Pada zaman Nabi Muhammad saw., ada seorang cowok berjulukan Uwais AlQarni. Ia tinggal di negeri Yaman.
Ia seorang fakir dan yatim. Ia hidup bareng ibunya yang lumpuh dan buta.
Uwais Al-Qarni melakukan pekerjaan selaku penggembala domba. Hasil bisnisnya cuma cukup untuk makan ibunya.
Bila ada kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk menolong tetangganya yang hidup miskin. Uwais Al-Qarni dipahami anak yang taat beribadah dan patuh pada ibunya.
Ia seringkali puasa. Alangkah sedihnya hati Uwais Al-Qarni setiap menyaksikan tetangganya sering berjumpa dengan Nabi Muhammad saw., sedang ia sendiri belum pernah berjumpa dengannya.
Ketika mendengar Nabi Muhammad saw. giginya patah lantaran dilempari watu oleh musuhnya, Uwais Al-Qarni secepatnya menggetok giginya dengan watu hingga patah.
Hal ini dijalankan selaku ungkapan rasa cintanya terhadap Nabi Muhammmad saw. sekalipun ia belum pernah berjumpa dengan nabi.
Kerinduan Uwais Al-Qarni untuk menemui Nabi Muhammad saw. makin dalam. Hatinya senantiasa bertanya-tanya, kapankah ia sanggup berjumpa Nabi Muhammad saw. dan menatap wajah dia dari dekat?
Ia rindu mendengar bunyi Nabi saw., kerinduan lantaran iman. Pada suatu hari ia tiba mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan mohon izin terhadap ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah saw. di Madinah.
Ibu Uwais Al-Qarni terharu di saat mendengar tuntutan anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais Al-Qarni seraya berkata, “Pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila sudah berjumpa dengan nabi, segeralah engkau kembali pulang.”
Betapa bangga mendengar jawaban ibunya itu. Segera ia berkemas untuk berangkat dan berpesan terhadap tetangganya agar sanggup menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sembari mencium ibunya, berangkatlah Uwais Al-Qarni menuju Madinah.
Setelah ia mendapatkan rumah nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya.
Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi Muhammad saw. yang ingin dijumpainya. Namun ternyata nabi tidak berada di rumahnya, dia sedang berada di medan pertempuran.
Uwais Al-Qarni cuma sanggup berjumpa dengan Siti Aisyah ra., istri Nabi saw. Betapa kecewanya hati Uwais.
Dari jauh ia tiba untuk berjumpa eksklusif dengan Nabi saw., namun Nabi Muhammad saw. tidak sanggup dijumpainya.
Dalam hati Uwais bergolak perasaan ingin menanti berjumpa dengan nabi, sementara ia ingat pesan ibunya agar ia cepat pulang ke Yaman.
Akhirnya, lantaran ketaatannya terhadap ibunya, pesan ibunya mengalahkan bunyi hati dan kemauannya untuk menanti dan berjumpa dengan Nabi Muhammad saw.
Nabi pun pulang dari medan pertempuran. Sesampainya di rumah, Nabi Muhammad saw. menanyakan terhadap Siti Aisyah ra. mengenai orang yang mencarinya.
Siti Aisyah ra., menerangkan bahwa memang benar ada yang mencarinya, namun lantaran usang menunggu, ia secepatnya pulang kembali ke Yaman lantaran ibunya sudah renta dan sakit-sakitan sehingga ia tidak sanggup meninggalkan ibunya terlalu lama.
Nabi Muhammad saw. menerangkan bahwa orang itu yakni penghuni langit. Nabi menceritakan terhadap para sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia memiliki tanda putih di tengah talapak tangannya.”
Nabi menyarankan, “Apabila kalian berjumpa dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia yakni penghuni langit, bukan orang bumi.”
Waktu terus berganti. Suatu ketika, Khalifah Umar teringat akan sabda Nabi saw. mengenai Uwais Al-Qarni, penghuni langit.
