A. Belajar dan Pembelajaran
1. Pengertian Belajar
Belajar yakni aktifitas mental atau ( Psikhis ) yang terjadi lantaran adanya interaksi aktif antara ndividu dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan yang bersifat relativ tetap dalam aspek-aspek : kognitif, psikomotor dan afektif. Perubahan tersebut sanggup berubah sesuatu yang sama sekali gres atau penyempurnaan / penigkatan dari hasil berguru yang telah di peroleh sebelumnya.
Menurut Slavin dalam Catharina Tri Anni (2004), berguru merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman. Menurut Gagne dalam Catharina Tri Anni (2004), berguru merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat aneka macam unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku.
Sedangkan berdasarkan Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian berguru yakni proses yang dilakukan oleh insan untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara sedikit demi sedikit dan berkelanjutan mulai dari masa bayi hingga masa renta melalui rangkaian proses berguru sepanjang hayat.
2. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran yakni upaya yang dilakukan untuk membantu seseorang atau sekelompok orang sedemikian rupa dengan maksud supaya di samping tercipta proses berguru juga sekaligus supaya proses berguru menjadi lebih efesien dan efektif.
Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian pembelajaran yakni serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses berguru pada siswa. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 wacana Sisdiknas, pembelajaran yakni proses interaksi akseptor didik dengan pendidik dan sumber berguru pada suatu lingkingan belajar.
B. Tujuan Belajar dan Pembelajaran
1. Tujuan Belajar
Tujuan berguru yakni sejumlah hasil berguru yang memperlihatkan bahwa siswa telah melaksanakan kiprah belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan,keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. tujuan berguru yakni suatu deskripsi mengenai tingkah laris yang diharapkan tercapai oleh siswa sesudah berlangsungnya proses belajar.
Tujuan berguru terdiri dari tiga komponen yaitu: Tingkah laris terminal, kondisi-kondisi tes, standar perilaku. Tingkah laris terminal yakni komponen tujuan berguru yang menentukan tingkah laris siswa sesudah belajar. tingkah laris itu merupakan bab tujuan yang menunjuk pada hasil yang diharapkan dalam belajar. kondisi-kondisi tes, komponen ini menentukan situasi dimana siswa dituntut untuk mempertunjukkan tingkah laris terminal. kondisi-kondisi tersebut perlu disiapkan oleh guru, lantaran sering terjadi ulangan/ ujian yang diberikan oleh guru tidak sesuai dengan materi pelajaran yang telah diberikan sebelumnya.
Ada tiga kondisi yang sanggup mempengaruhi sikap ketika tes. pertama, alat dan sumber yang harus digunakan oleh siswa dalam upaya mempersiapkan diri untuk menempuh suatu tes, contohnya buku sumber. kedua, tantangan yanng disediakan terhadap siswa, contohnya pembatasan waktu untuk mengerjakan tes. ketiga, cara menyajikan informasi, contohnya dengan goresan pena atau dengan rekaman dll. tujuan-tujuan berguru yang lengkap seharusnya memuat kondisi-kondisi di mana sikap akan diuji.
Ukuran-ukuran perilaku,komponen ini merupakan suatu pernyataan wacana ukuran yang digunakan untuk membuat pertimbangan mengenai sikap siswa. suatu ukuran menentukan tingkat minimal sikap yang sanggup diterima sebagai bukti, bahwa siswa telah mencapai tujuan, misalnya: siswa telah sanggup memecah suatu duduk masalah dalam waktu 10 menit. Ukuran-ukuran sikap tersebut dirumuskan dalam bentuk tingkah laris yang harus dikerjakan sebagai lambang tertentu, atau ketepatan tingkah laku, atau jumlah kesalahan, atau kedapatan melaksanakan tindakan, atau kesesuainya dengan teori tertentu.
Ukuran-ukuran perilaku,komponen ini merupakan suatu pernyataan wacana ukuran yang digunakan untuk membuat pertimbangan mengenai sikap siswa. suatu ukuran menentukan tingkat minimal sikap yang sanggup diterima sebagai bukti, bahwa siswa telah mencapai tujuan, misalnya: siswa telah sanggup memecah suatu duduk masalah dalam waktu 10 menit. Ukuran-ukuran sikap tersebut dirumuskan dalam bentuk tingkah laris yang harus dikerjakan sebagai lambang tertentu, atau ketepatan tingkah laku, atau jumlah kesalahan, atau kedapatan melaksanakan tindakan, atau kesesuainya dengan teori tertentu.
2. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajar pada hakekatnya yakni rumusan wacana sikap hasil berguru ( kognitif, psikomotor, dan afektif ) yang diharapkan untuk dimiliki (dikuasai) oleh si pelajar sesudah si pelajar mengalami proses berguru dalam jangka waktu tertentu.
Yang menjadi kunci dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran yakni kebutuhan siswa,mata ajaran, dan guru itu sendiri. berdasarkan kebutuhan siswa sanggup ditetapkan apa yan hendak dicapai dan dikembangkan dan diapresiasikan. berdasarkan mata fatwa yang ada dalam petunjuk kurikulum sanggup ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. guru sendiri yakni sumber utama tujuan bagi para siswa dan ia harus bisa menulis dan menentukan tujuan pendidikan yang bermakna dan sanggup diukur.
Suatu tujuan pembelajaran sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya: dalam situasi bermain peran.
b. Tujuan mendefinisikan tingkah laris siswa dalam bentuk sanggup diukur dan sanggup diamati.
c. Tujuan menyatakan tingkat minimal sikap yang dikehendaki, contohnya pada peta pulau jawa, siswa sanggup mewarnai dan memberi label pada sekurang-kurangnya tiga gunung utama.
C. Pembelajaran Sebagai Pilar Utama Pendidikan
Hakikat pendidikan bersama-sama yakni belajar. Selanjutnya dikemukakan bahwa pendidikan bertumpu pada empat pilar, yaitu :
1. Learning To Know, yakni upaya memahami instrumen-instrumen pengetahuan baik sebagai alat maupun sebagai tujuan, maksudnya sebagai alat, pengetahuan tersebut diharapakan akan memperlihatkan kemampuan setiap orang untuk memahami aneka macam aspek lingkungan semoga mereka sanggup hidup dengan harkat dan martabatnya, dalam rangka menyebarkan keterampilan kerja dan berkomunukasi dengan aneka macam pihak yang diperluakn. Sedangkan sebagai tujuan, pengetahuan akan bermanfaat dalam rangka peningkatan pemahaman, pengetahuan, serta inovasi di dalam kehidupan.
2. Learnig To Do, yakni lebih ditekankan pada bagaimana mengajarkan belum dewasa untuk mempraktikkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya dan sanggup mengadaptasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperolehnya tersebut dengan pekerjaan- pekerjaan di masa depan. Sebgaimana juga pada pilar pertama, berguru menerapakan sesuatu yang telah diketahui juga harus dilakukan secara terus-menerus, lantaran proses perubahan juga akan berjalan tanpa hentinya.
3. Learning to live together, Learning to live with others, intinya yakni mengajarkan melatih dan membimbing akseptor didik semoga mereka sanggup membuat relasi melalui prasangka-prasangka jelek terhadap orang lain serta menjauhi dan menghindari terjadinya perselisihan dan konflik.
4. Learning to be, Sebagaimana diungkapakan secara tegas oleh komisi pendidikan bahwa prinsip mendasar pendidikan hendakalah bisa memperlihatkan konstribusi untuk perkembangan seutuhnya setiap orang koma, jiwa dan raga, intelegensi, kepekaan, rasa etika, tanggung jawab pribadi dan nilai-nilai spiritual
Ke empat pilar pendidikan sebagaimana dipaparkan diatas, sekaligus merupakan misi dan tanggung jawab yang harus di emban ( dipegang ) oleh pendidikan. Melalui kegiatan berguru mengetahui, berguru berbuat, berguru hidup bersama dan berguru menjadi seseorang yang didasari impian secara sungguh-sungguh maka akan semakin luas wawasan seseorang wacana pengetahuan, wacana nilai-nilai positif serta aneka macam dinamaika perubahan yang terjadi. Kesemuanya ini diharapakan menjadi modal mendasar bagi seseorang untuk bisa mengarahkan diri dalam berperilku positf berpijak pada nilai-nilai yang ia yakini kebenarannya dan pada giliran akan semakin terbuka pikiran untuk melihat fakta-fakta yang benara dan salah.
