Menurut bahasa, aurat berati malu, aib, dan buruk.
Kata aurat berasal dari kata awira yang artinya hilang perasaan. Jika dipakai untuk mata, bermakna hilang cahayanya dan lenyap pandangannya.
Pada umumnya, kata ini memberi arti yang tidak baik dipandang, memalukan, dan mengecewakan.
Menurut perumpamaan dalam aturan Islam, aurat merupakan batas minimal dari cuilan badan yang wajib ditutupi sebab perintah Allah Swt
Secara etimologi, jilbab merupakan suatu busana yang longgar untuk menutup seluruh badan perempuan kecuali wajah dan kedua telapak tangan.
Dalam bahasa Arab, jilbab dipahami dengan perumpamaan khimar, dan dalam bahasa Inggris jilbab dipahami dengan perumpamaan veil.
Selain kata jilbab untuk menutup cuilan dada sampai kepala perempuan untuk menutup aurat perempuan, dipahami pula perumpamaan kerudung, ĥijab, dan sebagainya.
Pakaian merupakan barang yang dipakai (baju, celana, dan sebagainya). Dalam bahasa Indonesia, busana juga disebut busana.
Jadi, busana muslimah artinya busana yang dipakai oleh perempuan. Pakaian perempuan yang beragama Islam disebut busana muslimah.
Berdasarkan makna tersebut, busana muslimah sanggup diartikan selaku busana perempuan Islam yang sanggup menutup aurat yang diwajibkan agama untuk menutupinya, gunanya untuk kemaslahatan dan kebaikan bagi perempuan itu sendiri serta penduduk di mana ia berada.
Perintah menutup aurat bekerjsama merupakan perintah Allah Swt. yang dilaksanakan secara bertahap.
Perintah menutup aurat bagi kaum perempuan pertama kali ditugaskan terhadap istri-istri Nabi Muhammad saw. biar tidak berbuat mirip pada biasanya perempuan pada waktu itu (Q.S. al- Aĥzāb/33: 32-33).
Setelah itu, Allah Swt. mengutus terhadap istri-istri Nabi saw. biar tidak berhadapan eksklusif dengan pria yang bukan mahramnya (Q.S. al-Aĥzāb/33:53).
Selanjutnya, sebab istri-istri Nabi Muhammad saw. juga perlu keluar rumah untuk mencari keperluan rumah tangganya, maka Allah Swt. mengutus mereka untuk menutup aurat apabila hendak keluar rumah (Q.S. al-Aĥzāb/33:59).
Dalam ayat ini, Allah Swt. mengutus untuk memakai jilbab, bukan cuma terhadap istri-istri Nabi Muhammad saw. dan bawah umur perempuannya, tetapi juga terhadap istri-istri orangorang yang beriman.
Dengan demikian, menutup aurat atau berbusana muslimah merupakan wajib hukumnya bagi seluruh perempuan yang beriman.
1. Q.S. al-Aĥzab/33:59
“Wahai Nabi! Katakanlah terhadap istri-istrimu, bawah umur perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh badan mereka. Yang demikian itu biar mereka lebih gampang untuk dipahami sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Swt. Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
“Wahai Nabi! Katakanlah terhadap istri-istrimu, bawah umur perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh badan mereka. Yang demikian itu biar mereka lebih gampang untuk dipahami sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Swt. Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Dalam ayat ini, Rasulullah saw. ditugaskan untuk menyodorkan terhadap para istrinya dan juga sekalian perempuan mukminah tergolong bawah umur perempuan ia untuk memanjangkan jilbab mereka dengan maksud biar dipahami dan membedakan dengan perempuan nonmukminah.
Hikmah lain merupakan biar mereka tidak diganggu. Karena dengan mengenakan jilbab, orang lain mengenali bahwa dia merupakan seorang mukminah yang baik.