Sejak di saat itu setiap ada khalifah yang tiba dari Yaman, Khalifah Umar ra. dan Ali ra. senantiasa menanyakan mengenai Uwais Al-Qarni.
Suatu hari rombongan kafilah itu pun tiba di Kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang gres tiba dari Yaman, secepatnya Khalifah Umar ra. dan Ali ra. mengunjungi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al-Qarni turut bareng mereka.
Rombongan kafilah itu menyampaikan bahwa Uwais Al-Qarni ada bareng mereka, dia sedang mempertahankan unta-unta mereka di perbatasan kota.
Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar ra. dan Ali ra. secepatnya pergi menjumpai Uwais Al-Qarni.
Sesampainya di kemah wilayah Uwais berada, Khalifah Umar ra. dan Ali ra. memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang salat.
Setelah mengakhiri salat- nya dengan salam, Uwais menjawab salam Khalifah Umar ra. dan Ali ra. sambil mendekati kedua teman dekat Nabi saw. ini dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar ra. dengan secepatnya membalikkan tangan Uwais, untuk menerangkan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, mirip yang pernah dibilang oleh Nabi saw.
Memang benar! Tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais Al-Qarni. Wajah Uwais Al-Qarni terlihat bercahaya.
Benarlah mirip sabda Nabi saw. bahwa dia itu yakni penghuni langit. Khalifah Umar ra. dan Ali ra. menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah.”
Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah.
Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al-Qarni”. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali ra. memohon agar Uwais membacakan doa dan istighfar untuk mereka.
Uwais enggan dan dia berkata terhadap Khalifah, “Sayalah yang mesti meminta doa pada kalian.”
Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata, “Kami tiba ke sini untuk mohon doa dan istighfar dari Anda.”
Uwais Al-Qarni karenanya berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu, Khalifah Umar ra. menyumbangkan duit negara dari Baitul Mal terhadap Uwais untuk jaminan hidupnya.
Namun Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon agar hari ini saja hamba dikenali orang.
Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak dikenali orang lagi.” Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni meninggal.
Anehnya, pada di saat akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebut untuk memandikan.
Saat mau dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang menanti untuk mengafaninya. Saat mau dikubur, sudah banyak orang yang siap menggali kuburannya.
Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, hebat banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Penduduk Kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “Siapakah bergotong-royong engkau, wahai Uwais Al-Qarni?
Bukankah Uwais yang kita kenal hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah selaku penggembala domba dan unta?
Tapi, di saat hari wafatmu, engkau menghebohkan penduduk Yaman dengan datangnya manusia-manusia asing yang B. PENTtidak pernah kami kenal.
Mereka tiba dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka yakni para malaikat yang diturunkan ke bumi, cuma untuk mengorganisir mayit dan pemakamanmu.”
Berita meninggalnya Uwais Al-Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi di saat wafatnya sudah tersebar ke mana-mana.
Baru di saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa bergotong-royong Uwais Al-Qarni.
Selama ini tidak ada orang yang mengenali siapa bergotong-royong Uwais Al-Qarni disebabkan usul Uwais AlQarni sendiri terhadap Khalifah Umar ra. dan Ali ra. agar merahasiakan mengenai dia.
Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang sudah disabdakan oleh Nabi Muhammad saw., bahwa Uwais Al-Qarni yakni penghuni langit. (HR. Muslim dari Ishak bin Ibrahim, dari Muaz bin Hisyam, dari ayahnya, dari qatadah, dari zurarah, dari sair bin Jabir)
Menghormati orang renta sungguh ditekankan dalam Islam. Banyak ayat di dalam al-Qur’an yang menyatakan bahwa segenap mukmin mesti berbuat baik dan menghormati orang tua.
Selain menyeru untuk beribadah terhadap Allah Swt. semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, al-Qur’an juga menegaskan terhadap umat Islam untuk menghormati kedua orang tuanya.
Sebagai muslim yang baik, pastinya kita memiliki keharusan untuk berbakti terhadap orang renta kita baik ibu maupun ayah.
