Makalah Pendidikan |
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penididikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap insan dimuka bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia. Dalam kondisi apapun insan tidak sanggup menolak imbas dari penerapan pendidikan. Pendidikan diambil dari kata dasar didik, yang ditambah imbuhan menjadi mendidik. Mendidik berarti memlihara atau memberi latihan mengenai adat dan kecerdasan pikiran. Dari pengertian ini didapat beberapa hal yang bekerjasama dengan Pendidikan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan yaitu suatu perjuangan insan untuk mengubah perilaku dan tata laris seseorang atau sekolompok orang dalam perjuangan mendewasakan insan melalui upaya pengajaran dan latihan. Pada hakikatnya pendidikan yaitu perjuangan insan untuk memanusiakan insan itu sendiri. Dalam penididkan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi. Kedua subjek itu yaitu pendidik dan subjek didik. Subjek-subjek itu tidak harus selalu manusia, tetapi sanggup berupa media atau alat-alat pendidikan. Sehingga pada pendidikan terjadi interaksi antara pendidik dengan subjek didik guna mencapai tujuan pendidikan.
Menurut wadah yang menyelenggarakan pendidikan, pendidikan sanggup dibedakan menjadi pendidikan formal, informal dan nonformal.
Pendidikan formal yaitu segala bentuk pendidikan atau pembinaan yang diberikan secara terorganisasi dan berjenjang, baik bersifat umum maupun bersifat khusus. Contohnya yaitu pendidikan SD, SMP, Sekolah Menengan Atas dan perguruan tinggi negeri ataupun swasta. Pendidikan Informal dalah jenis pendidikan atau pembinaan yang terdapat di dalam keluarga atau masyarkat yang diselenggarakan tanpa ada organisasi tertentu(bukan organisasi). Pendidkan nonformal yaitu segala bentuk pendidikan yan diberikan secara terorganisasi tetapi diluar wadah pendidikan formal.
Pada makalah ini, akan dikaji hal-hal yang bekerjasama dengan pendidikan formal yang diselenggarakan di Indonesia.
Pada dasarnya setiap kegiatan yang dilakukan akan menimbulkan dua macam dampak yang saling bertentangan. Kedua dampak itu yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif yaitu segala sesuatu yang merupakan impian dari pelaksanaan kegiatan tersebut, dengan kata lain sanggup disebut sebagai ’Tujuan’. Sedangkan dampak negatif yaitu segala sesuatu yang bukan merupakan impian dalam pelaksanaan kegitan tersebut, sehingga sanggup disebut sebagai hambatan atau persoalan yang ditimbulkan.
Jika kejadian di atas dihubungkan dengan pendidikan, maka pelaksanaan pendidikan akan menimbulkan dampak negatif yang disebut sebagai persoalan dan hambatan yang akan dihadapi. Hal ini akan lebih tepat bila disebut sebagai permasalahan Pendidikan.
Istilah permasalahan pendidikan diterjemahkan dari bahasa inggris yaitu “problem“. Masalah yaitu segala sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Sedangkan kata permasalahan berarti sesuatu yang dimasalahkan atau hal yang dimasalahkan. Kaprikornus Permasalahan pendidikan yaitu segala-sesuatu hal yang merupakan persoalan dalam pelaksanaaan kegiatan pendidikan.
Dari uraian di atas, sanggup disimpulkan bahwa Permasalahan Pendidikan Indonesia yaitu segala macam bentuk persoalan yang dihadapi oleh program-program pendidikan di negara Indonesia. Seperti yang diketahui dalam TAP MPR RI No. II/MPR/1993 dijelaskan bahwa aktivitas utama pengembangan pendidikan di Indonesia yaitu sebagai berikut.
a. Perluasan dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan
b. Peningkatan mutu pendidikan
c. Peningkatan relevansi pendidikan
d. Peningkatan Efisiensi dan efektifitas pendidikan
e. Pengembangan kebudayaan
f. Pembinaan generasi muda
Adapun persoalan yang dipandang sangat rumit dalam dunia pendidikan yaitu sebagai berikut.