Pesan al-Qur’ān ini tiba menyikapi adanya gangguan kafir Quraisy terhadap para mukminah khususnya para istri Nabi Muhammad saw. yang menyamakan mereka dengan budak.
Karena pada masa itu, budak tidak mengenakan jilbab. Oleh sebab itulah, dalam rangka melindungi kehormatan dan ketentraman para wanita, ayat ini diturunkan.
Islam begitu melindungi kepentingan perempuan dan memperhatikan ketentraman mereka dalam bersosialisasi.
Banyak problem terjadi sebab seorang individu itu sendiri yang tidak menyambut seruan al-Qur’ān untuk berjilbab.
Kita pun masih menyaksikan di sekeliling kita, mereka yang mengaku dirinya muslimah, masih tanpa malu mengumbar auratnya.
Padahal Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya rasa malu dan keimanan senantiasa bergandengan kedua-duanya. Jika salah satunya diangkat, maka akan terangkat kedua-duanya.” (Hadis Saĥiĥ menurut syarah Syeikh Albani dalam kitab Adabul Mufrad).
2. Q.S. An-Nūr/24:31
“Dan katakanlah terhadap para perempuan yang beriman, biar mereka mempertahankan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (aurat-nya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali terhadap suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putraputra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara pria mereka, atau putra-putra kerabat pria mereka, atau putraputra kerabat perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pramusaji lakilaki (tua) yang tak punya impian (terhadap perempuan) atau bawah umur yang belum memahami mengenai aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya biar dipahami aksesori yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kau semua terhadap Allah wahai orangorang yang beriman, biar kau beruntung.”
Dalam ayat ini, Allah Swt. berfirman terhadap seluruh hamba-Nya yang mukminah biar mempertahankan kehormatan diri mereka dengan cara mempertahankan pandangan, mempertahankan kemaluan, dan mempertahankan aurat. Dengan mempertahankan ketiga hal tersebut, ditentukan kehormatan mukminah akan terjaga.
Ayat ini merupakan kelanjutan dari perintah Allah Swt. terhadap hamba-Nya yang mukmin untuk mempertahankan persepsi dan mempertahankan kemaluan.
Ayat ini Allah Swt. khususkan untuk hamba-Nya yang beriman, berikut penjelasannya. Pertama, mempertahankan pandangan.
Pandangan diumpamakan “panah setan” yang siap ditembakkan terhadap siapa saja. “Panah setan” ini merupakan panah yang jahat yang merusakan dua pihak sekaligus, si pemanah dan yang terkena panah.
Rasulullah saw. juga bersabda pada hadis yang lain, “Pandangan mata itu merupakan anak panah yang beracun yang terlepas dari busur iblis, barangsiapa meninggalkannya sebab takut terhadap Allah Swt., maka Allah Swt. akan memberinya ganti dengan manisnya kepercayaan di dalam hatinya.” (Lafal hadis yang disebutkan tercantum dalam kitab AdDa’wa Dawa’ karya Ibnul Qayyim).
Panah yang dimaksud merupakan persepsi liar yang tidak menghargai kehormatan diri sendiri dan orang lain. Zina mata merupakan persepsi haram.
Al-Qur’ān mengutus biar mempertahankan persepsi ini biar tidak menghancurkan keimanan sebab mata merupakan jendela hati.
Jika matanya banyak menyaksikan maksiat yang dilarang, akibatnya akan eksklusif masuk ke hati dan menghancurkan hati.
Dalam hal ketidaksengajaan menatap sesuatu yang haram, Rasulullah saw. bersabda terhadap Ali ra., “Wahai Ali, janganlah engkau mengikuti persepsi (pertama yang tidak sengaja) dengan persepsi (berikutnya), sebab bagi engkau persepsi yang pertama dan tidak boleh bagimu persepsi yang terakhir (pandangan yang kedua)” (H.R. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, di-hasan-kan oleh Syaikh al-Albani) Kedua, mempertahankan kemaluan.
