10/04/2020
Kata orang, hidup di Jakarta itu bau tanah di jalan. Perjalanan yang normalnya sanggup ditempuh dalam waktu 10 hingga 15 menit, ternyata memakan waktu dua jam, bahkan lebih. Ukuran normal pun berubah.
Dan kita pun niscaya punya ukuran masing-masing dalam hal estimasi waktu biar sanggup hingga di kantor/kampus sempurna waktu, tidak terlambat ketika meeting, atau pun biar pasangan nggak murka alasannya yaitu kita terlambat menjemput.
Semuanya sudah menjadi makanan kita sehari-hari.
Macet menyerupai nafasnya orang Jakarta. Capek? Sudah pasti. Kesel? Setiap hari. Marah? Sering. Namun apakah semuanya sanggup mengurangi kemacetan dan dalam sekejap menciptakan Jakarta menjadi kota dengan kemudian lintas yang teratur? Jawabannya tentu saja tidak.
Dan yang sanggup kita lakukan yaitu mensyukuri dan menikmati kenyataan dengan cara-cara yang kita miliki. Karena mirip kata pepatah, life isn’t about waiting for the storm to pass, it’s about learning to dance in the rain.
Tulisan ini pun ditujukan untuk hal itu.
Kita akan mencoba untuk melihat kemacetan dari kacamata yang berbeda. Jika selama ini kita selalu melihat kemacetan dengan kacamata minus, kali ini kita akan mencoba untuk melihatnya dengan kacamata hitam. Kacamata yang lebih positif, santai, dan bahagia.
Pertanyaan berikutnya adalah, gimana sanggup positif, santai, atau senang kalau kenyataannya kemacetan selalu menciptakan kita naik darah setiap hari?
Kuncinya yaitu bagaimana kita bersyukur dan percaya bahwa selalu ada nasihat di balik setiap kejadian, termasuk di balik kemacetan.
Hikmah pertama: Menikmati musik.
Mari kita hitung berapa rupiah yang sudah kita keluarkan untuk membeli koleksi CD kita (pastinya CD orisinil ya, bukan bajakan).
Atau mungkin berapa banyak hutang yang harus kita bayar kepada bank alasannya yaitu menggesek kartu kredit untuk membeli lagu yang kesannya terputar di streaming apps kita. Dengan adanya kemacetan, artinya kita memiliki waktu lebih untuk menikmati koleksi musik yang kita miliki. Bahkan hingga hapal liriknya!
Hikmah kedua: Ngobrol.
Terjebak di dalam kendaraan beroda empat berjam-jam tentunya akan jadi tidak terasa kalau ada orang lain yang bersama kita di dalam kendaraan beroda empat yang sama. Karena kita akan menghabiskan waktu untuk ngobrol ngalor ngidul. Dan untuk yang lagi galau, momen ini sanggup dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk curhat.
Hikmah ketiga: Introspeksi diri.
Jika kasusnya yaitu kita terjebak macet sendirian, maka kita tidak memiliki pilihan lain selain membisu atau bernyanyi (bukan main handphone!). Namun selain kedua hal tersebut, bekerjsama kita juga sanggup memanfaatkan momen ini untuk merenung, introspeksi diri, atau memikirkan jalan keluar dari duduk masalah yang sedang dihadapi. Tapi hati-hati, jangan ngelamun, nanti nabrak kendaraan beroda empat depan atau masih berhenti padahal mobil-mobil lain sudah jalan.
Hikmah keempat: Tidur.
Daripada sibuk mengumpat, bekerjsama kita sanggup memakai waktu kita yg terbuang berjam-jam di jalan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat, yaitu tidur. Membayar waktu tidur malam kita yang terpotong alasannya yaitu lembur atau terlalu banyak agenda bergaul.
Hal ini sanggup dilakukan kalau kita memakai kendaraan umum, dengan tetap waspada terhadap barang bawaan kita pastinya. Atau kalau memakai kendaraan beroda empat pribadi, berarti kondisinya yaitu harus ada orang lain yang mengemudikan kendaraan beroda empat kita. Jika yang mengemudi yaitu pasangan atau sahabat kita, maka pastikan kita sudah memberitahu mereka bahwa kita akan tidur. Karena kalau tidak, hal ini berpotensi untuk menyinggung perasaan. Disangka supir kali!
Hikmah kelima: Dandan.
Untuk orang-orang dengan kegiatan sehari-hari yang padat dan mobilitas yang tinggi, macet akan sangat berkhasiat untuk dandan atau ganti baju. untuk yang kedua, pastikan kita tidak sedang di dalam kendaraan umum, atau di dalam kendaraan beroda empat dengan beling yang jelas benderang, alasannya yaitu berpotensi mengganggu ketertiban umum.
Selain yang sudah disebutkan, pastinya masih banyak nasihat atau cara lain yang sanggup kita ambil atau gunakan untuk menikmati rutinitas kita ini. Apapun itu, semuanya kembali lagi ke pilihan kita masing-masing. Because life is about choosing, right? Setiap hari kita dihadapkan dengan aneka macam macam pilihan untuk kita ambil, mulai dari menentukan sajian makan siang, menentukan baju untuk ngedate, hingga menentukan untuk terkena macet itu sendiri. Dimana bekerjsama kita pun sanggup menentukan untuk tidak terkena macet yaitu dengan pulang kantor lebih malam, lewat jalan tikus, atau mungkin naik ojek.
Akan tetapi, kita lah yg menentukan untuk hidup dengan kemacetan. Kita lah yang menentukan untuk hidup di Jakarta di ketika bekerjsama kita punya pilihan untuk pergi. Lalu apa yang menciptakan kita tetapkan untuk tetap tinggal? Jawabannya yaitu cinta. Cinta terhadap rumah kita. Cinta terhadap ladang penghidupan kita. Cinta terhadap taman bermain kita.
Cinta kita untuk Jakarta, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Say it out loud: I HEART JAKARTA!
RADIT-ART
|
@FADILLAHHADIDPG
|
FADILLAHHADIDPG@GMAIL.COM
0 Komentar untuk "Hikmah Macet Jakarta"