a. Pemerataan
b. Mutu dan Relevansi
c. Efisiensi dan efektivitas
Setiap persoalan yang dihadapi disebabkan oleh faktor-faktor pendukungnya adapun faktor-faktor yang mengakibatkan berkembangnya 4 persoalan di atas yaitu sebagai berikut.
a. Ilmu Pengeahuan dan Teknologi (IPTEK)
b. Laju Pertumbuhan penduduk
c. Kelemahan guru/dosen (tenaga pengajar) dalam menangani kiprah yang dihadapinya, dan ketidakfokusan penerima didik dalam menjalani proses pendidikan (Permasalahan Pembelajaran).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut.
a. Memenuhi kiprah yang diberikan pada mata kuliah Pengantar Pendidikan Universitas Negeri Padang.
b. Sebagai bentuk perhatian Mahasiswa terhadap persoalan pendidikan yang dihadapi Indonesia.
c. Suatu perjuangan untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.
d. Membantu dalam membahas dan menanggulangi persoalan yang dihadapi di dalam dunia pendidikan.
1.3 Rumusan Masalah
Permasalahan pendidikan yaitu suatu persoalan yang sangat komplek. Apabila ditelaah lebih jauh, maka kita akan menemukan sekumpulan hal-hal rumit yang sangat susah untuk disiasati. Masalah yang dihadapi tersebut akan lebih susah jikalau saling berkait satu sama lain.
Oleh lantaran itu, di dalam makalah ini penulis akan memperlihatkan citra penting mengenai kumpulan masalah-masalah yang akan di bahas dalam makalah ini. Berikut ini yaitu denah mengenai masalah-masalah yang akan dibahas.
Bagan di atas merupakan citra mengenai persoalan yang akan dibahas dalam makalah ini. Jika terdapat suatu hal yang berada diluar ruang lingkup permasalahan, maka persoalan tersebut tidak akan dibahas di dalam makalah ini.
1.4 Manfaat Penulisan Makalah
Berikut ini kan dijabarkan mengenai manfaat-manfaat yang sanggup diambil dari penulisan makalah ini.
a. Membangun kualitas pendidikan kearah yang lebih baik.
b. Menelaah masalah-masalah pendidikan yang dihadapi.
c. Memberikan penemuan gres dalam menghadapi persoalan pendidikan
d. Batu loncatan kepada pendidikan yang lebih baik.
e. Membangun cara berguru yang lebih efektif.
Demikianlah manfaat-manfaat yang sanggup diambil dari pembutaan makalah ini.
BAB II PERMASALAHAN PENDIDIKAN
2.1 Masalah Pokok Pendidikan
Permasalahan pendidikan merupakan suatu hambatan yang menghalangi tercapainya tujuan pendidikan. Pada kepingan ini akan dibahas beberapa hal yang merupakan permasalahan pendidikan di Indonesia. Adapun permasalahan tersebut yaitu sebagai berikut.
1. Pemerataan Pendidikan
2. Mutu dan Relevansi Pendidikan
3. Efisiensi dan Efektifitas Pendidikan
Berikut ini yaitu penjelasan-penjelasan mengenai 3 poin permasalahan pendidikan di atas.
2.1.1 Pemerataan Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang berarti: 1) mencakup seluruh bagian, 2) tersebar kesegala penjuru, dan 3) sama-sama memperoleh jumlah yang sama. Sedangkan kata pemerataan berarti proses, cara, dan perbutan melaksanakan pemerataan. Kaprikornus sanggup disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan yaitu suatu proses, cara dan perbuatan melaksanakan pemerataan terhadap pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat sanggup mencicipi pelaksanaan pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan yang merata adalah pelaksanaan aktivitas pendidikan yang sanggup menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk sanggup memperoleh pendidikan. Pemerataan dan ekspansi pendidikan atau biasa disebut ekspansi keempatan berguru merupakan salah satu target dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan semoga setiap orang mempunyai kesempatan yang sama unutk memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan tersebut tidak sanggup dibedakan menurut jenis kelamin, status sosial, agama, amupun letak lokasi geografis.
Dalam propernas tahun 2000-2004 yang mengacu kepada GBHN 1999-2004 mengenai kebijakan pembangunan pendidikan pada poin pertama menyebutkan:
“Mengupayakan ekspansi dan pemeraatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya Manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peninggakatan anggaran pendidikan secara berarti“. Dan pada salah satu tujuan pelaksanaan pendidikan Indonesia yaitu untuk pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan bagi setiap warga negara.
