Model Atau Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah 
Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning), selanjutnya disingkat PBM, mula-mula dikembangkan pada sekolah kedokteran di Ontario Kanada pada 1960-an (Barrows, 1996). Strategi ini dikembangkan sebagai respon atas fakta bahwa para dokter muda yang gres lulus dari sekolah kedokteran itu mempunyai pengetahuan yang sangat kaya, tetapi kurang mempunyai keterampilan memadai untuk memanfaatkan pengetahuan tersebut dalam praktik sehari-hari. Perkembangan selanjutnya, Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) secara lebih luas diterapkan di banyak sekali mata pelajaran di sekolah maupun akademi tinggi.

1.     Pengertian PBM
Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) adalah pembelajaran yang memakai duduk kasus konkret (autentik) yang tidak terstruktur (ill-structured) dan bersifat terbuka sebagai konteks bagi penerima didik untuk mengembangkan keterampilan menuntaskan duduk kasus dan berpikir kritis serta sekaligus membangun pengetahuan baru. Berbeda dengan pembelajaran konvensional yang menyebabkan duduk kasus konkret sebagai penerapan konsep, PBM menyebabkan duduk kasus konkret sebagai pemicu bagi proses berguru penerima didik sebelum mereka mengetahui konsep formal. Peserta didik secara kritis mengidentifikasi gosip dan taktik yang relevan serta melaksanakan penyelidikan untuk menuntaskan duduk kasus tersebut. Dengan menuntaskan duduk kasus tersebut penerima didik memperoleh atau membangun pengetahuan tertentu dan sekaligus mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan menuntaskan masalah. Mungkin, pengetahuan yang diperoleh penerima didik tersebut masih bersifat informal. Namun, melalui proses diskusi, pengetahuan tersebut sanggup dikonsolidasikan sehingga menjadi pengetahuan formal yang terjalin dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki penerima didik.
Berbagai penelitian mengenai penerapan Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) menunjukkan hasil positif. Misalnya, hasil penelitian Gijselaers (1996) memperlihatkan bahwa penerapan Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) menjadikan penerima didik bisa mengidentifikasi gosip yang diketahui dan diharapkan serta taktik yang diharapkan untuk menuntaskan masalah. Jadi, penerapan PBM sanggup meningkatkan kemampuan penerima didik dalam menuntaskan masalah.
2.     Tujuan Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
Tujuan utama Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) bukanlah penyampaian sejumlah besar pengetahuan kepada penerima didik, melainkan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan duduk kasus dan sekaligus mengembangkan kemampuan penerima didik untuk secara aktif membangun pengetahuan sendiri. Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) juga dimaksudkan untuk mengembangkan kemandirian berguru dan keterampilan sosial penerima didik. Kemandirian berguru dan keterampilan sosial itu sanggup terbentuk dikala penerima didik berkolaborasi untuk mengidentifikasi informasi, strategi, dan sumber berguru yang relevan untuk menuntaskan masalah.

3.     Prinsip-prinsip PBM
Prinsip utama Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) adalah penggunaan duduk kasus konkret sebagai sarana bagi penerima didik untuk mengembangkan pengetahuan dan sekaligus mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah. Masalah nyata yaitu duduk kasus yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan bermanfaat eksklusif apabila diselesaikan.
Pemilihanatau penentuan duduk kasus konkret ini sanggup dilakukan oleh guru maupun penerima didik yang diadaptasi kompetensi dasar tertentu. Masalah itu bersifat terbuka (open-ended problem), yaitu masalah yang mempunyai banyak jawaban atau taktik penyelesaian yang mendorong keingintahuan penerima didik untuk mengidentifikasi strategi-strategi dan solusi-solusi tersebut. Masalah itu juga bersifat tidak terstruktur dengan baik (ill-structured) yang tidak sanggup diselesaikan secara eksklusif dengan cara menerapkan formula atau taktik tertentu, melainkan perlu gosip lebih lanjut untuk memahami serta perlu mengkombinasikan beberapa taktik atau bahkan mengkreasi taktik sendiri untuk menyelesaikannya.
Kurikulum 2013 berdasarkan Permendikbud nomor 81a tahun 2013 perihal implementasi kurikulum, menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak sanggup dipindahkanbegitu saja dari guru ke penerima didik. Peserta didik yaitu subjek yang mempunyai kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan memakai pengetahuan. Di dalam PBM sentra pembelajaran yaitu penerima didik (student-centered), sementara guru berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi penerima didik untuk secara aktif menuntaskan duduk kasus dan membangun pengetahuannya secara berpasangan ataupun berkelompok (kolaborasi antar penerima didik)
4.     Langkah-langkah PBM
Pada dasarnyaModel atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) diawali dengan kegiatan penerima didik untuk menuntaskan duduk kasus konkret yang ditentukan atau disepakati. Proses penyelesaian duduk kasus tersebut berimplikasi pada terbentuknya keterampilan penerima didik dalam menuntaskan duduk kasus dan berpikir kritis serta sekaligus membentuk pengetahuan baru. Proses tersebut dilakukan dalam tahapan-tahapan atau sintaks pembelajaran yang disajikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Sintaks atau Langkah-Langkah PBM
Tahap
Aktivitas Guru dan Peserta didik
Tahap 1
Mengorientasikan penerima didik terhadap masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan duduk kasus nyata yang dipilih atau ditentukan
Tahap 2
Mengorganisasi penerima didik untuk belajar
Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasi kiprah berguru yang berafiliasi dengan duduk kasus yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya.
Tahap 3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan gosip yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapat kejelasan yang diharapkan untuk menyelesaikan masalah.
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu penerima didik untuk menyebarkan kiprah dan merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan duduk kasus dalam bentuk laporan, video, atau model.
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu peserta didik untuk melaksanakan refleksi atau penilaian terhadap proses pemecahan duduk kasus yang dilakukan
(Sumber: Nur, 2011)
Tahapan-tahapan Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) yang dilaksanakan secara sistematis berpotensi sanggup mengembangkan kemampuan penerima didik dalam menuntaskan duduk kasus dan sekaligus sanggup menguasai pengetahuan yang sesuai dengan kompetensi dasar tertentu. Tahapan-tahapan Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) tersebut sanggup diintegrasikan dengan aktivitas-aktivitas pendekatan saintifik sesuai dengan karakteristik pembelajaran dalam Kurikulum 2013 sebagaimana tertera pada Permendikbud No. 81a Tahun 2013. Aktivitas-aktivitas tersebut yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperiman, mengasosiasikan/mengolah informasi, dan mengkomunikasikan.

