14/03/2020
(Alicia Keys – Empire State of Mind Part II)
Kutipan lirik lagu tersebut boleh jadi bukan ihwal Jakarta. Namun kalimat tersebut seolah menggambarkan apa yang ada di sanubari terdalam setiap warga Jakarta. Berjuang keras untuk lebih dari sekedar bertahan hidup. Berjuang dengan segala perjuangan untuk menjadi yang terbaik dari yang terbaik.
Amerika punya American Dream. Indonesia pun punya hal yang sama. Mimpi-mimpi yang dikubur di sebuah kota berjulukan Jakarta. Banyak mimpi yang tumbuh menjadi pohon kesuksesan. Namun banyak pula mimpi yang pada akibatnya tidak berbuah, kandas menjadi sekedar angan-angan.
“Tempat ku tuju segala angan dan harapan daerah ku padu impian dan impian daerah ku tuju setiap langkah yang berarti tetap menyatu dalam hasrat dan tujuanku selalu.”
(Andien – Gemilang)
Andien pun seolah menggambarkan Jakarta melalui kata-kata. Gemilang, segemilang harapan-harapan gres yang diterbangkan ke langit Jakarta setiap pagi. Harapan-harapan yang berdesakan dalam kemacetan, saling mendahului untuk menjadi yang terdepan.
Akhirnya semua pun menjadi simpang siur. Tumpang tindih permasalahan yang dibungkus dalam karung yang bertuliskan “Emangnya manage Jakarta gampang?” Orang-orang yang lelah dengan akad nirwana pun berduyun-duyun memborong kacamata skeptis. “Ah, Jakarta mah udah hopeless.”
“We found love in a hopeless place.
(Rihanna feat. Calvin Harris – We Found Love)
Akan tetapi, terkadang kita lupa. Ketika kita berhenti berharap dan melapangkan dada untuk mendapatkan keadaan, di ketika itulah cinta tiba mengetuk. Buka pintunya dan bersiaplah menerima kejutan. Kelebihan bermetamorfosis keistimewaan, kekurangan bermetamorfosis warna kehidupan. Begitulah hakikatnya cinta, bukan?
Dan konon cinta itu beda-beda tipis dengan benci. Maka tak heran kita pun sering mencaci. Yang membedakannya dengan benci adalah, cinta mempunyai keinginan untuk memberi. Keinginan yang menyebabkan kita 1 dari kurang lebih 6.962.348 harapan yang singgah di TPS tadi pagi. Sekaligus menerangkan klaim cinta kita terhadap kota ini.
Ada yang mempersatukan, ada yang menjanjikan pembaharuan. Kepada siapapun pilihan kita jatuh, jangan jadikan ia jurang yang memisahkan kita dengan yang lain pilihan. Terima perbedaan sebagai cara mengenal diri sendiri melalui diri orang lain. Untuk akibatnya menang sebagai kawan, dan bukan kalah sebagai lawan.
Lupakan segala kontroversi dan redam segala provokasi. Toh hati nurani akibatnya sudah memilih. Masing-masing mempunyai kelebihan, masing-masing mempunyai kekurangan, dan pastinya masing-masing mempunyai niat baik untuk memajukan Jakarta.
Suara kita lah yang menentukan siapa yang akibatnya akan melenggang sebagai pemenang. Suara kita yang kelingkingnya sudah tercelup tinta, maupun bunyi kita yang enggan mencoblos alasannya menganggap satu bunyi tidak ada artinya. Ingatlah bahwa Rp 999,999 belum sanggup menjadi Rp 1,000,000 dengan tunjangan 2 daun pepaya. Ia masih butuh Rp1. Analogi yang sekiranya sempurna untuk menggambarkan bahwa satu bunyi pun sanggup membawa perubahan.
Sekarang marilah kita berterima kasih. Bukan kepada pemerintah, bukan kepada bibi di rumah, melainkan kepada diri kita sendiri. Berterima kasih alasannya partisipasi kita telah menyulut api yang menyalakan kembali susunan lampion yang bertuliskan “harapan itu masih ada”. Harapan dari setiap warga, untuk masa depan
RADIT-ART
@FADILLAHHADIDPG
FADILLAHHADIDPG@GMAIL.COM
FADILLAHHADIDPG@GMAIL.COM
0 Komentar untuk "(Harapan) Punya Jakarta"