Materi Pai Xii Potongan 4 Bersatu Dalam Keanekaragaman Dan Demokrasi

Di dalam al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang berisi pesan-pesan mulia ihwal bersikap demokratis, ihwal musyawarah dan toleransi dalam perbedaan.

Sebelum diterangkan isi kandungannya, semestinya baca apalagi dulu Q.S. ali-Imran/3:1159 di bawah iini dengan tartil, kemudian dihafal!
Artinya:
"Mka disebabkan rahmat dari Allah-lah kau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kau sudah membulatkan tekad, maka bertawakkallah terhadap Allah. Sesungguhnya Allah menggemari orang-orang yang bertawakal kepada-Nya."

Penerapan tajwid:

Arti Kosakata Baru:

Asbabun Nuzul
Sebab-sebab turunnya ayat 159 surat ali-Imran ini terhadap Nabi Muhammad saw sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abas r.a.,

Ibnu Abas r.a. menerangkan bersamaan setelah terjadi perang Badar, Rasulullah mengadakan musyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khattab r.a. untuk meminta rekomendasi mereka ihwal para tawanan perang Badar.

Abu Bakar berpendapat, mereka semestinya dikembalikan terhadap keluarga mereka dan keluarga mereka mengeluarkan duit tebusan.

Namun Umar bin Khattab berpendapat, mereka semestinya dibunuh dan yang diperintah membunuh yakni keluarga mereka.

Rasulullah saw kesusahan dalam memutuskan, kemudian turun ayat 159 surat ali-Imran ini selaku sumbangan atas rekomendasi Abu Bakar r.a. (HR. Kalabi).

Ayat di atas menerangkan bahwa walaupun dalam kondisi genting, seumpama terjadinya pelanggaran yang dilaksanakan oleh sebagian kaum muslimin dalam perang Uhud sehingga mengakibatkan kaum muslimin menderita kekalahan, tetapi Rasulullah tetap lemah lembut dan tidak murka terhadap para pelanggar, bahkan memaafkan dan memohonkan ampun untuk mereka.

Seandainya Rasulullah bersikap keras, pasti merka akan meletakkan benci terhadap beliau.

Dalam pergaulan sehari-hari, dia juga selalu memberi maaf terhadap orang yang berbuat salah serta memohonkan ampun terhadap Allah Swt terhadap kesalahan-kesalahan mereka.

Disamping itu, Rasulullah juga selalu bermusyawarah dengan para sahabatnya ihwal hal-hal yang penting, khususnya dalam problem peperangan.

Oleh lantaran itu, kaum muslimin patuh terhadap keputusanyang diperoleh tersebut, lantaran merupakan keputusan mereka bareng Rasulullah saw.

Mereka tetap berjuang dengan tekad yang bundar d jalan Allah Swt.

Keluhuran budi Rasulullah saw inilah yang memukau simpati orang lain, tidak cuma mitra bahkan musuh pun menjadi kesengsem sehingga mau masuk Islam.

Dalam ayat di atas tertera tiga sifat dan perilaku yang secara berurutan disebut dan ditugaskan untuk dilaksanakan sebelum bermusyawarah, yakni lemah lembut, tidak kasar, dan tidak berhati keras.

Messkipun ayat tersebut mengatakan dalam konteks perang uhud tetapi esensi sifat-sifat tersebut mesti dimiliki dan diterapkan oleh setiap muslim, khususnya ketika hendak bermusyawarah.

Sedangkan perilaku yang mesti diambil setelah bermusyawarah yakni memberi maaf terhadap semua akseptor musyawarah, apapun bentuk kesalahannya.

Jika semua akseptor musyawarah bersikap "memaafkan" maka yang terjadi yakni saling memaafkan.

Dengan demikian, diperlukan tidak ada lagi sakit hati atau denda yang berkesinambungan di luar musyawarah, baik lantaran pendapatnya tidak diakomodasi atau lantaran alasannya yakni lain.