5.     Contoh Kegiatan Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
Sesuai dengan Permendikbud No. 65 tahun 2013 perihal standar proses, kegiatan pembelajaran terdiri atas tiga tahap, yaitu pendahuluan, inti, dan penutup. Tahapan 1 PBM sanggup dikategorikan sebagai bab dari tahapan pendahuluan. Sementara tahapan 2, 3, 4, dan 5 merupakan tahapan inti. Namun, tahapan 5 sanggup pula dikategorikan sebagai tahapan penutup. Dalam kegiatan pembelajaran, beberapa penerima didik mungkin memerlukan penguatan/pengayaan dan beberapa lainnya memerlukan remidi. Kegiatan penguatan/pengayaan dilakukan untuk memperkuat dan memperkaya pemahaman penerima didik yang telah mencapai atau melampaui pencapaian kompetensi minimal. Pengayaan sanggup berbentuk kiprah proyek yang dilakukan di luar jam pelajaran. Di sisi lain, kegiatan dilakukan untuk memfasilitasi dan membantu penerima didik yang belum mencapai penguasaan kompetensi minimal yang ditentukan.
Berikut yaitu pola kegiatan Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning), khsususnya pada mata pelajaran IPA, yang terdiri atas tahapan pendahuluan, inti, dan penutup.
a.  Pendahuluan
Pada tahap ini, dilakukan Tahap 1 sintaks Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning), yaitu mengorientasi penerima didik pada masalah. Masalah tersebut sanggup disajikan dalam bentuk gambar, diagram, film pendek, atau power point. Misalnya, dalam pelajaran IPA, duduk kasus tersebut terkait dengan kegiatan pendiduk yang membuang limbah rumah tangga secara liar ke lingkungan sekitar. Setelah penerima didik mencermati (mengamati) sajian masalah, guru mengajukan pertanyaan pengarah (menanya) untuk mendorong penerima didik memprediksi atau mengajukan dugaan (hipotesis) mengenai dampak dari pembuangan limbah rumah tangga, ibarat deterjen, terhadap kehidupan organisme. Selanjutnya, guru menginformasikan tujuan pembelajaran.
b.  Inti
Tahapan inti meliputi tahap-tahap 2, 3, 4, dan 5 dalam sintaks Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning).
1)     Mengorganisasikan penerima didik untuk berguru (Tahap 2)
a)  Melalui kegiatan tanya jawab (menanya), guru mengingatkan kembali langkah-langkah atau metode ilmiah. Metode ilmiah tersebut sanggup disajikan dalam bentuk bagan.
b)  Guru mengorganisasi penerima didikuntuk berguru dalam bentuk diskusi kelompok kecil. Guru sanggup menjelaskan lebih rinci alternatif-alternatif strategi untuk menuntaskan duduk kasus yang ditentukan, yaitu terkait dengan dampak pembuangan limbah terhadap kehidupan organisme.
c)  Guru membimbing peserta didik secara individual maupun kelompok dalam merancang eksperimen untuk menguji dugaan (hipotesis) yang diajukan. Masing-masing kelompok mempresentasikan hipotesis dan rancangan eksperimennya untuk mendapat saran dari kelompok lain maupun dari guru. Kelompok-kelompok lain maupun guru sanggup memperlihatkan penilaian dan saran terhadap presentasi tersebut. Kelompok yang dinilai paling baik memperoleh penghargaan.


