Pengertian Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Audit

PENGERTIAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS AUDIT
A. Pengertian  Kualitas Audit

De Angelo (1981) menjelaskan pengertian kualitas audit sebagai probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien.

Deis dan Groux (1992) menjelaskan bahwa probabilitas untuk menemukan pelanggaran tergantung pada kemampuan teknis auditor dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Deis dan Giroux (1992) melaksanakan penelitian wacana empat hal dianggap mempunyai hubungan dengan kualitas audit yaitu (1) usang waktu auditor telah melaksanakan investigasi terhadap suatu perusahaan (tenure), semakin usang seorang auditor telah melaksanakan audit pada klien yang sama maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin rendah, (2) jumlah klien, semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit akan semakin baik alasannya auditor dengan jumlah klien yang banyak akan berusaha menjaga reputasinya, (3) kesehatan keuangan klien, semakin sehat kondisi keuangan klien maka akan ada kecenderungan klien tersebut untuk menekan auditor biar tidak mengikuti standar, dan (4) review oleh pihak ketiga, kualitas audit akan meningkat jikalau auditor tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan direview oleh pihak ketiga

Kompetensi dan independensi yang dimiliki auditor dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga standar sikap etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan mempunyai tanggungjawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan obyektivitas mereka (Nugrahaningsih, 2005).

Berdasarkan “Pedoman Etika” IFAC, maka syarat-syarat etika suatu organisasi akuntan sebaiknya didasarkan pada prinsip-prinsip dasar yang mengatur tindakan/perilaku seorang akuntan dalam melaksanakan kiprah profesionalnya.

Prinsip tersebut ialah (1) integritas, (2) obyektifitas, (3) independen, (4) kepercayaan, (5) standar-standar teknis, (6) kemampuan profesional, dan (7) sikap etika.

Profesionalisme telah menjadi info yang kritis untuk profesi akuntan alasannya sanggup menggambarkan kinerja akuntan tersebut. Gambaran terhadap profesionalisme dalam profesi akuntan publik menyerupai yang dikemukakan oleh Hastuti et al. (2003) dicerminkan melalui lima dimensi, yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi.

Penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari (2003) menguji efek independensi dan kualitas audit terhadap integritas laporan keuangan. Hasil penelitian ini mendukung hipotesa bahwa spesialisasi auditor kuat positif terhadap integritas laporan keuangan, serta independensi kuat negatif terhadap integritas laporan keuangan. Selain itu, mekanisme corporate governance kuat secara statistis signifikan terhadap integritas laporan keuangan meskipun tidak sesuai dengan            tanda    yang     diajukan dalam hipotesa. 

Widagdo et al. (2002) melaksanakan penelitian wacana atribut-atribut kualitas audit oleh kantor akuntan publik yang mempunyai efek terhadap kepuasan klien. Terdapat 12 atribut yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu (1) pengalaman melaksanakan audit, (2) memahami industri klien, (3) responsif atas kebutuhan klien, (4) taat pada standar umum, (5) independensi, (6) sikap hati-hati, (7) janji terhadap kualitas audit, (8) keterlibatan pimpinan KAP, (9) melaksanakan pekerjaan lapangan dengan tepat, (10) keterlibatan komite audit, (11) standar etika yang tinggi, dan (12) tidak gampang percaya.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ada 7 atribut kualitas audit yang kuat terhadap kepuasan klien, antara lain pengalaman melaksanakan audit, memahami industri klien, responsif atas kebutuhan klien, taat pada standar umum, janji terhadap kualitas audit dan keterlibatan komite audit. Sedangkan 5 atribut lainnya yaitu independensi, sikap hati-hati, melaksanakan pekerjaan lapangan dengan tepat, standar etika yang tinggi dan tidak gampang percaya, tidak kuat terhadap kepuasan klien.






B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Audit
1.  Etika  Auditor
Etika berkaitan dengan pertanyaan wacana bagaimana orang akan berperilaku terhadap sesamanya (Kell et al., 2002). Secara garis besar etika sanggup didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral yang dimiliki oleh setiap orang. Dalam hal ini kebutuhan etika dalam masyarakat sangat mendesak sehingga sangatlah lazim untuk memasukkan nilai-nilai etika ini ke dalam undang-undang atau peraturan yang berlaku di negara kita. Banyaknya nilai etika yang ada tidak sanggup dijadikan undang-undang atau peraturan alasannya sifat nilai-nilai etika sangat tergantung pada pertimbangan seseorang.