Orang yang tidak sanggup mempertahankan kemaluannya niscaya tidak sanggup mempertahankan pandangannya. Hal ini sebab mempertahankan kemaluan tidak akan sanggup dilaksanakan apabila seseorang tidak sanggup mempertahankan pandangannya.
Menjaga kemaluan dari zina merupakan hal yang sungguh penting dalam mempertahankan kehormatan. Karena dengan terjerumusnya ke dalam zina, bukan cuma harga dirinya yang rusak, orang terdekat di sekitarnya mirip orang tua, istri/suami, dan anak akan ikut tercemar. “Dan, orang-orang yang memelihara kemaluannya.
Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki. Maka sesungguhnya, mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang sebaliknya, mereka itulah orang-orang yang melebihi batas.” (Q.S. al-Ma’ārij/70:29-31)
Allah Swt. sungguh melaknat orang yang berbuat zina, dan menyamaratakan n ya dengan orang yang berbuat syirik dan membunuh. Sungguh, tiga perbuatan dosa besar yang amat sungguh dibenci oleh Allah Swt.
Firman-Nya:
“Dan, janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya, zina itu merupakan suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. al-Isrā’/17:32). Ketiga, mempertahankan batas-batas aurat yang sudah diterangkan dengan rinci dalam hadis-hadis Nabi.
Allah Swt. mengutus terhadap setiap mukminah untuk menutup auratnya terhadap mereka yang bukan mahram, kecuali yang lazim terlihat dengan menyediakan klarifikasi siapa pun boleh melihat.
Di antaranya merupakan suami, mertua, kerabat laki-laki, anaknya, kerabat perempuan, anaknya yang laki-laki, hamba sahaya, dan pramusaji renta yang tidak ada keinginan terhadap wanita.
Di samping ketiga hal di atas, Allah Swt. memastikan bahwa meskipun auratnya sudah ditutup tetapi apabila berupaya untuk ditampakkan dengan banyak sekali cara tergolong dengan menghentakkan kaki agar gemerincing perhiasannya terdengar, hal itu sama saja dengan membuka aurat.
Oleh sebab itu, ayat ini ditutup dengan perintah untuk bertaubat sebab cuma dengan taubat dari kesalahan yang dilaksanakan dan berjanji untuk merubah sikap, maka kita akan beruntung
Dari Umu ‘Atiyah, ia berkata, “Rasulullah saw. mengutus kami untuk keluar pada Hari Fitri dan Adha, baik gadis yang menginjak arif balig, wanita-wanita yang sedang haid, maupun wanita-wanita pingitan. Wanita yang sedang haid tetap meninggalkan śalat, tetapi mereka sanggup menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslim. Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah saw., salah seorang di antara kami ada yang tak punya jilbab?’ Rasulullah saw. menjawab, ‘Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya.’” (H.R. Muslim).
Kandungan hadis di atas merupakan perintah Allah Swt. terhadap para perempuan untuk menghadiri prosesi śalat ‘Īdul Fiţri dan ‘Īdul Adĥa, meskipun dia sedang haid, sedang dipingit, atau tak punya jilbab.
Bagi yang sedang haid, maka cukup menyimak khutbah tanpa perlu melakukan śalat berjama’ah mirip yang lain.
Wanita yang tak punya jilbab pun sanggup meminjamnya dari perempuan lain. Hal ini menampilkan pentingnya dakwah/khutbah kedua śalat ‘idain.
Kandungan hadis yang kedua, yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar berisi mengenai kemurkaan Allah Swt. terhadap orang yang menjulurkan pakaiannya dengan maksud menyombongkan diri.
Nelty Khairiyah dan Endi Suhendi Zen. 2017. Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas X. Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud
0 Komentar untuk "Materi Pai X Potongan 2 Berbusana Muslim Dan Muslimah Ialah Cermin Kepribadian Dan Keindahan Diri"