Nyasar Di Bekasi Bikin Emosi!

26/06/2020

Tulisan ini tidak bermaksud menjelek-jelekkan Kota Bekasi. Tanpa goresan pena ini pun Kota Bekasi masih jauh dari bagus.

Kira-kira hampir setahun kemudian sebuah cuit perihal rusaknya kondisi sebuah ruas jalan di Kota Bekasi menjadi awal mula bullying massal terhadap daerah yang dulu merupakan penggalan wilayah Betawi itu. Celotehan bernada menghujat atau menetawakan beredar di mana saja, lengkap dengan gambar maupun video yang menciptakan sebagian warga Bekasi merasa hancur hatinya. Kalau diumpamakan perusahaan, saham Bekasi niscaya sudah amblas, PHK besar-besaran, dan tinggal menunggu putusan pailit dari Pengadilan Niaga. Semuanya akhir sentimen ultra negatif tersebut.

Sebagai warga perbatasan Bogor/Jakarta/Bekasi, ketika itu gw bukan termasuk golongan yang merasa tersinggung atas bullying Bekasi. Bagi gw Jakarta/Bogor sama buruknya karena tidak bisa memanfaatkan APBD yang begitu gemuk. Demikian pula beberapa daerah lain. Tetapi hari ini jadinya gw ngerti kenapa mereka menyudutkan Bekasi.

Seenggaknya gw punya alasan sendiri.

Kira-kira 9 malam gw pulang dari program bukber alumni smk di daerah Cibubur dengan tujuan kerumah teman di daerah di Mustika Jaya, Bekasi. Yang gw paham cuma lewat Jalan Alternatif Cibubur-Cileungsi-Jalan Raya Narogong lebih akrab daripada jalur Jalan Raya Bogor-Kalimalang. Maka dari itu gw ngambil jalur pertama. Awalnya gak ada yg bikin gw kesal kecuali truk-truk yang melintasi Jalan Raya Narogong dan ruas jalan yang rusak. Tetapi itu masih di wilayah Cileungsi-Bogor

Sampai di Pasar Bantar Gebang motor pun belok kanan tujuan Mustika Jaya. Jaraknya hanya sekitar 6 km. Setelah melewati perumahan Bumi Alam Hijau saya melihat petunjuk arah belok kiri ke tujuan saya. Saya sempat ragu-ragu karena jarang sekali lewat jalur ini, tapi gw putuskan mengikuti arah tersebut.

Awalnya sih gak ada yang janggal dari jalan yang gw lewatin. Kondisi jalan mulus, cukup dilewati dua mobil, hanya saja minim penerangan. Gw ngikuti jalan yang paling besar sewaktu bertemu persimpangan dan semua itu terjadi begitu saja hingga gw sadar 20 menit sudah habis dan belum juga menemukan ancar-ancar yang gw inget. Balik arah gak mungkin karena udah cukup jauh. Situasi ini diperburuk jalan yang sepi dan gelap sehingga sulit menemukan orang untuk bertanya. Sebetulnya gw masih bisa berharap pada teknologi, sialnya hape mati total. Dus, gw putusin memacu motor lagi.

Lebih 30 menit jadinya gw ngerasa sanggup petunjuk dengan melihat sebuah pabrik berpagar hijau. Untuk informasi, di Bekasi sangat penting mengingat ancar-ancar atau penanda, bisa bangunan, pohon dan sebagainya. Sebab, banyak jalan di Bekasi tampak sama satu dengan yang lain. Apalagi malam hari, kanan-kiri hanya pepohonan, warung kopi, gudang kayu, bengkel las serta kondisi gelap.

Rupanya ternyata dugaan gw salah. Terlalu banyak pabrik berpagar hijau, dan yang terlihat hanya mirip. Maka dari itu gw nyari papan reklame apa aja yang sanggup ngasih petunjuk. Tapi juga nihil. Sampai  jadinya gw ngeliat pangkalan ojek dan nanya arah.

"Ke sono, lurus aja, bang."

"Nggak belok-belok, bang?" kata gw, memastikan. 

"Lurus. Lurus aja."

"Kalau ini dearah apa, bang?"

"Sini mah Bojong Menteng."

Oke gw memberikan terima kasih, dan orang yang gw tanya melanjutkan permainan ceki bersama tiga sejawatnya.

Gw percaya masyarakat atau individu ialah duta bagi daerahnya. Termasuk dalam pengalaman kesasar ini, mereka layak didengar, sehingga ada istilah pelesetan GPS (gunakan penduduk setempat). GPS yang satu itu saya sering buktikan lebih manjur daripada GPS Google.