Dalam al-Qur'an terdapat banyak ayat yang mengatakan ihwal nilai-nilai dalam demokrasi seumpama dalam Firman Allah Swt di dalam Q.S. al-Isra/17:70, Q.S. al-Baqarah/2:30, Q.S. al-Hujirit/49:13, Q.S. asy-Syura/42:38 serta banyak sekali surat lain.

Inti dari semua ayat tersebut membicarakan bagaimana menghargai perbedaan, keleluasaan berkehendak, menertibkan musyawarah dan lain sebagainya yang merupakan unsur-unsur dalam demokrasi.

Disamping ayat-ayat tersebut, banyak juga hadis Rasulullah yang mengisyaratkan pentingnya demokrasi, lantaran dia dimengerti selaku pemimpin yang paling demokratis

Diantaranya yakni hadis yang memastikan bahwa dia yakni orang yang paling suka bermuyawarah dalam banyak hal, seumpama hadis berikut:


Selama ini demokrasi diidentikan dengan syura dalam Islam lantaran danya titik persamaan diantara keduanya.

Untuk menyaksikan lebih terang titik persamaan tersebut, perlu kita lihat jati diri masing-masing dari keduanya.

Secara kebahasaan, demokrasi terdiri atas dua rangkaian kata yakni "demos" yang bermakna rakyat dan "cratos" yang bermakna kekuasaan.

Secara istilah, kata demokrasi ini sanggup ditinjau dari dua sisi makna.

Peratama, demokrasi dipahami selaku suatu rancangan yang meningkat dalam kehidupan politik pemerintah, yakni di dalamnya terdapat penolakan terhadap adanya kekuasaan yang terfokus pada satu orang dan mengharapkan peletakan kekuasaan di tangan orang banyak (rakyat) baik secara eksklusif maupun dalam perwakilan.

Kedua, demokrasi dimaknai selaku suatu rancangan yang menghargai hak-hak dan kesanggupan individu dalam kehidupan bermasyarakat.

Dari definisi ini sanggup dipahami bahwa perumpamaan demokrasi mulanya meningkat dalam dimensi politik yang tidak sanggup dihindari.

Secara historis, perumpamaan demokrasi memang berasal dari Barat. Namun jikalau menyaksikan dari sisi makna, kandungan nilai-nilai yang ingin diperjuangkan oleh demokrasi itu sendiri sebetulnya merupakan tanda-tanda dan impian kemanusiaan secara universal (umum, tanpa batas agama maupun etnis).

Menurut bahasa, dalam kamus Mu'jam Maqayis al-Lugah, syura memiliki dua pengertian, yakni menampakkan dan memaparkan sesuatu atau mengambil sesuatu.

Sedangkan menurut istilah, beberapa ulama terdahulu sudah mengatakan definisi syura, di antara mereka adalah:

1. Ar Raghib al-Ashfahani dalam kitabnya Al Mufradat fi Gharib al-Qur'an, mendefinisikan syura selaku "proses mengemukakan rekomendasi dengan saling mengoreksi antara akseptor syura"

2. Ibnu al-Arabi al-Maliki dalam Ahkam al-Qur'an, mendefinisikannya dengan "berkumpul untuk meminta rekomendasi (dalam suatu permasalahan) yang akseptor syuranya saling mengeluarkan rekomendasi yang dimiliki.

3. Sedangkan definisi syura yang diberikan oleh pakar fiqih kekinian dalam asy Syura fi Zili Nizami al-Hukm al-Islam, di antaranya yakni "proses menelusuri rekomendasi para andal dalam suatu permasalahan untuk meraih penyelesaian yang mendekati kebenaran"

Dari beberapa definisi syura dan demokrasi di atas, sanggup dilihat bahwa syura cuma merupakan prosedur keleluasaan berekspresi dan penyaluran rekomendasi dengan sarat keterbukaan dan kejujuran.

Hal tersebut menjadi menandakan adanya penghargaan terhadap pihak lain. Sementara demokrasi, meraih ruang lingkup yang lebih luas.

Demokrasi menyoal nilai-nilai egaliter, penghormatan terhadap potensi individu, penolakan terhadap kekuasaan tiran, dan memberi peluang terhadap semua pihak untuk ikut serta dalam mengorganisir pemerintahan.