Agama Islam mengajarkan dan mengharuskan kita selaku anak untuk berbakti dan taat terhadap ibu maupun ayah.
Taat dan berbakti terhadap kedua orang renta yakni perilaku dan perbuatan yang terpuji. Sebagaimana sudah diterangkan bahwa Allah Swt. mengutus terhadap umat insan untuk menghormati orang tua.
Dalil-dalil mengenai perintah Allah Swt. tersebut antara lain:
Artinya:
“Dan Tuhanmu sudah mengutus agar kau jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik terhadap ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya hingga berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau menyampaikan terhadap keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan uapkanlah terhadap keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan sarat kasih sayang dan uapkanlah, “Wahai Tuhanku Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua sudah mendidik saya pada waktu keil.” (Q.S. al-Isra’/17: 2-24)
Orang yang berbakti terhadap orang renta doanya akan lebih mudah dikabulkan oleh Allah Swt.
Apalagi seorang anak mau melakukan atau menginginkan sesuatu. Seperti, mencari ilmu, mendapatkan pekerjaan, dan lain sebagainya, yang terpenting yakni meminta restu kedua orang tuanya.
Dalam suatu hadis disebutkan:
Artinya: “Rida Allah terletak pada rida orang tua, dan marah Allah terletak pada kemurkaan orang tua.” (HR. Baihaqi).
Artinya: “Aku mengajukan pertanyaan terhadap Nabi saw., “Amalan apakah yang paling diintai oleh Allah Swt.” Beliau menjawab, “Salat pada waktunya.” Aku berkata, “Kemudian apa” Beliau menjawab, “Berbakti terhadap orang tua.” Aku berkata, “Kemudian apa” Beliau menjawab, “Kemudian jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari).
Perlu ditegaskan kembali, bahwa birrul walidain (berbakti terhadap kedua orang tua), tidak cuma sekadar berbuat ihsan (baik) saja.
Akan tetapi, birrul walidain memiliki bakti’. Bakti itu pun bukanlah jawaban yang setara kalau dibandingkan dengan kebaikan yang sudah diberikan orang tua. Namun setidaknya, berbakti sudah sanggup mengelompokkan pelakunya selaku orang yang bersyukur.
Pertama : Menaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat. Kedua : Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua.
Ketiga : Membantu atau menolong orang renta bila mereka membutuhkan. Tentu saja, keharusan kita untuk berbakti terhadap kedua orang renta dan guru bukan tanpa alasan. Penjelasan di atas merupakan argumentasi betapa pentingnya kita berbakti terhadap kedua orang renta dan guru.
Adapun pesan yang tersirat yang sanggup diambil dari berbakti terhadap kedua orang renta dan guru, antara lain mirip berikut.
- Berbakti terhadap kedua orang renta merupakan amal yang paling utama.
- Apabila orang renta kita ri«a atas apa yang kita perbuat, Allah Swt. pun rida.
- Berbakti terhadap kedua orang renta sanggup menetralisir kesusahan yang sedang dialami, yakni dengan cara bertawasul dengan amal saleh tersebut.
- Berbakti terhadap kedua orang renta akan diluaskan rezeki dan dipanjangkan umur. 5. Berbakti terhadap kedua orang renta sanggup mengakibatkan kita dimasukkan ke jannah (surga) oleh Allah Swt.
Guru yakni orang yang mengajarkan kita banyak sekali ilmu wawasan dan mendidik kita sehingga menjadi orang yang mengetahui dan dewasa.
Setinggi pangkat atau kedudukan seseorang, tetaplah ia seorang pelajar yang berhutang kecerdikan terhadap guru yang pernah mendidiknya dahulu. Guru yakni orang yang mengenali ilmu (alim/ulama), dialah orang yang takut terhadap Allah Swt.
Artinya: “Dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dan hewan-hewan ternak ada yang bermaam-maam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah Swt. yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Swt. Mahaperkasa, Maha engampun.” (Q.S. Fatir/5: 28)
Guru yakni pewaris para nabi. Karena lewat guru, wahyu atau ilmu para nabi diteruskan terhadap umat manusia.
