Menjadi pendakwah (da'i) itu panggilan.
- Katakanlah ada seorang pemuda jebolan pesantren dan bertekad melanjutkan pekerjaan para nabi yaitu menjadi penggiat dakwah. Dia sangat memahami hadits Rasulullah untuk menyampaikan walaupun hanya satu ayat. Ia merasa perlu untuk menyampaikan apa yang telah dipelajarinya di pesantren kepada umat, agar umat bisa mengetahui jalan yang benar dan bersama-sama menuju keridhaan Allah SWT.
- Menjadi pendakwah itu panggilan, karena tidak semua muslim bersedia untuk menyampaikan apa yang diketahuinya. Tidak semua muslim mampu berdiri di depan orang banyak menyampaikan kebenaran. Tidak semua muslim mau menyisihkan waktu mempelajari Al Quran dan hadits lalu mengajarkannya pada orang lain. Tidak semua muslim mau menjadi dai yang dianggap profesi yang susah kaya.... Mending jadi dokter, arsitek atau pebisnis sukses yang sudah jelas bisa ngasilin duit lebih banyak. Jadi pendakwah..??? mmmmm.... (mikir)
- Lanjut pada cerita anak muda di atas. Dia mulai meluruskan niat dan bertekad bahwa niatnya menjadi pendakwah semata-mata karena Allah Taala sehingga tak ingin aktivitasnya ternoda oleh amplop berisi uang yang diberikan sebagai balas jasa atas ceramah yang disampaikannya. Tapi sebagai manusia, dia butuh uang dan penghasilan tetap untuk hidup. Menerima uang sebagai balas jasa itu sama saja merendahkan diri baginya. Dia berharap bahwa balas jasa yang diterimanya hanya dari Allah seperti niatnya semula.
- Tapi bagaimana dengan kebutuhan hidupnya? Dia perlu makan, perlu berpakaian, perlu tempat tinggal bahkan butuh kendaraan untuk membantunya menuju tempat ceramah. Tapi semua itu butuh uang. Bagaimana kalau amplop berisi uang itu diterima saja? Toh niatnya tetap untuk Allah, amplop berisi uang itu juga rezeki dari Allah bukan?
Keperluan hidup versus tujuan hidup
- Bagi seorang da'i perbedaan antara tujuan hidup dan keperluan hidup itu sangat jelas. Keperluan hidup adalah semua yang dibutuhkan untuk hidup, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kendaraan, hubungan sosial dan berkeluarga. Tujuan hidupnya adalah meraih keridhaan Allah SWT melalui amal ibadahnya termasuk lewat aktivitas dakwah dan ceramahnya.
- Meski sangat paham bahwa rezeki sudah dijamin Allah, sang da'i pun tahu bahwa rezeki takkan datang lewat berpangku tangan, tapi wajib diupayakan dengan usaha. Usaha ini yang menjadi tanda tanya. Apakah boleh pendakwah itu dianggap profesi yang ngasilin duit untuk membiayai keperluan hidup? Atau mencari profesi lain sebagai penopang hidup tanpa harus berhenti jadi penggiat dakwah?
- Banyak pendakwah yang memilih pekerjaan sebagai usahawan, penjahit, usaha katering dan profesi penghasil uang lainnya untuk memenuhi keperluan hidupnya. Tapi tidak sedikit juga pendakwah yang menjadikan aktivitas dakwahnya sebagai profesi dan menentukan tarif sesuai durasi/lama ceramahnya. Beberapa diantaranya pun mengiklankan dirinya agar dipanggil ceramah pada kelompok pengajian atau majelis taklim tertentu, tentu saja dengan imbalan setelah ceramah selesai. Kalau imbalannya cocok, kalau diundang kali berikutnya semangat, tapi kalau imbalannya tak seindah harapan, ogah datang kalau diundang lagi.
Bolehkah pendakwah dijadikan profesi buat nyari rezeki?
- Bukan kapasitas saya untuk mengatakan BOLEH atau TIDAK BOLEH. Karena sekali lagi ini adalah pilihan hidup. Saya sangat menghargai mereka yang mengabdikan hidupnya di jalan dakwah, menyebarluaskan kebaikan dan mengajak pada kebenaran itu sangat mulia.
