A. PENTINGNYA PERILAKU TOLERANSI
Toleransi sungguh penting dalam kehidupan manusia, baik dalam berbicara maupun dalam berperilaku laku.
Dalam hal ini, toleransi memiliki arti menghormati dan menimba ilmu dari orang lain, menghargai perbedaan, menjembatani kesenjangan di antara kita sehingga tercapai kesamaan sikap.
Toleransi ialah permulaan dari sikap menerima bahwa perbedaan bukanlah suatu hal yang salah, justru perbedaan mesti dihargai dan dipahami selaku kekayaan.
Misalnya, perbedaan ras, suku, agama, watak istiadat, cara pandang, perilaku, pendapat.
Dengan perbedaan tersebut, diperlukan insan sanggup memiliki sikap toleransi terhadap segala perbedaan yang ada, dan berupaya hidup rukun, baik individu dan individu, individu dan kalangan masyarakat, serta kalangan penduduk dan kalangan penduduk yang yang lain Terkait pentingnya toleransi, Allah Swt. memastikan dalam firman-Nya selaku berikut.
“Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya (al-Qur’an), dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu lebih mengenali wacana orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Yunus/1: 4)
“Dan kalau mereka (tetap) mendustakanmu (Muhammad), maka katakanlah, Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu tidak bertanggung jawab terhadap apa yang saya laksanakan dan saya pun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kau kerjakan.” (Q.S. Yunus/1: 41)
Q.S. Yunus/1: 4 Allah Swt. menerangkan bahwa setelah Nabi Muhammad saw. berdakwah, ada orang yang beriman terhadap al-Qur’an dan mengikutinya serta menerima faedah dari risalah yang disampaikan, namun ada juga yang tidak beriman dan mereka mati dalam kekafiran.
Pada Q.S. Yunus/1: 41 Allah Swt. menampilkan penegasan terhadap rasul-Nya, bahwa kalau mereka mendustakanmu, katakanlah bahwa bagiku pekerjaanku, dan bagi kalian pekerjaan kalian, kalian berlepas diri dari apa yang saya laksanakan dan saya berlepas diri terhadap apa yang kalian kerjakan.
Allah Swt. Mahaadil dan tidak pernah §alim, bahkan Dia memberi terhadap setiap insan sesuai dengan apa yang diterimanya.
Dari klarifikasi ayat tersebut sanggup ditarik kesimpulan hal-hal berikut.
a. Umat insan yang hidup setelah diutusnya Nabi Muhammad saw. terbagi menjadi 2 golongan. Dua golongan umat itu yang pertama yakni golongan ada umat yang beriman terhadap kebenaran kerasulan dan kitab suci yang disampaikan Nabi Muhammad saw. kedua yakni golongan umat yang mendustakan kerasulan Nabi Muhammad saw. dan tidak beriman terhadap al-Qur’an.
b. Allah Swt. Maha Mengetahui sikap dan sikap orang-orang beriman yang selama hidup di dunia selalu bertaqwa kepada-Nya, begitu pula orang kafir yang tidak beriman kepada-Nya.
c. Orang beriman mesti tegas dan berpendirian teguh atas keyakinannya. Ia tegar walaupun hidup di tengah-tengah orang yang berlainan kepercayaan dengan dirinya.
Ayat di atas juga menerangkan perlunya menghargai perbedaan dan toleransi. Cara menghargai perbedaan dan toleransi antara lain tidak mengusik kesibukan keagamaan orang lain.
Rasulullah saw. bersabda: Artinya: Dari Ibn Umar ra. Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, “Sebaik-baik sobat di sisi Allah Swt. yakni yang paling baik di antara mereka terhadap sesama saudaranya. Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah Swt. yakni yang paling baik di antara mereka terhadap tetangganya.” (H.R. Attirmizi)
B. MENGHINDARI TINDAK KEKERASAN
Manusia dianugerahi oleh Allah Swt. berupa nafsu. Dengan nafsu tersebut, insan sanggup mencicipi benci dan cinta.
Dengannya pula insan bisa melakukan persahabatan dan permusuhan. Dengannya pula insan bisa meraih kebahagiaan ataupun kesengsaraan.
Hanya nafsu yang sudah sukses dijinakkan oleh nalar saja yang hendak bisa menghantarkan insan terhadap kemuliaan.
Namun sebaliknya, kalau nafsu di luar kontrol akal, pasti akan menjerumuskan insan ke dalam jurang kesengsaraan dan kehinaan.