Etika auditor merupakan ilmu wacana evaluasi hal yang baik dan hal yang buruk, wacana hak dan kewajiban moral (akhlak). Guna meningkatkan kinerja auditor, maka auditor dituntut untuk selalu menjaga standar sikap etis. Kewajiban untuk menjaga standar sikap etis bekerjasama dengan adanya tuntutan masyarakat terhadap kiprah profesi akuntan, khususnya atas kinerja akuntan publik. Masyarakat sebagai pengguna jasa profesi membutuhkan akuntan professional. Label profesional disini mengisyaratkan suatu kebanggaan, janji pada kualitas, pengabdian pada kepentingan klien dan harapan nrimo dalam membantu permasalahan yang dihadapi klien sehingga profesi tersebut sanggup menjadi kepercayaan masyarakat.

Prinsip-Prinsip Etika Auditor
Prinsip etika seorang auditor terdiri dari enam yaitu:
·            Rasa tanggung jawab (responsibility) : mereka harus peka serta mempunyai pertimbangan moral atas seluruh acara yang mereka lakukan.
·            Kepentingan publik, auditor harus mendapatkan kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa biar sanggup melayani kepentingan orang banyak, menghargai kepercayaan publik, serta menerangkan komitmennya pada profesionalisme.
·            Integritas, yaitu mempertahankan dan memperluas keyakinan publik.
·            Obyektivitas dan Indepensi, auditor harus mempertahankan obyektivitas dan terbebas dari konflik antar kepentingan dan harus berada dalam posisi yang independen.
·            Due care, seorang auditor harus selalu memperhatikan standar tekhnik dan etika profesi dengan meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa, serta melaksanakan tanggung jawab dengan kemampuan terbaiknya.
·            Lingkup dan sifat jasa, auditor yang berpraktek bagi publik harus memperhatikan prinsip-prinsip pada kode etik profesi dalam memilih lingkup dan sifat jasa yang disediakannya.
·            Audit yang berkualitas sangat penting untuk menjamin bahwa profesi akuntan memenuhi tanggung jawabnya kepada investor, masyarakat umum dan pemerintah serta pihak-pihak lain yang mengandalkan dapat dipercaya laporan keuangan yang telah diaudit, dengan menegakkan etika yang tinggi.

2. Kompetensi
Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998) dalam Lasmahadi (2002) kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek langsung dari seorang pekerja yang memungkinkan ia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek langsung ini meliputi sifat, motif-motif, nilai, sikap, pengetahuan dan ketrampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laris akan menghasilkan kinerja. Kompetensi juga merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang bekerjasama dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Definisi kompetensi dalam bidang auditing pun sering diukur dengan pengalaman  (Mayangsari,2003). 

Ashton (1991) dalam M. Nizarul Alim et al (2007), memperlihatkan bahwa dalam psikologi, pengetahuan spesifik dan usang pengalaman bekerja sebagai hal yang penting untuk meningkatkan kompetensi. Ashton juga menjelaskan bahwa ukuran kompetensi tidak cukup hanya pengalaman tetapi diharapkan pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan keputusan yang baik.

Pendapat ini didukung oleh Schmidt et al. (1988) yang memperlihatkan bukti empiris bahwa terdapat hubungan antara pengalaman bekerja dengan kinerja dimoderasi dengan usang pengalaman dan kompleksitas tugas. Selain itu, pengetahuan mengenai spesifik kiprah sanggup meningkatkan kinerja auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam penetapan risiko analitis. Hal ini memperlihatkan bahwa pendapat auditor yang baik akan tergantung pada kompetensi dan mekanisme audit yang dilakukan oleh auditor. 