2)     Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok (Tahap 3)
a)  Guru memberi bimbingan kepada penerima didik untuk melaksanakan penyelidikanatau eksperimen. Bimbingan tersebut meliputi pengumpulan gosip yang berkaitan denganmateri yang diangkat dalam permasalahan, misalnya mengenai dampak deterjen terhadap kehidupan organisme dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
b)  Kelompokpeserta didik melaksanakan eksperimen berdasarkan rancangan yang telah mereka buat dengan bimbingan guru (experimenting). Perangkat eksperimen diletakkan di kawasan yang gampang diamati setiap hari. Guru membimbing kelompok yang mengalami kesulitan.
3)     Mengembangkan dan menyajikan hasil karya(Tahap 4)
Peserta didik dalam kelompok mengembangkan laporan hasil penelitian sesuai format yang sudah disepakati. Kelompok terpilih mempresentasikan hasil eksperimen (mengomunikasi). Setiap kelompok diberi waktu 10 menit. Kelompok lain menanggapi hasil presentasi dan guru memperlihatkan umpan balik.
4)     Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Tahap 5)
a)  Guru bersama penerima didik menganalisis dan mengevaluasi terhadap proses pemecahan duduk kasus yang dipresentasikan setiap kelompok maupun terhadap seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
b)  Guru memperlihatkan penguatan (mengasosiasi) terkait penguasaan pengetahuan atau konsep tertentu, contohnya dampak deterjen terhadap kehidupan organisme.
c.  Penutup
Dengan bimbingan guru, penerima didik menyimpulkan hasil diskusi. Guru sanggup melaksanakan kegiatan pengayaan bagi penerima didik yang telah mencapai ketuntasan. Sebaliknya, guru sanggup memperlihatkan remidi bagi penerima didik yang belum mencapai ketuntasan.

6.     Teknik penilaian dalam Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
Sebetulnya tidak ada teknik penilaian khusus yang diperuntukkan dalam PBM. Hal yang penting bagi guru yaitu sanggup mengumpulkan gosip penilaian yang valid dan reliabel. Mengingat tujuan Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) bukan untuk pemerolehan sejumlah besar pengetahuan deklaratif, maka penilaian tidak cukup hanya melalui tes tertulis. Sesuai tujuan Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning), secara spesifik penilaian dalam PBM sanggup ditujukan untuk mengukur kemampuan pemecahan duduk kasus atau kemampuan berpikir kritis.
Penilaian kinerja dipandang cocok dalam Model atau metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning). Penilaian kinerja memungkinkan penerima didik memperlihatkan apa yang sanggup mereka lakukan bila dihadapkan pada situasi-situasi duduk kasus nyata, sehingga sanggup dipakai untuk mengukur potensi pemecahan duduk kasus penerima didik di samping kemampuan kerja kelompok. Penilaian kinerja tersebut dilakukan dalam bentuk checklists dan rating scale.
PBM memfasilitasi penerima didik untuk mengembangkan keterampilan sosial atau keterampilan kolaboratif melalui kegiatan diskusi. Keterampilan tersebut sanggup meliputi keterampilan bekerja sama, keterampilan interpersonal, dan kiprah aktif dalam kesuksesan kelompok. Keterampilan tersebut sanggup dinilai melalui observasi.

Daftar Pustaka
Barrows, H.S.  1996.  “Problem-based learning in medicine and beyond: A brief overview” Dalam Bringing problem-based learning to higher education: Theory and Practice (hal 3-12).  San Francisco: Jossey-Bass.
Delisle, R. (1997). How to Use Problem_Based Learning In the Classroom. Alexandria, Virginia USA: ASCD.
Gijselaers, W.H.  1996. “Connecting problem-based practices with educational theory.” Dalam Bringing problem-based learning to higher education: Theory and Practice (hal 13-21).  San Francisco: Jossey-Bass.
Nur, M. 2011. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: PSMS Unesa.
Tim Sertifikasi Unesa. 2010. Modul Pembelajaran Inovatif. Surabaya: PLPG Unesa.
Arend, R.I. 2001. Learning to Teach, 5th Ed. Boston: McGraw-Hill Company, Inc.
Baldwin, A.L. 1967. Theories of Child Development. New York: John Wiley & Sons.
Carin, A.A. & Sund, R.B. 1975. Teaching Science trough Discovery, 3rd Ed. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company.
Carin, A.A. 1993. Teaching Science Through Discovery. ( 7th. ed. ) New York: Maxwell Macmillan International.
Muller, U.,  Carpendale, J.I.M.,  Smith, L. 2009.  The Cambridge Companion to PIAGET. Cambridge University Press.
Nur, M. 1998. Teori-teori Perkembangan. Surabaya: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Nur, M. & Wikandari, P.R. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa Dan Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya University Press.
Osborne, R.J. & Wittrock, M.C. 1985. Learning Science: A Generative Process, Science Education, 64, 4: 489-503.
Sund, R.B. & Trowbridge, L.W. 1973. Teaching Science by Inquiry in the Secondary School, 3rd Ed. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company.
Sutherland, P. 1992. Cognitive Development Today: Piaget and his Critics. London: Paul Chapman Publishing Ltd.





Related : Model Atau Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

0 Komentar untuk "Model Atau Metode Pembelajaran Berbasis Masalah"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close