D. Pembelajaran Sebagai Proses Pemberdayaan
Berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 yang menentapkan bahwa bangsa Indonesia harus mempunyai Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas sehingga setiap warga negara bisa meningkatkan kualitas hidup, produktivitas, dan daya saing terhadap bangsa lain di masa global (Depdiknas, 2005: 1). Point tersebut menyiratkan bahwa pendidikan harus bisa mempersiapkan SDM yang mempunyai kesiapan dan bisa bersaing dalam dunia global tanpa melupakan kualitas dirinya yang bersumber kultur, budaya dan agama. Globalisasi bukan untuk dihindari, melainkan untuk dihadapi. Globalisasi akan terus menjadi fenomena yang tidak sanggup dielakkan. Perusahaan akan beroperasi di lingkungan bisnis yang bergejolak dan kacau. Tekanan internasional dan domestik terhadap organisasi terus berlanjut dan semakin intensif. Dengan kemajuan teknologi informasi, teknologi komunikasi dan pasar finansial dunia akan melebur dan negara bangsa akan berakhir (Ohmae, 1996).
Pendidikan harus mempunyai kiprah ganda (1) Pendidikan berfungsi untuk membina kemanusiaan (human being), berarti pendidikan pada kesudahannya untuk menyebarkan seluruh pribadi manusia, termasuk mempersiapkan insan sebagai anggota masyarakatnya, warga negara yang baik, dan rasa persatuan; (2) Pendidikan berfungsi sebagai pengembangan sumber daya insan (human resources), yaitu menyebarkan kemampuannya memasuki masa kehidupan baru.
Pendidikan harus mempunyai kiprah ganda (1) Pendidikan berfungsi untuk membina kemanusiaan (human being), berarti pendidikan pada kesudahannya untuk menyebarkan seluruh pribadi manusia, termasuk mempersiapkan insan sebagai anggota masyarakatnya, warga negara yang baik, dan rasa persatuan; (2) Pendidikan berfungsi sebagai pengembangan sumber daya insan (human resources), yaitu menyebarkan kemampuannya memasuki masa kehidupan baru.
Sementara itu, hingga ketika ini pendidikan kita masih dihadapkan para beberapa permasalahan pokok, antara lain ekspansi saluran pendidikan, rendahnya kualitas dan daya saing pendidikan. Salah satu alternative pemecahan duduk masalah pendidikan tersebut yakni melalui penerapan teknologi pembelajaran, yaitu dengan mendayagunakan sumber-sumber berguru (learning resources) yang dirancang, dimanfaatkan, dan dikelola untuk tujuan pembelajaran. Dengan demikian, aplikasi mudah teknologi pembelajaran dalam pemecahan duduk masalah berguru mempunyai bentuk kasatmata dengan adanya sumber berguru yang memfasilitasi akseptor didik untuk belajar.
Sumber berguru merupakan komponen system pembelajaran yang merupakan sumber-sumber berguru yang dirancang terlebih dahulu dalam proses desain atau pemilihan dan pemanfaatan serta dikombinasikan menjadi system pembelajaran yang lengkap untuk mewujudkan terlaksananya proses berguru yang bertujuan dan terkontrol (Miarso, 1986). Untuk sanggup mewujudkan hal tersebut diharapkan adanya penguasaan teknologi pembelajaran dalam upaya merancang, mengembangkan, mengorganisasikan dan memudahkan atau memfasilitasi seseorang untuk belajar.
E. Pengertian Hasil Belajar
Belajar yakni aktifitas mental atau psikhis yang terjadi lantaran adanya interaksi aktif antara ndividu dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan yang bersifat relativ tetap dalam aspek-aspek : kognitif, psikomotor dan afektif. Perubahan tersebut sanggup berubah sesuatu yang sama sekali gres atau penyempurnaan / peningkatan dari hasil berguru yang telah di peroleh sebelumnya.
Menurut Slavin dalam Catharina Tri Anni (2004), berguru merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman. Menurut Gagne dalam Catharina Tri Anni (2004), berguru merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat aneka macam unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku.
Sedangkan berdasarkan Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian berguru yakni proses yang dilakukan oleh insan untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara sedikit demi sedikit dan berkelanjutan mulai dari masa bayi hingga masa renta melalui rangkaian proses berguru sepanjang hayat.
Sedikit berbeda dengan belajar, pembelajaran yakni upaya yang dilakukan untuk membantu seseorang atau sekelompok orang sedemikian rupa dengan maksud supaya di samping tercipta proses berguru juga sekaligus supaya proses berguru menjadi lebih efesien dan efektif.
Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian pembelajaran yakni serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses berguru pada siswa. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 wacana Sisdiknas, pembelajaran yakni proses interaksi akseptor didik dengan pendidik dan sumber berguru pada suatu lingkingan belajar.