Dari klarifikasi tersebut sanggup dilihat bahwa Pemerataan Pendidikan merupakan tujuan pokok yang akan diwujudkan. Jika tujuan tersebut tidak sanggup dipenuhi, maka pelaksanaan pendidikan belum sanggup dikatakan berhasil. Hal inilah yang mengakibatkan persoalan pemerataan pendidikan sebagai suatu persoalan yang paling rumit untuk ditanggulangi.
Permasalahan Pemerataan sanggup terjadi lantaran kurang tergorganisirnya koordinasi antara pemerintah sentra dengan pemerintah daerah, bahkan hingga kawasan terpencil sekalipun. Hal ini mengakibatkan terputusnya komunikasi antara pemerintah sentra dengan daerah. Selain itu persoalan pemerataan pendidikan juga terjadi lantaran kurang berdayanya suatu forum pendidikan untuk melaksanakan proses pendidikan, hal ini bisa saja terjadi jikalau kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah sentra dan kawasan tidak menjangkau daearh-daerah terpencil. Kaprikornus hal ini akan menimbulkan mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak sanggup mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
Permasalahan pemerataan pendidikan sanggup ditanggulangi dengan menyediakan akomodasi dan sarana berguru bagi setiap lapisan masyarakat yang wajib mendapatkan pendidikan. Pemberian sarana dan prasrana pendidikan yang dilakukan pemerintah sebaiknya dikerjakan setransparan mungkin, sehingga tidak ada oknum yang sanggup mempermainkan aktivitas yang dijalankan ini.
2.1.2 Mutu dan Relevansi Pendidikan
Mutu sama halnya dengan mempunyai kualitas dan bobot. Kaprikornus pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan pendidikan yang sanggup menghsilkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan negara dan bangsa pada dikala ini. Sedangkan relevan berarti bersangkut paut, kait mangait, dan berkhasiat secara langsung.
Sejalan dengan proses pemerataan pendidikan, peningkatan mutu untuk setiap jenjang pendidikan melalui persekolahan juga dilaksanakan. Peningkatan mutu ini diarahkan kepada peningkatan mutu masukan dan lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana, dan anggaran yang dipakai untuk menjalankan pendidikan.
Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor terpenting yang mensugesti yaitu mutu proses pembelajaran yang belum bisa membuat proses pembelajaran yang berkualitas. Hasil-hasil pendidikan juga belum didukung oleh sistem pengujian dan evaluasi yang melembaga dan independen, sehingga mutu pendidikan tidak sanggup dimonitor secara ojektif dan teratur.Uji banding antara mutu pendidikan suatu kawasan dengan kawasan lain belum sanggup dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga hasil-hasil evaluasi pendidikan belum berfungsi unutk penyempurnaan proses dan hasil pendidikan.
Selain itu, kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses berguru menjadi kaku dan tidak menarik. Pelaksanaan pendidikan ibarat ini tidak bisa memupuk kreatifitas siswa unutk berguru secara efektif. Sistem yang berlaku pada dikala kini ini juga tidak bisa membawa guru dan dosen untuk melaksanakan pembelajaran serta pengelolaan berguru menjadi lebih inovatif.
Akibat dari pelaksanaan pendidikan tersebut yaitu menjadi sekolah cenderung kurang fleksibel, dan tidak gampang berubah seiring dengan perubahan waktu dan masyarakat. Pada pendidikan tinggi, pelaksanaan kurikulum ditetapkan pada penentuan cakupan materi yang ditetapkan secara terpusat, sehingga perlu dilaksanakan perubahan kearah kurikulum yang berbasis kompetensi, dan lebih peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan juga disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga pengajar. Penilaian sanggup dilihat dari kualifikasi berguru yang sanggup dicapai oleh guru dan dosen tersebut. Dibanding negara berkembang lainnya, maka kualitas tenaga pengajar pendidikan tinggi di Indonesia mempunyai persoalan yang sangat mendasar.
