  yang  diwakili  oleh  simbol-simbol tersebut.

Nurjamal, dkk (2013:4) menyatakan bahwa menulis merupakan keterampilan yang sangat kompleks. Oleh lantaran itu,  mengombinasikan  dan  menganalisis  setiap  unsur  kebahasaan  dalam sebuah  karangan  merupakan  suatu  keharusan  bagi  penulis.  Dari  sinilah  akan terlihat  sejauh  mana  pengetahuan  yang  dimiliki  penulis  dalam  membuat sebuah  karangan  yang  efektif.  Kosakata  dan  kalimat  yang  digunakan  dalam kegiatan menulis harus terperinci semoga gampang dipahami oleh pembaca. Di samping itu, jalan  pikiran  dan  perasaan  penulis  sangat  menentukan  arah  penulisan  sebuah karya  tulis  atau  karangan  yang  berkualitas.  Dengan  kata  lain,  hasil  sebuah karangan  yang  berkualitas  umumnya  ditunjang  oleh  keterampilan  kebahasaan yang dimiliki seorang penulis.


Keterampilan  seseorang  menggunakan  bahasa  tulis  sebagai  alat,  baik wadah  maupun  media  untuk  memaparkan  isi  jiwanya,  penghayatan,  dan pengalamannya  secara  teratur  disebut  kemampuan  menulis/mengarang. Kemampuan  menulis  sangat  penting  dimiliki  untuk  menunjang  tugas-tugas kesehariannya yang terkait dengan kegiatan tulis-menulis. Sebagai  makhluk  sosial,  manusia  membutuhkan  berkomunikasi  dengan orang  lain.  Dalam  proses  berkomunikasi  dapat  melalui  bahasa  tulis  maupun bahasa  lisan.  Menulis  merupakan  suatu  keterampilan  berbahasa  yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan  orang  lain.  Menulis  merupakan  suatu  kegiatan  yang  produktif  dan ekpresif.  Dalam  kegiatan  menulis  ini,  penulis  haruslah  terampil  memanfaatkan grafolegi,  struktur  bahasa,  dan  kosa  kata.  Keterampilan  menulis  ini  tidak  akan tiba secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur.

Related : Hasil Mencar Ilmu Bahasa Indonesia

0 Komentar untuk "Hasil Mencar Ilmu Bahasa Indonesia"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)