Untuk mengetahui perkembangan hingga di mana hasil yang telah dicapai oleh seseorang dalam belajar, maka harus dilakukan evaluasi. Untuk menentukan kemajuan yang dicapai maka harus ada kriteria (patokan) yang mengacu pada tujuan yang telah ditentukan sehingga sanggup diketahui seberapa besar imbas taktik berguru mengajar terhadap keberhasilan berguru siswa. Hasil berguru berdasarkan W. Winkel (dalam buku Psikologi Pengajaran 1989:82 yakni keberhasilan yang dicapai oleh siswa, yakni yakni prestasi berguru siswa di sekolah yang mewujudkan dalam bentuk angka.
Menurut Winarno Surakhmad (dalam buku, Interaksi Belajar Mengajar, (Bandung: Jemmars, 1980:25) mengemukakan, bahwa hasil berguru yang diperoleh siswa bagi kebanyakan orang berarti hasil atau nilaiulangan, ujian atau tes. Maksud ulangan tersebut ialah untuk memperoleh suatu indek dalam menentukan keberhasilan siswa.
Pengertian dan konsep hasil berguru yang dikemukakan oleh ahli-ahli sedikit banyak dipengaruhi oleh aliran/teori yang dianutnya. Skinner dengan teori kondisioningnya memaparkan bahwa hasil berguru itu berupa respon gres (tingkah laku) yang baru. Dalam hal ini hasil berguru siswa sanggup berupa respon atau tingkah laris gres yang membedakannya dengan sebelum siswa mengalami pembelajaran.
Menurut Abdurrahman yang dikutip oleh Asep Jihad, hasil berguru yakni kemampuan yang diperoleh melalui kegiatan belajar. Dalam pembelajaran guru memutuskan tujuan belajar, siswa yang berhasil berguru yakni yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Menurut Benjamin S. Bloom ada tiga ranah (domain) hasil berguru yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Dari ketiga ranah tersebut sanggup dipaparkan sebagai berikut:
Ranah Kognitif
Tujuan kognitif yakni tujuan yang lebih banyak berkenaan dengan sikap dalam aspek berfikir atau intelektual. Ada enam tingkatan dalam domain kognitif, antara lain :
1. Pengetahuan atau ingatan yang mengacu pada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari.
2. Pemahaman, meliputi kemampuan untuk menangkap makna dari arti materi (materi) yang dipelajari.
3. Penerapan atau aplikasi, meliputi kemampuan untuk menarapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu masalah atau problem yang konkrit.
4. Analisis, meliputi kemampuan untuk merinci suatu kesatuan kedalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhannya atau organisasinya sanggup dipahami dengan baik.
5. Sintesis, meliputi kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau teladan baru. Bagian-bagian dihubungkan satu sama lain sehingga tercipta suatu bentuk baru.
6. Evaluasi, mengacu pada kemampuan memperlihatkan pertumbuhan/penilaian terhadap tanda-tanda atau insiden berdasarkan norma.
Ranah Afektif
Berkenaan dengan tabiat sikap ibarat keterampilan dan kemampuan bertindak sesudah seseorang mendapatkan pengalaman tertentu. Ranah afektif juga berkenaan dengan sikap dan nilai, yaitu tujuan-tujuan yang banyak berkenaan aspek perasaan, nilai, sikap dan minat sikap siswa. Tipe hasil berguru afektif tampak pada siswa dalam aneka macam tingkah laris ibarat perhatian siswa, disiplin dan motivasi dalam pembelajaran.
Ada beberapa tingkatan bidang afektif antara lain :
1. Penerimaan, meliputi kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan memperhatikan rangsangan itu, ibarat buku pelajaran atau klarifikasi yang diberikan oleh guru.
2. Pemberian respon yakni reaksi seseorang terhadap stimulasi yang tiba pada siswa.
3. Penghargaan terhadap nilai, meliputi kemampuan untuk memperlihatkan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu.
4. Pengorganisasian, meliputi untuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan.
5. Karakteristik nilai, yakni keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah di nilai seseorang. Pada tingkat ini siswa bukan saja telah mencapai perilaku-perilaku tingkah laris rendah, tetapi telah mengintegrasikan nilai-nilai tersebut kedalam kehidupan yang konsisten.