- Tapi saya punya pemikiran sendiri bahwa seorang penggiat dakwah, balasannya adalah dari Allah SWT. Idealismenya untuk lillahi taala harusnya makin kokoh dan tak tercemari hal-hal yang sifatnya duniawi.
- Bila setiap pendakwah memiliki sumber penghasilan sendiri dan tidak menjadikan pendakwah sebagai profesi untuk mencari nafkah, mencari materi, itu jauh lebih baik, alasannya :
# 1. LEBIH TERHORMAT
- Jika seorang pendakwah punya sumber penghasilan sendiri untuk memenuhi keperluan hidupnya selain dari infak umat, alangkah terhormatnya mereka. Mereka memikirkan umat tanpa harus jadi beban umat. Kehormatan mereka tetap terjaga, karena mereka ini mandiri secara ekonomi. Apalagi kalau kegiatan ekonominya mampu ditingkatkan dan ditangani secara profesional, diperlakukan sebagai sebuah bisnis yang serius maka hasilnya pun bisa lebih banyak dan leih bermanfaat bagi umat juga. Lewat bisnis tersebut menyerap tenaga kerja, memutar roda ekonomi dan memberdayakan umat.
- Mereka juga jauh lebih dihormati dan disegani oleh umat, karena paham bahwa tujuannya berdakwah karena Allah semata dan tak bersedia menerima amplop berisi uang. Bukan karena tak butuh tapi semata-mata memurnikan niat.
# 2. LEBIH FOKUS
- Bukan rahasia lagi kalau banyak pendakwah yang terlalaikan dari tujuan hidupnya untuk berdakwah karena fokus mencari materi (harta) agar dapat memenuhi keperluan hidupnya. Jadinya dia tidak fokus dengan isi ceramah dan materi yang disampaikannya, karena padatnya jadwal yang harus dipenuhinya dari undangan satu ke undangan lainnya demi "kejar setoran".
- Tapi jika seorang pendakwah bisa memenuhi keperluannya dari profesi lainnya, dia bisa lebih fokus memikirkan umat, bisa memperhatikan materi yang akan disampaikannya dan tak perlu harus lelah " mengejar setoran" dari satu acara ke acara lainnya. (baca : bagaimana Islam memandang rezeki dan harta)
# 3. TAK TERCEMARI NIATNYA.
- Menjadi penggiat dakwah itu niatnya harus lillahi taala, hanya karena Allah. Memurnikan niat ini yang perlu dijaga oleh setiap da'i. Kalau motif dakwah sudah tercemari oleh materi agak sulit mengharapkan isi ceramahnya berbobot. Karena kadang isi ceramah harus sesuai dengan pesanan alias kehendak si pemesan (pernah memperhatikan pendakwah yang ikut dalam kampanye calon yang ikut pilkada?). Sang pemesan berani membayar mahal yang penting materi ceramahnya harus mengajak orang memilih kandidat tertentu misalnya. Akhirnya ceramahnya jadi tak independen dan sepihak.
- Kalau punya penghasilan sendiri yang cukup, tak perlu pusing dengan imbalan jasa berupa materi yang dijanjikan / diberikan pihak pengundang. Berani menolak undangan yang memberi persyaratan tertentu meski berani memberi imbalan yang besar. Bukannya menolak rezeki, karena tidak ada rezeki yang bisa ditolak manusia. Karena niatnya berdakwah semata-mata mencari keridhaan Allah, bukan keridhaan manusia.
# 4. TAK PERLU MENJADI BEBAN
- Ada juga kecenderungan pendakwah yang berpikir bahwa dirinya toh sudah memikirkan umat, jadi umat juga harus balas memikirkan dirinya. Amplop berisi uang itu menjadi haknya karena dia telah memikirkan dan membantu permasalahan umat, lewat ceramahnya. Umat harusnya beruntung masih ada orang yang bersedia berdakwah seperti dirinya.
