Utang-piutang yakni menyerahkan harta dan benda terhadap seseorang dengan catatan akan dikembalikan pada waktu kemudian.
Tentu saja dengan tidak merubah keadaannya. Misalnya utang Rp100.000,00 di lalu hari mesti melunasinya Rp100.000,00. Memberi utang terhadap seseorang mempunyai arti menolongnya dan sungguh disarankan oleh agama.
Rukun utang-piutang ada tiga, yaitu:
1. Yang berpiutang dan yang berutang,
2. Ada harta atau barang,
3. Lafadz kesepakatan. Misal: “Saya utangkan ini kepadamu.” Yang berutang menjawab, “Ya, saya utang dulu, beberapa hari lagi (sebutkan dengan jelas) atau kalau sudah punya akan saya lunasi.”
Untuk menyingkir dari kericuhan di lalu hari, Allah Swt. menyarankan mudah-mudahan kita mencatat dengan baik utang-piutang yang kita lakukan.
Jika orang yang berutang tidak sanggup melunasi sempurna pada waktunya lantaran kesulitan, Allah Swt. merekomendasikan memberinya kelonggaran.
Artinya: “Dan kalau (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggat waktu tenggang hingga dia menemukan kelapangan. Dan kalau kau menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, kalau kau mengetahui..” (Q.S. al-Baqarah/2: 28)
Apabila orang mengeluarkan duit utangnya dengan menampilkan keistimewaan atas kemauannya sendiri tanpa perjanjian sebelumnya, keistimewaan tersebut halal bagi yang berpiutang, dan merupakan sebuah kebaikan bagi yang berutang.
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik kamu, merupakan yang sebaik mungkin dikala mengeluarkan duit utang.” (sepakat luar biasa hadis).
Abu Hurairah ra. berkata, ”Rasulullah saw. sudah berutang hewan, lalu dia bayar dengan binatang yang lebih besar dari binatang yang dia utang itu, dan Rasulullah saw. bersabda, ”Orang yang paling baik di antara kau merupakan orang yang sanggup mengeluarkan duit utangnya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik kamu, merupakan yang sebaik mungkin dikala mengeluarkan duit utang.” (sepakat luar biasa hadis).
Abu Hurairah ra. berkata, ”Rasulullah saw. sudah berutang hewan, lalu dia bayar dengan binatang yang lebih besar dari binatang yang dia utang itu, dan Rasulullah saw. bersabda, ”Orang yang paling baik di antara kau merupakan orang yang sanggup mengeluarkan duit utangnya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Bila orang yang berpiutang meminta komplemen pengembalian dari orang yang melunasi utang dan sudah disepakati bareng sebelumnya, hukumnya tidak boleh.
Tambahan pelunasan tersebut tidak halal alasannya yakni tergolong riba. Rasulullah saw. berkata “Tiap-tiap piutang yang mengambil faedah maka ia semaam dari beberapa maam riba.” (HR. Baihaqi)
Tentu saja dengan tidak merubah keadaannya. Misalnya utang Rp100.000,00 di lalu hari mesti melunasinya Rp100.000,00. Memberi utang terhadap seseorang mempunyai arti menolongnya dan sungguh disarankan oleh agama.
Rukun utang-piutang ada tiga, yaitu:
1. Yang berpiutang dan yang berutang,
2. Ada harta atau barang,
3. Lafadz kesepakatan. Misal: “Saya utangkan ini kepadamu.” Yang berutang menjawab, “Ya, saya utang dulu, beberapa hari lagi (sebutkan dengan jelas) atau kalau sudah punya akan saya lunasi.”
Untuk menyingkir dari kericuhan di lalu hari, Allah Swt. menyarankan mudah-mudahan kita mencatat dengan baik utang-piutang yang kita lakukan.
Jika orang yang berutang tidak sanggup melunasi sempurna pada waktunya lantaran kesulitan, Allah Swt. merekomendasikan memberinya kelonggaran.
Artinya: “Dan kalau (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggat waktu tenggang hingga dia menemukan kelapangan. Dan kalau kau menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, kalau kau mengetahui..” (Q.S. al-Baqarah/2: 28)
Apabila orang mengeluarkan duit utangnya dengan menampilkan keistimewaan atas kemauannya sendiri tanpa perjanjian sebelumnya, keistimewaan tersebut halal bagi yang berpiutang, dan merupakan sebuah kebaikan bagi yang berutang.
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik kamu, merupakan yang sebaik mungkin dikala mengeluarkan duit utang.” (sepakat luar biasa hadis).
Abu Hurairah ra. berkata, ”Rasulullah saw. sudah berutang hewan, lalu dia bayar dengan binatang yang lebih besar dari binatang yang dia utang itu, dan Rasulullah saw. bersabda, ”Orang yang paling baik di antara kau merupakan orang yang sanggup mengeluarkan duit utangnya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Apabila orang mengeluarkan duit utangnya dengan menampilkan keistimewaan atas kemauannya sendiri tanpa perjanjian sebelumnya, keistimewaan tersebut halal bagi yang berpiutang, dan merupakan sebuah kebaikan bagi yang berutang.
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik kamu, merupakan yang sebaik mungkin dikala mengeluarkan duit utang.” (sepakat luar biasa hadis).
Abu Hurairah ra. berkata, ”Rasulullah saw. sudah berutang hewan, lalu dia bayar dengan binatang yang lebih besar dari binatang yang dia utang itu, dan Rasulullah saw. bersabda, ”Orang yang paling baik di antara kau merupakan orang yang sanggup mengeluarkan duit utangnya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Bila orang yang berpiutang meminta komplemen pengembalian dari orang yang melunasi utang dan sudah disepakati bareng sebelumnya, hukumnya tidak boleh.
Tambahan pelunasan tersebut tidak halal alasannya yakni tergolong riba. Rasulullah saw. berkata “Tiap-tiap piutang yang mengambil faedah maka ia semaam dari beberapa maam riba.” (HR. Baihaqi)
0 Komentar untuk "Sebutkan Rukun Utang-Piutang!"