Ranah Psikomotor
Tujuan atau ranah psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak seseorang individu, ada tingkatannya antara lain:
1. Gerak refleks atau menjiplak (imitation) yaitu meliputi kemampuan untuk menjiplak sikap yang dilihatnya.
2. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
3. Kemampuan gerakan di bidang fisik.
4. Kemampuan gerakan-gerakan skill.
5. Kemampuan yang berkenaan dengan non de cursve
Dari definisi di atas, maka sanggup diambil kesimpulan bahwa keberhasilan berguru yakni prestasi berguru yang dicapai siswa dalam proses kegiatan berguru mengajar dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laris seseorang. Untuk menyatakan bahwa suatu proses berguru sanggup dikatakan berhasil, setiap guru mempunyai pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku ketika ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa suatu proses berguru mengajar wacana suatu materi pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran khususnya sanggup dicapai.
Untuk mengetahui tercapai tidaknya Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK), guru perlu mengadakan tes formatif pada setiap menyajikan suatu bahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan intruksional khusus yang ingin dicapai. Fungsi penelitian ini yakni untuk memperlihatkan umpan balik pada guru dalam rangka memperbaiki proses berguru mengajar dan melaksanakan kegiatan remedial bagi siswa yang belum berhasil. Karena itulah, suatu proses berguru mengajar dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan intruksional khusus dari materi tersebut.
Indikator Hasil Belajar
Beberapa kriteria yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses berguru mengajar itu dianggap berhasil, yakni apabila:
1. Daya serap terhadap materi pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan intruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.
Namun demikian, berdasarkan Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (dalam buku Strategi Belajar Mengajar 2002:120) indikator yang banyak digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan yakni daya serap.
Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil berguru di sekolah merupakan salah satu ukuran terhadap penguasaan materi pelajaran yang disampaikan. Peran guru dalam memberikan materi pelajaran sanggup mempengaruhi keberhasilan berguru siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan berguru siswa penting sekali untuk diketahui, artinya dalam rangka membantu siswa mencapai hasil berguru yang seoptimal mungkin.
Hasil berguru siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang tiba dari luar diri siswa, terutama kamampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap keberhasilan berguru siswa yang dicapai.
Di samping faktor kemampuan yang dimiliki oleh siswa, juga ada faktor lain ibarat motivasi belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Adapun imbas dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan wajar, lantaran hakekat perbuatan berguru yakni perubahan tingkah laris individu yang diniati dan disadarinya, siswa harus mencicipi adanya suatu kebutuhan untuk berguru dan berprestasi. Ia harus mengerahkan daya dan upaya untuk mencapainya.
Namun demikian, hasil berguru yang sanggup diraih masih juga bergantung dari lingkungan, artinya ada faktor-faktor yang berada di luar dirinya yang sanggup menentukan dan mempengaruhi hasil berguru yang dicapai. Salah satu lingkungan pelajaran yang lebih banyak didominasi mempengaruhi keberhasilan berguru di sekolah yakni kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran ialah tinggi rendahnya atau pun efektif tidaknya proses berguru mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Oleh lantaran itu, keberhasilan berguru siswa di sekolah dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas pengajaran.
Penilaian Hasil Belajar
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (hal 120-121) mengungkapkan, bahwa untuk mengukur dan mengevaluasi hasil berguru tersebut sanggup dilakukan melalui ter prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkunya, tes prestasi berguru sanggup digolongkan ke dalam jenis penilaian, sebagai berikut:
1. Tes Formatif, penilaian ini sanggup mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan tujuan untuk memperoleh citra wacana daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses berguru mengajar dalam waktu tertentu.
2. Tes Subsumatif, tes ini meliputi sejumlah materi pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya yakni untuk memperoleh citra daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi berguru siswa. Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses berguru mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor.
3. Tes Sumatif, tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap materi pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua materi pelajaran. Tujuannya yakni untuk memutuskan tarap atau tingkat keberhasilan berguru siswa dalam satu periode berguru tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (rangking) atau sebagai ukuran mutu sekolah.
Evaluasi hasil berguru sanggup dilakukan memakai alat penilaian yang berupa tes hasil belajar. Tes hasil berguru yakni tes yang digunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada siswa dalam waktu tertentu. Untuk mengukur hasil berguru sanggup digunakan tes hasil berguru yang berdasarkan jenisnya sanggup dibagi dua yaitu tes hasil berguru bentuk uraian dan bentuk obyektif.
0 Komentar untuk "Pengertian Berguru Dan Hasil Belajar"