- Sadarkah kalau sebenarnya itu membuat dirinya menjadi beban umat? Rasulullah SAW bersabda, bahwa kalau ada seseorang yang keluar dari rumahnya untuk bekerja guna membiayai anaknya yang masih kecil, maka ia telah bekerja fi sabilillah. Jika ia bekerja untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itu fi sabilillah. Tapi apabila ia bekerja untuk pamer atau untuk bermegah-megahan maka itu fi sabilisyaithan alias mengikuti jalan syaitan.
- Bekerja untuk mencari nafkah, derajatnya sama dengan fi sabilillah. Tapi kalau menjadikan aktivitas dakwah demi mengejar materi dan membebankannya kepada umat itu tidak benar.
# 5. MAMPU MELIHAT PERMASALAHAN UMAT SECARA LEBIH BAIK.
- Permasalahan umat sangat beragam, sehingga pendakwah perlu menginventarisir duduk persoalan yang dihadapi masyarakat berdasarkan prioritas. Ibaratnya kita berada di kapal yang tenggelam, menyelamatkan penumpang kemudian mencari sumber kebocoran dan menanganinya itu lebih prioritas dibanding membereskan meja kursi yang berantakan karena kapal hendak karam atau sibuk menyelamatkan diri sendiri dan harta benda milik pribadi tanpa peduli penumpang lainnya lagi meregang nyawa berusaha bertahan hidup.
- Ada yang berpikir bahwa berdakwah dan mencari nafkah sama-sama perintah Allah dan rasul serta sama-sama pengabdian kepada Allah, maka apa salahnya dakwah dijadikan lahan penghidupan, sumber nafkah dan rezeki? Jika demikian maka pendakwah fokus pada pihak pengundang. Materi yang disampaikannya pun sudah tak imbang lagi, karena berdasarkan pesanan, berdasarkan keinginan pengundang. Kalau pihak pengundang tidak memuaskan, bakal kecewa dan ogah datang lagi. Permasalahan umat bukan masalahnya, itu urusan pemerintah, dia toh juga punya masalah dan kebutuhan yang harus dipenuhi sendiri.
- Belum lagi bagi mereka yang terlalaikan hidupnya dari tujuan utama untuk berdakwah tapi lebih banyak disibukkan dengan kegiatan non dakwah. Sibuk dengan bisnis, ikut bermain di kancah politik, sibuk dalam kegiatan sosial kelompok / golongan tertentu. Mereka berlindung dalam dalih bahwa ini juga bentuk dakwah yang lain. Benarkah? Banyak yang akhirnya melupakan aktivitas dakwah karena waktunya habis mengurusi hal lainnya.
- Rasulullah SAW pernah memboikot 3 orang ahli Badar ketika mereka dengan sengaja tidak ikut perang / jihad. Secara sosial mereka dikucilkan, salamnya tidak dijawab, keluarganya dipisahkan, sampai beberapa waktu bumi terasa jadi sempit bagi mereka. Mereka dikucilkan bukan karena tidak membayar zakat, bukan pula karena meninggalkan ibadah, tapi karena meninggalkan apa yang menjadi prioritas yang sangat mendesak kala itu.
KESIMPULAN.
- Menjadi pendakwah itu mulia. Anda menempatkan dakwah sejajar dengan mencari nafkah? Sesungguhnya kedua hal itu sangat berbeda dan tak bisa disamakan. Jadilah pendakwah yang terhormat serta dihormati umat. Letakkan kewibawaan anda sebagai abdi Allah yang menyampaikan risalahnya semata-mata karena Allah.
- Dakwah adalah kewajiban dan mencari nafkah juga keharusan. Jalan tengahnya, sukseskan keduanya, agar kita menjadi manusia yang paripurna. Mandiri secara ekonomi dan menyampaikan dakwah yang independen, tak tercemari hal-hal lainnya.
- Wallahu alam.
DISCLAIMER :
- Tulisan ini tidak ditujukan pada kelompok orang atau pribadi tertentu, tapi hanya pendapat pribadi saja.
0 Komentar untuk "Bolehkah Pendakwah Dijadikan Profesi Untuk Mencari Rezeki?"