Imam Al-Gazali mengkhususkan guru dengan sifat-sifat kesucian, kehormatan, dan penempatan guru eksklusif sesudah kedudukan para nabi.
Beliau juga menegaskan bahwa: “Seorang yang cerdik dan kemudian melakukan pekerjaan dengan ilmunya itu, maka dialah yang dinamakan besar di bawah kolong langit ini, ia yakni menyerupai matahari yang menyoroti orang lain dan menahayai dirinya sendiri, menyerupai minyak kesturi yang baunya dirasakan orang lain dan ia sendiri pun harum.
Siapa yang berkerja di bidang pendidikan, maka sesungguhnya ia sudah menegaskan pekerjaan yang terhormat dan yang sungguh penting, maka hendaknya ia memelihara budbahasa dan sopan satun dalam tugasnya ini.
” Penyair Syauki sudah mengakui pula nilainya seorang guru dengan kata-kata selaku berikut: “Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu nyaris saja merupakan seorang rasul.”
Guru yakni bapak rohani bagi seorang murid, merupakan yang menampilkan sajian jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak, dan membimbingnya.
Maka, menghormati guru memiliki arti penghargaan terhadap bawah umur kita, dengan guru itulah, mereka hidup dan berkembang.
Sesuai dengan ketinggian derajat dan martabat guru, tak mengherankan kalau para ulama sungguh menghormati guru-guru mereka.
Cara mereka menampilkan penghormatan terhadap gurunya antara lain selaku berikut.
- Mereka rendah hati terhadap gurunya, walaupun ilmu sudah lebih banyak dibandingkan dengan gurunya
- Mereka menaati setiap kode serta panduan guru. Misalnya seorang pasien yang tidak tahu apa-apa mengenai penyakitnya dan cuma mengikut kode seorang dokter pakar yang mahir.
- Mereka juga senantiasa berkhidmat untuk guru-guru mereka dengan menginginkan jawaban pahala serta kemuliaan di segi Allah Swt.
- Mereka menatap guru dengan perasaan sarat hormat dan ta’zim (memuliakan) serta memercayai kesempurnaan ilmunya. Ini lebih menolong pelajar untuk menerima faedah dari apa yang disampaikan guru mereka.
Berdasarkan uraian di atas, betapa pentingnya menghormati guru. Dengan menghormati guru, kita akan mendapatkan banyak sekali keuntungan, antara lain selaku berikut.
- Ilmu yang kita temukan akan menjadi berkah dalam kehidupan kita.
- Akan lebih mudah mendapatkan pelajaran yang disampaikannya.
- Ilmu yang diperoleh dari guru akan menjadi faedah bagi orang lain.
- Akan senantiasa didoakan oleh guru.
- Akan menenteng berkah, membuat lebih mudah urusan, dianugerahi lezat yang lebih dari Allah Swt.
- Seorang guru tidak senantiasa di atas muridnya. Ilmu dan keunggulan itu merupakan anugerah Allah Swt. akan menampilkan anugerah-Nya terhadap orang-orang yang dikehendaki-Nya.
Ada banyak cara untuk berbakti terhadap orang tua, di antaranya yakni mirip berikut.
- Berbakti dengan melakukan hikmah dan perintah yang bagus dari keduanya.
- Merawat dengan sarat keikhlasan dan keteguhan terlebih kalau keduanya sudah renta dan pikun.
- Merendahkan diri, kasih sayang, berkata halus dan sopan, serta mendoakan keduanya.
- Rela berkorban untuk orang tuanya Rasulullah saw. bersabda: “Ada seorang pria tiba terhadap nabi dan mengajukan pertanyaan “Sesungguhnya saya memiliki harta sedang orang tuaku membutuhkannya.” Nabi menjawab: “Engkau dan hartamu yakni milik orang tuamu lantaran sesungguhnya anak-anakmu yakni sebaik mungkin usahamu. Karena itu, makanlah dari jerih payah anak-anakmu itu.” (H.R Abu Daud dan Ibnu Majah)
- Meminta kerelaan orang renta di saat akan berbuat sesuatu.