Melihat permasalahan tersebut, maka dibutuhkanlah kolaborasi antara forum pendidikan dengan banyak sekali organisasi masyarakat. Pelaksanaan kolaborasi ini sanggup meningkatkan mutu pendidikan. Dapat dilihat jikalau suatu forum tinggi melaksanakan kolaborasi dengan forum penelitian atau industri, maka kualitas dan mutu dari penerima didik sanggup ditingkatkan, khususnya dalam bidang akademik ibarat tekonologi industri.
2.1.3 Efisiensi dan Efektifitas Pendidikan
Sesuai dengan pokok permasalahan pendidikan yang ada selain target pemerataan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan, maka ada satu persoalan lain yang dinggap penting dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu efisiensi dan efektifitas pendidikan. Permasalahan efisiensi pendidikan dipandang dari segi internal pendidikan. Maksud efisiensi yaitu apabila target dalam bidang pendidikan sanggup dicapai secara efisien atau berdaya guna. Artinya pendidikan akan sanggup memperlihatkan hasil yang baik dengan tidak menghamburkan sumberdaya yang ada, ibarat uang, waktu, tenaga dan sebagainya.
Pelaksanaan proses pendidikan yang efisien yaitu apabila pendayagunaan sumber daya ibarat waktu, tenaga dan biaya tepat sasaran, dengan lulusan dan produktifitas pendidikan yang optimal. Pada dikala sekarng ini, pelaksanaan pendidikan di Indonesia jauh dari efisien, dimana pemanfaatan segala sumberdaya yang ada tidak menghasilkan lulusan yang diharapkan. Banyaknya pengangguran di Indonesia lebih dikarenakan oleh kualitas pendidikan yang telah mereka peroleh. Pendidikan yang mereka peroleh tidak menjamin mereka untuk menerima pekerjaan sesuai dengan jenjang pendidikan yang mereka jalani.
Pendidikan yang efektif yaitu pelaksanaan pendidikan dimana hasil yang dicapai sesuai dengan planning / aktivitas yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika planning berguru yang telah dibentuk oleh dosen dan guru tidak terealisasi dengan sempurna, maka pelaksanaan pendidikan tersebut tidak efektif.
Tujuan dari pelaksanaan pendidikan yaitu untuk menyebarkan kualitas SDM sedini mungkin, terarah, terpadu dan menyeluruh melalui banyak sekali upaya. Dari tujuan tersebut, pelaksanaan pendidikan Indonesia menuntut untuk menghasilkan penerima didik yang memeiliki kualitas SDM yang mantap. Ketidakefektifan pelaksanaan pendidikan tidak akan bisa menghasilkan lulusan yang berkualitas. Melainkan akan menghasilkan lulusan yang tidak diharapkan. Keadaan ini akan menghasilkan persoalan lain ibarat pengangguran.
Penanggulangan persoalan pendidikan ini sanggup dilakukan dengan peningkatan kulitas tenaga pengajar. Jika kualitas tenaga pengajar baik, bukan mustahil akan meghasilkan lulusan atau produk pendidikan yang siap untuk mengahdapi dunia kerja. Selain itu, pemantauan penggunaan dana pendidikan sanggup mendukung pelaksanaan pendidikan yang efektif dan efisien. Kelebihan dana dalam pendidikan lebih menimbulkan tindak kriminal korupsi dikalangan pejabat pendidikan. Pelaksanaan pendidikan yang lebih terorganisir dengan baik juga sanggup meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendidikan. Pelaksanaan kegiatan pendidikan ibarat ini akan lebih bermanfaat dalam perjuangan penghematan waktu dan tenaga.
2.2 Faktor Pendukung Masalah Pendidikan
Masalah pokok pendidikan akan terjadi di dalam dalam bidang pendidikan itu sendiri. Jika di analisis lebih jauh, maka bersama-sama permasalahan pendidikan berkaitan dengan beberapa faktor yang mengakibatkan terjadinya persoalan itu. Adapun faktor-faktor yang sanggup menimbulkan permasalahan pokok pendidikan tersebut yaitu sebagai berikut.