Kualitas audit sanggup dicapai jikalau auditor mempunyai kompetensi yang baik. Kompetensi tersebut terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan pengetahuan. Auditor sebagai ujung tombak pelaksanaan kiprah audit memang harus senantiasa meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki biar penerapan pengetahuan sanggup maksimal dalam praktiknya. Penerapan pengetahuan yang maksimal tentunya akan sejalan dengan semakin bertambahnya pengalaman yang dimiliki.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtanto (1998) dalam Mayangsari (2003) memperlihatkan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di Indonesia terdiri atas:
a. Komponen pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam suatu kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur dan pengalaman. Kanfer dan Ackerman (1989) juga menyampaikan bahwa pengalaman akan memperlihatkan hasil dalam menghimpun dan memperlihatkan kemajuan bagi pengetahuan. 
b. Ciri-ciri psikologi, menyerupai kemampuan berkomunikasi, kreativitas, kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Gibbin’s dan Larocque’s (1990) juga memperlihatkan bahwa kepercayaan, komunikasi, dan kemampuan untuk bekerja sama ialah penting bagi kompetensi audit.


3. Independensi
Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi sanggup juga diartikan adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya (Mulyadi, 1998: 52).

Definisi independensi dalam The CPA Handbook berdasarkan E.B. Wilcox dalam M. Nizarul Alim (2007) ialah merupakan suatu standar auditing yang penting alasannya opini akuntan independen bertujuan untuk menambah dapat dipercaya laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Jika akuntan tersebut tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak akan memperlihatkan suplemen apapun.

Kode Etik Akuntan tahun 1994 menyebutkan bahwa independensi ialah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan  untuk tidak mempunyai kepentingan langsung dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
KAP yang memperlihatkan jasa konsultasi administrasi kepada klien yang diaudit sanggup meningkatkan risiko rusaknya independensi yang lebih besar dibandingkan yang tidak memperlihatkan jasa tersebut. Tingkat persaingan antar KAP juga sanggup meningkatkan risiko rusaknya independensi akuntan. KAP yang lebih kecil mempunyai risiko kehilangan independensi yang lebih besar dibandingkan KAP yang lebih besar. Sedangkan usang ikatan hubungan dengan klien tertentu tidak mensugesti secara signifikan terhadap independensi akuntan.

Kredibilitas auditor tentu sangat tergantung dari kepercayaan masyarakat yang memakai jasa mereka. Auditor yang dianggap telah melaksanakan kesalahan maka akan mengakibatkan mereduksinya kepercayaan klien. Namun meskipun demikian klien tetap merupakan pihak yang mempunyai efek besar terhadap auditor. Hal tersebut dilihat dari kondisi ketika ini dimana telah terdapat banyak sekali regulasi yang mengatur mengenai kerjasama klien dengan auditor.

Sesuai dengan standar umum bahwa auditor disyaratkan mempunyai pengalaman kerja yang cukup dalam profesi yang ditekuninya, serta dituntut untuk memenuhi kualifikasi teknis dan berpengalaman dalam bidang yang digeluti kliennya (Arens dan Loebbecke, 1997). Pengalaman juga akan memperlihatkan dampak pada setiap keputusan yang diambil dalam pelaksanaan audit sehingga diharapkan setiap keputusan yang diambil ialah merupakan keputusan yang tepat.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin usang masa kerja yang dimiliki auditor maka auditor akan semakin baik pula kualitas audit yang dihasilkan.

Auditor harus mempunyai kemampuan dalam mengumpulkan setiap informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan audit dimana hal tersebut harus didukung dengan sikap independen. Tidak sanggup dipungkiri bahwa sikap independen merupakan hal yang menempel pada diri auditor, sehingga independen menyerupai telah menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki. Tidak gampang menjaga tingkat independensi biar tetap sesuai dengan jalur yang seharusnya. Kerjasama dengan klien yang terlalu lama 11ias menimbulkan kerawanan atas independensi yang dimiliki auditor. Belum lagi banyak sekali kemudahan yang disediakan klien selama penugasan audit untuk auditor. Bukan mustahil auditor menjadi ”mudah dikendalikan” klien alasannya auditor berada dalam posisi yang dilematis.

Referensi: 
Mulyadi. 1998. Auditing. Yogyakarta: FE UGM
Purba Hamidarwaty Desi. 2009. Analisis Pengaruh Independensi Auditor, Etika Auditor, Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Auditor Di Kantor Akuntan Publik Kota Surakarta . Surakarta: FE Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Badriyah laelatul, 2009. Peranan SOA dalam Implementasi Etika Akuntan. Jakarta.Universitas Trisakti.




Related : Pengertian Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Audit

0 Komentar untuk "Pengertian Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Audit"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)