- Berbuat baik terhadap orang tua, walaupun ia berbuat aniaya. Maksudnya anak dihentikan menyinggung perasaan orang tuanya walaupun ia sudah menyakiti anaknya. Jangan sekali-kali seorang anak berbuat tidak baik atau membalas ketidakbaikan keduanya. Allah Swt. tidak me-ridai-nya hingga orang renta itu me-ridai-nya.
Berbakti terhadap orang renta tidak cuma kita laksanakan di saat orang renta masih hidup. Berbakti terhadap orang renta juga sanggup kita laksanakan meski orang renta sudah meninggal.
Dalam hadis diterangkan bahwa: “Kami pernah berada pada suatu majelis bareng nabi, seorang mengajukan pertanyaan terhadap Rasulullah: wahai Rasulullah, apakah ada sisa kebajikan yang sanggup saya perbuat sesudah kedua orang tuaku meninggal dunia”
Rasulullah bersabda: “ada empat hal: mendoakan dan memintakan ampun untuk keduanya, menempati/melaksanakan akad keduanya, memuliakan teman-teman kedua orang tua, dan bersilaturrahmi yang engkau tiada mendapatkan kasih sayang keuali lantaran kedua orang tua.”
Beberapa hal yang sanggup kita laksanakan untuk berbakti terhadap orang renta yang sudah meninggal yakni mirip berikut.
- Merawat mayit dengan cara memandikan, mengafankan, menyalatkan, dan menguburkannya.
- Melaksanakan wasiat dan menyelesaikan hak Adam yang ditinggalkannya (utang atau perjanjian dengan orang lain yang masih hidup).
- Menyambung tali silaturahmi terhadap saudara dan teman-teman dekatnya atau memuliakan teman-teman kedua orang tua.
- Melanjutkan kesempatan luhur yang dirintisnya atau menepati akad kedua orang tua.
- Mendoakan orang renta yang sudah tiada dan memintakan ampun terhadap Allah Swt. dari segala dosa orang renta kita.
Banyak cara yang sanggup dijalankan seorang siswa dalam rangka berakhlak terhadap guru, di antaranya yakni selaku berikut.
- Menghormati dan memuliakannya, serta mengikuti nasihatnya.
- Mengamalkan ilmunya dan membaginya terhadap orang lain.
- Tidak melawan, menipu, dan membuka diam-diam guru.
- Memuliakan keluarga dan teman dekat karib guru.
- Murid mesti mengikuti sifat guru yang bagus akhlak, tinggi ilmu dan keahlian, berwibawa, santun dan penyayang.
- Murid mesti mengagungkan guru dan meyakini kesempurnaan ilmunya. Orang yang sukses hingga menjadi ilmuwan besar, sama sekali dihentikan berhenti menghormati guru.
- Menghormati dan senantiasa mengenangnya, walaupun sudah wafat.
- Bersikap sabar terhadap perlakuan antusias atau tabiat buruk guru. Hendaknya berupaya untuk memaafkan perlakuan kasar, turut mendoakan keamanan guru.
- Menunjukkan rasa berterima kasih terhadap anutan guru. Melalui itulah ia mengenali apa yang mesti dijalankan dan dihindari.
- Sopan di saat berhadapan dengan guru, misalnya; duduk dengan tawadu’, tenang, diam, posisi duduk sedapat mungkin berhadapan dengan guru, menyimak perkataan guru sehingga tidak menghasilkan guru mengulangi perkataan.
- Tidak dibenarkan berpaling atau menoleh tanpa kebutuhan jelas, utamanya di saat guru mengatakan kepadanya.
- Berkomunikasi dengan guru secara santun dan lemah-lembut.
Mustahdi dan Mustakim. 2017. Pendidikan Agama Islam. Kemendikbud
0 Komentar untuk "Materi Pai Xi Cuilan 8 Menghormati Dan Mengasihi Orang Bau Tanah Dan Guru"