1. IPTEK
2. Laju Pertumbuhan Penduduk
3. Permasalah Pembelajaran
2.2.1 IPTEK
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada dikala ini berdampak pada pendidikan di Indonesia. Ketidaksiapan bangsa mendapatkan perubahan zaman membawa perubahan tehadap mental dan keadaan negara ini. Bekembangnya ilmu pengetahuan telah membentuk teknologi gres dalam segala bidang, baik bidang social, ekonomi, hokum, pertanian dan lain sebagainya.
Sebagai negara berkembang Indonesia dihadapkan kepada tantangan dunia global. Dimana segala sesuatu sanggup saja berjalan dengan bebas. Keadaan ibarat ini akan sangat mensugesti keadaan pendidikan di Indonesia. Penemuan teknologi gres di dalam dunia pendidikan, menuntut Indonesia melaksanakan reformasi dalam bidang pendidikan. Pelaksanaan reformasi tidaklah mudah, hal ini sangat menuntut kesiapan SDM Indonesia untuk menjalankannya.
2.2.2 Laju Pertumbuhan Penduduk
Laju pertumbuhan yang sangat pesat akan kuat tehadap persoalan pemerataan serta mutu dan relevansi pendidikan. Pertumbuhan penduduk ini akan berdampak pada jumlah penerima didik. Semakin besar jumlah pertumbuhan penduduk, maka semakin banyak dibutuhkan sekolah-sekolah unutk menampungnya. Jika daya tampung suatu sekolah tidak memadai, maka akan banyak penerima didik yang terlantar atau tidak bersekolah. Hal ini akan menimbulkan persoalan pemerataan pendidikan.
Tetapi apabila jumlah dan daya tampung suatu sekolah dipaksakan, maka akan terjadi ketidakseimbangan antara tenaga pengajar dengan penerima didik. Jika keadaan ini dipertahankan, maka mutu dan relevansi pebdidikan tidak akan sanggup dicapai dengan baik.
Sebagai negara yang berbentuk kepulauan, Indonesia dihadapkan kepada persoalan penyebaran penduduk yang tidak merata. Tidak heran jikalau perencanaan, sarana dan prasarana pendidikan di suatu kawasan terpencil tidak terkoordinir dengan baik. Hal ini diakibatkan lantaran lemahnya kontrol pemerintah sentra terhadap kawasan tersebut. Keadaan ibarat ini yaitu persoalan lainnya dalam bidang pendidikan.
Keterkaitan antar persoalan ini akan berdampak kepada keadaan pendidikan Indonesia.
2.2.3 Permasalahan Pembelajaran
Pelaksanaan kegiatan berguru yaitu sesuatu yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dalam kegiatan berguru formal ada dua subjek yang berinteraksi, Yaitu pengajar/pendidik (guru/dosen) dan penerima didik ( murid/siswa, dan mahasiswa).
Pada dikala kini ini, kegiatan pembelajaran yang dilakukan cenderung pasif, dimana seorang pendidik selalu menempatkan dirinya sebagai orang yang serba tahu. Hal ini akan menimbulkan kejengahan terhadap penerima didik. Sehingga pembelajaran yang dilakukan menjadi tidak menarik dan cenderung membosankan. Kegiatan berguru yang terpusat ibarat ini merupakan persoalan yang serius dalam dunia pendidikan.
Guru / dosen yang berpandangan kuno selalu menganggap bahwa tugasnya hanyalah memberikan materi, sedangakan kiprah siswa/mahasiswa yaitu mengerti dengan apa yang disampaikannya. Bila penerima didik tidak mengerti, maka itu yaitu urusan mereka. Tindakan ibarat ini merupakan suatu paradigma kuno yang tidak perlu dipertahankan.
Dalam hal penilaian, Pendidik menempatkan dirinya sebagai penguasa nilai. Pendidik bisa saja menjatuhkan, menaikan, mengurangi dan mempermainkan nilai perolehan murni seorang penerima didik. Pada satu kasus di pendidikan tinggi, dimana seorang dosen sanggup saja memperlihatkan nilai yang diinginkannya kepada mahasiswa tertentu, tanpa mengindahkan kemampuan atau skill yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut. Proses evaluasi ibarat sungguh sangat tidak relevan.
2.3 Penanggulangan Masalah Pembelajaran
Penanggulangan persoalan pembelajaran ini lebih diarahkan kepada pokok permasalahan pendidikan di atas.