Akan tetapi naas, GPS yang gw dengar malam tadi eror fatal. Alih-alih lurus terus gw justru masuk ke sebuah perumahan. Asal tahu saja, perumahan di Bekasi itu sukar dibedakan karena desain yang sangat menyerupai satu sama lain. Saluran air besar, ruko, taman, masjid, semuanya susah dicari pembedanya. Maka gw berhenti untuk nanya lagi, kali ini giliran penjual sate.

"Cak, ini perumahan Pondok Timur Indah?"

"Bukan, mas," sahutnya dengan aksen Madura khas tanpa memberi jawaban.

"Jadi, komplek apa, cak? Pondok Hijau?"

"Bukan juga, ini Narogong."

Gw gak akan sanggup apa-apa dengan terus nanya ke orang itu. Narogong sangat luas. Gw tinggal pergi sehabis mengucapkan terima kasih.

Beberapa ratus meter kemudian gw gres tahu posisi dari papan reklame sebuah apotek yang mencantumkan lokasi: Perum Taman Narogong Indah. Gw pernah ke perum ini tapi udah tidak mengecewakan lama. Untuk itu gw perlu cari GPS yang akurat. Seorang juru parkir sebuah mini market jadinya gw samperin. 

"Bang, keluar komplek ke arah mana?"

"Balik aja bang, ke sana," ujar juru parkir mengarahkan telunjuknya.

"Kalau Mustika Jaya?"

"Mustika Jaya? Mustika Sari Kali?"

Kedua daerah ini sama saja sebetulnya. Mustika Sari merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Mustika Jaya. Gw gak mau ambil pusing, "Ya udah Mustika Sari Ke mana?"

"Wah, masih jauh, bang. Abang mau ke mana?"

"Mustika Jaya, kan, saya tadi udah nanya. Kalau lurus itu ke mana?" Gw nunjuk jalan ke depan.

"Itu ke Rawa Panjang, Pekayon, Kemang juga bisa," terus ia ninggalin gw sebentar untuk ngatur kendaraan beroda empat keluar.

pass gw siap-siap pergi, juru parkir melanjutkan petunjuknya, "Kalau belok kanan bisa ke tol, bang."

"Tol mana, bang?"

"Ya tol Bekasi lah! (Nadanya Agak ngeGas gimana gitu)," tandasnya mantap.

"Yah yang bener aja bang, saya naik motor masak diarahin ke toll?

"Yaa terus kakak mau kemana sebetulnya?/

" -__- Ke Mustika Jaya bang -__- (didaerah mencoba menahan emosi)

Lagi-lagi petunjuk yang misterius. Sebagai informasi, di antara sekian banyak pintu tol di Bekasi, terdapat dua gerbang tol yang paling banyak dilalui, pintu tol Bekasi Barat dan pintu Bekasi Timur. Kalian yang berkunjung ke Bekasi perlu memperhatikan hal ini karena ke Bekasi menyerupai menyambangi New Zealand, kalian harus memutuskan pergi ke utara atau selatan. :(

Entah bisikan dari mana saya justru mengambil pilihan kedua; belok kanan. Ternyata aba-aba yang gw pilih jalannya berupa gang kecil, berbelak-belok tak konsisten, sepi dan gelap. Tapi gw mutusin buat gak nanya lagi . Lebih baik mengikuti naluri, alasannya ialah setiap balasan hanya teka-teki yang sulit dipecahkan. Apabila bertanya lagi gw kuatir akan semakin terjebak ke dalam labirin, dan gw gak pingin jadi bau tanah di jalanan Bekasi.

Tiga orang Bekasi yang gw tanya bukan duta yang baik bagi daerahnya. :(

Kata hati gw pada jadinya menawarkan cahaya yang sangat binar. Jalan Raya Pengasinan!

Sampai di tujuan rupanya udah jam 11 malam lebih sekaligus tangki bensin terkuras. Kenyataan yang harus diterima. Di luar keteledoran pribadi, gw menyayangkan Kota Bekasi yang memiliki kemudahan penunjuk jalan sangat minim. Kalaupun ada, tujuannya menyesatkan. Lampu penerangan jalan umum pun sangat memprihatinkan di benyak titik, padahal penduduk kota ini semakin banyak. Dengan APBD 2020 mencapai Rp4,4 triliun ditambah pinjaman Provinsi DKI Jakarta yang diproyeksikan sebesar Rp400 miliar, rasanya sangat keterlaluan jikalau Pemkot Bekasi tidak bisa menyediakan kemudahan dasar ini.



   _________________
  Bekasi 26/06/2020

Related : Nyasar Di Bekasi Bikin Emosi!

0 Komentar untuk "Nyasar Di Bekasi Bikin Emosi!"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)