Permusuhan berasal dari rasa benci yang dimiliki oleh setiap manusia. Sebagaimana cinta, benci pun berasal dari nafsu yang mesti bertumpu di atas pondasi akal.
Permusuhan di antara insan kadang kala lantaran kedengkian pada hal-hal duniawi seumpama pada permasalahan Qabil dan Habil ataupun pada dongeng Nabi Yusuf as. dan saudara-saudaranya.
Terkadang pula permusuhan dikarenakan dasar ideologi dan kepercayaan yang berbeda. Akhir-akhir ini sering sekali tindak kekerasan disebabkan oleh pengertian dan kepercayaan yang berbeda.
Karena perbedaan kepercayaan dan pemahaman, banyak orang yang memaki dan rampung dengan kekerasan. Islam melarang sikap kekerasan terhadap siapa pun.
Allah Swt. berfirman:
"Oleh lantaran itu Kami menentukan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa ba-rangsiapa membunuh seseorang, bukan lantaran orang itu membunuh orang lain (qisas), atau bukan lantaran berbuat kerusakan di bumi, maka seperti beliau sudah membunuh semua manusia.
Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seperti beliau sudah memelihara kehidupan semua manusia.
Sesungguhnya rasul-rasul Kami sudah tiba terhadap mereka dengan (membawa) keteranganketerangan yang jelas. Tetapi lalu banyak di antara mereka setelah itu melebihi batas di bumi.” (Q.S. al-Maidah/5: 2)
Allah Swt. menerangkan dalam ayat ini, bahwa setelah insiden pembunuhan Qabil terhadap Habil, Allah Swt. menentukan suatu aturan bahwa membunuh seorang manusia, sama dengan membunuh seluruh manusia.
Begitu juga menyelamatkan kehidupan seorang manusia, sama dengan menyelamatkan seluruh manusia.
Ayat ini menyinggung suatu prinsip sosial di mana penduduk bagaikan suatu tubuh, sedangkan individu-individu penduduk ialah anggota badan tersebut.
Apabila suatu anggota badan sakit, maka anggota badan yang yang lain pun ikut mencicipi sakit.
Begitu juga apabila seseorang berani mencemari tangannya dengan darah orang yang tak berdosa, maka pada hakikatnya beliau sudah membunuh manusiamanusia lain yang tak berdosa.
Dari sisi tata cara penciptaan manusia, terbunuhnya Habil sudah menyebabkan hancurnya generasi besar suatu masyarakat, yang hendak tampil dan lahir di dunia ini.
Al-Qur’an menampilkan perhatian sarat terhadap peran serta jiwa insan dan menilai membunuh seorang manusia, sama dengan membunuh suatu masyarakat.
Pengadilan di negara-negara tertentu menjatuhkan sanksi qisas, yakni membunuh orang yang sudah membunuh. Di Indonesia juga pernah dilaksanakan sanksi mati bagi para pembunuh.
Dalam Q.S. al-Maidah/5: 2 terdapat tiga pelajaran yang sanggup dipetik.
a. Nasib kehidupan insan sepanjang sejarah memiliki kaitan dengan orang lain. Sejarah kemanusiaan ialah mata rantai yang saling berhubungan. Oleh lantaran itu, terputusnya suatu mata rantai akan membuat musnahnya sejumlah besar umat manusia.
b. Nilai suatu pekerjaan berhubungan dengan tujuan mereka. Pembunuhan seorang insan dengan maksud jahat ialah pemusnahan suatu masyarakat, namun keputusan pengadilan untuk melakukan sanksi terhadap seorang pembunuh dalam rangka qisas ialah sumber kehidupan masyarakat.
c. Mereka yang memiliki pekerjaan yang bermitra dengan evakuasi jiwa manusia, seumpama dokter, perawat, atau polisi mesti memahami nilai pekerjaan mereka.
Menyembuhkan atau menyelamatkan orang yang sakit dari maut bagaikan menyelamatkan suatu penduduk dari kehancuran.
Tugas kita bareng yakni mempertahankan ketenteraman hidup dengan cara mencintai, orang-orang yang berada di sekeliling kita.
Artinya, kita dihentikan melakukan perilakuperilaku yang sanggup merugikan orang lain, tergolong menyakiti dan melakukan langkah-langkah kekerasan.
Di Indonesia ada aturan yang menertibkan pelarangan melakukan tindak kekerasan, tergolong kekerasan terhadap anak dan anggota keluarga, umpamanya UU No. 23 Tahun 2002 dan UU No. 23 Tahun 2004.
0 Komentar untuk "Materi Pai Xi Belahan 11 Toleransi Selaku Alat Pemersatu Bangsa"