2.3.1 Gaya Belajar
Untuk menanggulangi persoalan pembelajaran ini, dibutuhkan pelaksanaan kegiatan berguru gres yang lebih menarik. Gaya berguru sanggup dilakukan dalam 3 bentuk, dan dilaksanakan pada dikala yang bersamaan. Yaitu berguru secara Somatis, Auditori dan Visual.
a. Somatis
Somatic bersal dari bahasa Yunani, yang berarti tubuh. Kaprikornus berguru somatis sanggup disebut sebagai balajar dengan memakai indra peraba, kinestetis, praktis, dan melibatkan fisik serta memakai dan menggerakkan badan sewaktu belajar. Dalam pelaksanaan kegiatan berguru pada dikala ini otak merupkan organ badan yang paling dominan. Pembelajaran yang dilakukan ibarat merupakan kegiatan yang sangat keliru.
Anak-anak yang bersifat somatis tidak akan bisa untuk duduk tenang. Mereka harus menggerakkan badan mereka untuk membuat otak dan pikiran mereka tetap hidup. Anak-anak ibarat ini disebut sebagai “Hiperaktif“. Pada sejumlah anak, sifat hiperaktif itu normal dan sehat. Namun yang dijumpai pada bawah umur hiperaktif yaitu penderitaan, dimana sekolah mereka tidak bisa dan tidak tahu cara memperlakukan mereka. Aktivitas bawah umur yang hiperaktif cenderung dianggap mengganggu, tidak bisa berguru dan mengancam ketertiban proses pembelajaran.
Dalam satu penelitian disebutkan bahwa “jika tubuhmu tidak bergerak, maka otakmu tidak beranjak“. Kaprikornus menghalangi gaya berguru anak somatis dengan memakai badan sama halnya dengan menghalangi fungsi pikiran sepenuhnya. Mungkin dalam beberapa kasus, sistem pendidikan sanggup membuat cacat berguru anak, dan bukan menggangu jalannya pembelajaran.
b. Auditori
Pikiran auditori lebih kuat dari yang kita sadari. Telinga terus menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori, dan bahkan tanpa kita sadari. Begitu juga ketika kita berbicara, area penting dalam otak kita akan menjadi aktif.
Semua pembelajaran yang mempunyai kecenderungan auditori, berguru dengan memakai bunyi dari dialog, membaca dan menceritakan kepada orang lain. Pada dikala kini ini, budaya auditori lambat laun mulai menghilang. Seperti adanya peringatan jangan berisik di perpustakaan telah menekan proses berguru secara auditori.
c. Visual
Ketajaman visual merupakan hal yang sangat menonjol bagi sebagian penerima didik. Alasaannya yaitu bahwa dalam otak seseorang lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indra yang lain.
Setiap orang yang cenderung memakai gaya berguru visual akan lebih gampang berguru jikalau mereka melihat apa yang dibicarakan olah guru atau dosen. Peserta didik yang berguru secara visual akan menjadi lebih baik jiak sanggup melihat teladan dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan citra mengenai suatu konsep pembahasan.
Peserta didik yang berguru secara visual ini, akan lebih baik jikalau mereka membuat peta gagasan, diagram, ikon dan gambar lainnya dengan kreasi mereka sendiri.
2.3.2 Gaya Mengajar
Pelaksanaan pembelajaran sangat ditunjang oleh keahlian pendidik dalam mengatur suasana kelasnya. Seringkali dalam proses penyampaian materi, pendidik eksklusif mengajar apa adanya. Ada pendidik yang tidak mau memikirkan cara memberikan materi pelajaran yang akan dibahasnya. Menyampaikan materi bukan hanya sekedar berbicara di depan kelas saja, tetapi suatu cara dan kemampuan untuk membawakan materi pelajaran menjadi suatu bentuk presentasi yang menarik, menyenangkan, gampang dipahami dan diingat oleh penerima didik. Dalam hal ini, komunikasi menjadi lebih penting. Dengan komunikasi seseorang bisa mengerti dengan apa yang dibicarakan.