Secara tegas demokrasi bermain pada kawasan politik. Jika demikian halnya, maka pada satu sisi, syura merupakan cuilan dari proses berdemokrasi.

Di dalamnya terkandung nilai-nilai yang diusung demokrasi.

Pada sisi lain, nilai-nilai luhur yang diusung oleh rancangan demokrasi yakni nilai-nilai yang sejalan dengan visi islam itu sendiri.

Nilai Islam bukanlah sesuatu yang berasal dari kaum muslimin saja (dari dalam), tetapi semua nilai yang mengandung kebaikan dan kemaslahatan, baik dari Barat maupun Timur, lantaran Islam tidak memedulikan Barat dan Timur (diskriminasi), justru perilaku Islam terhadap hal-hal gres yang bagus yakni "akomodatif".

Namun demikian, pro dan kontra ihwal demokrasi dalam Islam terus berlanjut.

Oleh lantaran itu, untuk mempertajam analisis kalian dalam menanggapi rancangan demokrasi, ada baiknya kalian mengetahui lebih lanjut pandangan-pandangan para ulama ihwal hal tersebut.

Secara garis besar persepsi para ulama/cendekiawan muslim ihwal demokrasi terbagi menjadi dua persepsi utama, pertama menolak sepenuhnya, kedua, menerimanya  dengan syarat tertentu.

Berikut ditampilkan ulama yang mewakili kedua rekomendasi tersebut:

1. Abul A'la Al-Maududi
Al-Maududi secara tegas menolak demokrasi. Menurutnya, Islam tidak memedulikan paham demokrasi yang mengatakan kekuasaan besar terhadap rakyat untuk pastikan segala hal.

Demokrasi yakni produksi insan sekaligus produk dari kontradiksi Barat terhadap agama sehingga condong sekuler.

Karenanya, al-Maududi menilai demokrasi terbaru (Barat) merupakan sesuatu yang bersifat syirik. Menurutnya Islam menganut paham teokrasi (berdasarkan aturan Tuhan)

2. Mohammad Iqbal
Menurut Iqbal, sejalan dengan kemenangan sekulerisme atas agama, demokrasi terbaru menjadi kehilangan sisi spiritualnya sehingga jauh dari etika.

Demokrasi yang merupakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat sudah mengabaikan eksistensi agama.

Parlemen selaku salah satu pilar demokrasi sanggup saja pastikan aturan yang berbeda dengan nilai agama kalau anggotanya menghendaki.

Karenanya, menurut Iqbal Islam tidak sanggup memperoleh versi demokrasi Barat yang sudah kehilangan basis moral dan spiritual.

Atas dasar itu, Iqbal menampilkan suatu rancangan demokrasi spiritual yang dilandasi oleh etik dan moral ketuhanan.

Kaprikornus yang ditolak oleh Iqbal bukan demokrasi an sich, seumpama yang diterapkan di Barat. Lalu Iqbal menampilkan suatu versi demokrasi selaku berikut:
a. Tauhid selaku landasan asasi
b. Kepatuhan pada hukum
c. Toleransi sesawa warga
d. Tidak dibatasi wilayah, ras, dan warna kulit
e. Penafsiran aturan Tuhan lewat ijtihad.

3. Muhammad Imarah
Menurut Imarah, Islam tidak memperoleh demokrasi secara mutlak dan juga tidak menolaknya secara mutlak.

Dalam demokrasi, kekuasaan legislatif (membuat dan pastikan hukum) secara mutlak berada di tangan rakyat.

Sementara, dalam metode syura (Islam) kekuasaan tersebut merupakan wewenang Allah. Dialah pemegang kekuasaan aturan tertinggi.

Wewenang insan hanyalah menjabarkan dan merumuskan aturan sesuai dengan prinsip yang digariskan Tuhan serta ijtihad untuk sesuatu yang tidak dikontrol oleh ketentuan Allah Swt.

