Manusia Yang Ribut Soal Rezeki Adalah Manusia yang Tak Tahu Diri

Ribut-ribut soal rezeki

  • Kondisi ekonomi lagi sulit, harga-harga pada naik sementara gaji tetap, daya beli jadi menurun, kebutuhan makin banyak, itulah keluhan manusia modern saat ini. Mereka meributkan soal rezeki yang seret, rezeki yang kayaknya macet, rezeki yang makin menurun. Mereka mulai merasa putus asa dan bingung harus melakukan apa. Sampai ada yang bikin statement, "rezeki haram aja susah dicari apalagi yang halal ?" (baca : kenaikan harga dan kepastian akan rezeki Allah)
  • Betulkah rezeki kita terus menurun? Apa Allah sudah tak sayang sama kita lagi? Apa Allah menghukum kita? Apa Allah terus menerus memberi cobaan pada kita? Kok hidup tiap hari makin sulit? Kebutuhan makin banyak, anak istri banyak tuntutan, pekerjaan yang melelahkan tapi upahnya tak sepadan, harga bahan pokok meroket, jangankan sempat menikmati hiburan dan rekreasi beli sembako saja harus nyicil atau malah ngutang. Kapan pertolongan Allah datang?
  • Itulah ribut-ribut soal rezeki yang melanda manusia modern.
  • Pernah tidak anda memperhatikan banyaknya binatang melata yang kecil seperti ulat bulu pada gambar di bawah ini? Apa pernah dia meributkan rezekinya? Tidak bukan? Karena dia tahu bahwa fokusnya bukan meributkan rezeki karena semua itu sudah dijamin Allah. Dia hanya fokus pada tugasnya untuk selalu bertasbih padaNya.


Manusia terlalu banyak mengeluh.

  • Manusia yang ribut dengan rezeki adalah manusia yang tak tahu diri dan takk bersyukur. Kalau mereka meributkan soal rezeki artinya mereka meributkan biaya operasional kehidupannya. Sama seperti seorang bawahan yang diperintahkan oleh atasannya untuk melakukan tugas perjalanan dinas ke luar daerah. Bukannya memikirkan jenis tugas, lokasi penugasan, strategi melaksanakan tugas, mengirganisir personil, mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, tapi ia malah sibuk dengan perhitungan dan upaya mendapatkan perjalanan dinas yang lebih banyak, akomodasi plus bonus liburan dan oleh-oleh. Bagaimana jika kita yang menjadi atasannya? Jangankan memberikan biaya perjalanan, penugasannya mungkin akan kita batalkan.
  • Sama dengan kita manusia ciptaan Allah. Sudah jelas tugas manusia di bumi adalah untuk mengabdi kepada Allah. Lalu bukannya sibuk beribadah kita malah meributkan rezekiNya? Tidak cukup lah, kurang lah, macet lah, terhambat lah ! Seolah-olah kita hidup hanya untuk mencari rezekiNya, menerima rezeki itu, lalu mati, selesai !
  • Allah adalah Tuhan semesta alam. Alam manusia, alam semesta, alam fana dan alam akhirat yang kekal. Penciptaan mahluk tadinya tidak ada menjadi ada. Allah yang menciptakan kita, menetapkan jaminan pemeliharaan atas semua ciptaanNya (sama seperti kita memberi barang elektronik, pasti ada garansi dari pembuatnya, bukan?). Bentuk jaminan pemeliharaan ini adalah pasokan rezeki yang kontinu dan terus menerus. Sepanjang manusia berada dalam kontrak kehidupan dunia, sepanjang itu pula pasokan rezeki dariNya terus mengalir, sehingga rezeki itu built in package (paket yang sudah ada) dengan penciptaan manusia.


Bumi dan langit serta isinya adalah rezeki manusia.

  • Langit dengan segala aktivitas kosmosnya, bumi dengan bentang alam dan segala isinya, diciptakan Allah SWT sebagai alt produksi rezeki untuk umat manusia. Dengan demikian, langit, bumi dan isinya juga adalah rezeki kita. 
  • Coba perhatikan bagaimana terbentuknya hujan. Awalnya terjadi penguapan sumber-sumber air di atas permukaan bumi yang dipanaskan oleh sinar matahari. Lalu air berubah wujud menjadi gas dengan kandungan hidrogen dan oksigen lalu di bawa ke angkasa. Karena perbedaan suhu di ketinggian terjadilah proses kondensasi yaitu perubahan wujud dari gas menjadi titik-titik air. Pada ketinggian tertentu malah membeku, lalu kembali ke bumi dalam bentuk tetesan air hujan atau hujan es. Sesampainya di bumi air diserap oleh oase di padang pasir, ada yang mengalir di permukaan, ada yang menggenang menjadi danau, menyirami hutan, kebun, sawah dan ladang, mengaliri sungai sampai ke laut. 
  • Kemudian air ini dimanfaatkan oleh mahluk, mulai dari mahluk bersel satu hingga yang bertubuh raksasa, dari semut di daratan sampai plankton di lautan. Siklus ini terus terjadi dan menghidupkan bumi dan segala isinya. Di sanalah kita manusia memperoleh rezekinya, lewat buah-buahan, padi, palawija, serealia sampai hewan ternak untuk jadi makanan kita. Semua sudah tersedia bahkan sebelum kita lahir. (baca : mau rezeki berkah, bersyukurlah atas makanan kita)
  • Lalu nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (Q.S. Ar Rahman : 13). Hitunglah rezekimu dan berhentilah mengeluh !
  • Bumi ini adalah mahakarya Sang pencipta, karena itu sudah selayaknya kita bersyukur dan berterima kasih padaNya. Bukannya malah jadi hamba yang tak tahu diri dan terus meributkan rezekinya. Syukur akan menjadikan kita sadar akan kelemahan dan ketidakberdayaan kita sebagai hamba. Kita bukanlah apa-apa dibanding kekuasanNya, kita bukanlah siapa-siapa di hadapanNya, kita yang butuh Dia, bukan sebaliknya. Mestinya kesadaran ini menundukkan jiwa kita untuk melakukan sebuah penyerahan diri kepada Sang pencipta dan mewujudkan taqwa sebenar-benarnya padaNya.
Wallahu alam..

Related : Manusia Yang Ribut Soal Rezeki Adalah Manusia yang Tak Tahu Diri

0 Komentar untuk "Manusia Yang Ribut Soal Rezeki Adalah Manusia yang Tak Tahu Diri"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)