Komunikasi yang efektif tidak berarti niscaya dan harus sanggup menjangkau 100%. Komunikasi yang efektif berarti mengerti dengan tanggung jawab dalam proses memberikan pemikiran, penjelasan, ide, pandangan dan informasi. Dalam komunikasi pembelajaran, sering dijumpai permasalahan, yaitu persoalan mengerti dan tidak mengerti. Jika penerima didik tidak mengerti dengan apa yang disampaikan pendidik, maka tanggung jawab seorang pendidiklah untuk membuat mereka menjadi lebih mengerti.
Jika dulu pendidik dipandang sebagai sumber informasi utama, maka pada dikala kini ini pandangan ibarat itu perlu disingkirkan. Sumber-sumber informasi pada kurun ini telah menimbulkan kelebihan informasi bagi setiap insan di muka bumi ini. Informasi yang tersedia jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan. Hal inilah yang mengakibatkan peninjauan kembali terhadap gaya berguru masa kini.
Oleh lantaran itu kiprah utama seorang pendidik perlu diperbaharui. Peran pendidik seharusnya yaitu sebagai fasilitator dan katalisator.
Peran guru sebagai fasilitator yaitu menfasilitasi proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. Dalam hal ini, penerima didik harus berperan aktif dan bertanggung jawab terhadap hasil pembelajaran. Karena sebagai fasilitator, maka posisi penerima didik dan pendidik yaitu sama.
Sedangkan kiprah pendidik sebagai katalisator yaitu dimana pendidik membantu bawah umur didik dalam menemukan kekuatan, bakat dan kelebihan mereka. Pendidik bergerak sebagai pembimbing yang membantu, mangarahkan dan menyebarkan aspek kepribadian, abjad emosi, serta aspek intelektual penerima didik. Pendidik sebagai katalisator juga berarti bisa menumbuhkan dan menyebarkan rasa cinta terhadap proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajran yang diinginkan sanggup terjadi secara optimal.
Gaya mengajar ibarat ini akan lebih bermanfaat dalam proses peningkatan mutu, kualitas, efektifitas dan efisiensi pendidikan.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan-kesimpulan yang sanggup ditarik dari makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Dalam perjuangan pemerataan pendidikan, dibutuhkan pengawasan yang serius oleh pemerintah. Pengawasan tidak hanya dalam bidang anggaran pendidikan, tetapi juga dalam bidang mutu, sarana dan prasarana pendidikan. Selain itu, ekspansi kesempatan berguru pada jenjang pendidikan tinggi merupakan kebijaksanaan yang penting dalam perjuangan pemerataan pendidikan.
2. Pendidikan (dengan Bidang terkait) dalam perjuangan pengendalian laju pertumbuhan penduduk sangat diperlukan. Pelaksaaan aktivitas ini sanggup ditingkatkan dengan mengakampanyekan aktivitas KB dengan sebaik-baiknya hingga pelosok negeri ini.
3. Pelaksanaan aktivitas berguru dan mengajar dengan penemuan gres perlu diterapkan. Hal ini dilakukan lantaran cara dan sistem pengajaran usang tidak sanggup diterapkan lagi.
4. Sistem pendidikan Indonesia sanggup berjalan dengan lancar jikalau kolaborasi antara unsur-unsur pendidikan berlangsung secara harmonis. Pengawasan yang dilakukan pemerintah dan pihak-pihak pendidikan terhadap persoalan anggaran pendidikan akan sanggup menekan jumlah korupsi dana di dalam dunia pendidikan.
5. Peningkatan mutu pendidikan akan sanggup terealisasi jikalau kemampuan dan profesionalisme pendidik sanggup ditingkatkan.
3.2 Saran
Adapun saran-saran dalam makalah permasalahan pendidikan ini yaitu sebagai berikut.
1. Perlu dilakukan perubahan yang lebih mengarah pada kurikulum berbasis kompetensi, serta lebih adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan Dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat pada dikala ini.
2. Perlunya ditingkatkan kualitas pendidik dalam perjuangan Peningkatan mutu pendidikan. Hal ini sanggup dilakukan dengan meggunakan metoda gres dalam pelaksanaan pembelajaran.
0 Komentar untuk "Makalah Perihal Permasalahan Pendidikan Di Indonesia"