Jadi, Allah berposisi selaku al-Syari (legislator) sementara insan berposisi selaku faqih (yang mengerti dan menjabarkan hukum-Nya).

Demokrasi Barat berpulang pada persepsi mereka ihwal batas kewenangan Tuhan. Menurut Aristoteles, setelah Tuhan bikin alam, Dia membiarkannya.

Dalam filsafat Barat, insan memiliki kewenangan legislatif dan eksekutif. Sementara dalam persepsi Islam, Allah Swt pemegang otoritas tersebut.

Allah berfirman: "Ingatlah, bikin dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (Q.S. al-A'raf/7:54).

Inilah  batas yang membedakan antara metode syariah Islam dan demokrasi Barat. Adapun hal yang lain seumpama membangun aturan atas dasar perjanjian umat, persepsi mayoritas, serta orientasi persepsi umum, dan sebagainya yakni sejalan dengan Islam.

4. Yusuf al-Qardhawi
Menurut Al-Qardhaqi, substansi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal, umpamanya selaku mana berikut:

a. Dalam demokrasi proses penyeleksian melibatkan banyak orang untuk mengangkat seorang calon yang berhak memimpin dan mengorganisir kondisi mereka. Tentu saja, mereka dilarang akan menentukan sesuatu yang tidak mereka sukai.

Demikian juga dengan Islam. Islam menolak seseorang menjadi imam salat yang tidak diminati oleh ma'mum di belakangnya

b. Usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan dengan Islam. Bahkan amar ma'ruf dan nahi munkar serta mengatakan nasihat terhadap pemimpin yakni cuilan dari anutan Islam.

c. Pemilihan lazim tergolong jenis pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa yang tidak menggunakan hak pilihnya sehingga calon yang mestinya pantas diseleksi menjadi kalahsuara lebih banyak didominasi jatuh terhadap calon yang sebetulnya tidak layak, bermakna ia sudah menyalahi perintah Allah Swt untuk mengatakan kesaksian pada dikala dibutuhkan.

d. Penetapan aturan yang menurut bunyi lebih banyak didominasi juga tidak berbeda dengan prinsip Islam. Contohnya dalam perilaku Umar yang tergabung dalam syura.

Mereka ditunjuk Umar selaku calon khalifah dan sekaligus menentukan salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah menurut bunyi terbanyak.

Sementara, yang lain yang tidak terpilih mesti tunduk dan patuh. Jika bunyi yang keluar tiga musuh tiga, mereka mesti menentukan seseorang yang diunggulkan dari luar mereka, yakni Abdullah ibnu Umar.

Contoh lain yakni penggunaan rekomendasi jumhur ulama dalam problem khilafiyah. Tentu saja, bunyi lebih banyak didominasi yang diambil ini yakni selama tidak berbeda dengan nash syariat secara tegas.

e. Kebebasan pers dan keleluasaan mengeluarkan pendapat, serta otoritas pengadilan merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan Islam.

5. Salim Ali al-Bahasnawi
Menurut Salim Ali al-Bahasnawi, demokrasi mengandung sisi yang bagus yang tidak betentangan dengan Islam dan menampung sisi negatif yang berbeda dengan Islam.

Sisi baik demokrasi yakni adanya kedaulatan rakyat selama tidak berbeda dengan Islam.

Sementara, sisi buruknya yakni penggunaan hak legislatif secara bebas yang dapat mengarahkan pada perilaku menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.

Karena itu, ia menampilkan adanya Islamisasi demokrasi selaku berikut:
  • Menetapkan tanggungjawab setiap individu di hadapan Allah Swt.
  • Wakil rakyat mesti berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas-tugas lainnya
  • Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kendala yang hukumnya tidak didapatkan dalam al-Quran dan Sunnah
  • Komitmen tehadap Islam terkait dengan patokan jabatan sehingga cuma yang bermoral yang duduk di parlemen

Related : Materi Pai Xii Potongan 4 Bersatu Dalam Keanekaragaman Dan Demokrasi

0 Komentar untuk "Materi Pai Xii Potongan 4 Bersatu Dalam Keanekaragaman Dan Demokrasi"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)