ARTIKEL KE 755
JAD DAN IBRAHIM
Tersebutlah seorang anak bernama Jad, seorang bocah umur 7 tahun di era tahun 40-an. Jad kecil tinggal bersama keluarganya di salah satu apartemen kelas menengah di sebuah kota di Prancis. Ia terlahir dari keluarga Yahudi taat dan berpendidikan tinggi. Ibunya adalah Professor di universitas terkemuka di Perancis kala itu.
Salah satu sudut lantai dasar apartemen tersebut, ada sebuah toko kelontong kecil yang menjadi tempat bagi warga sekitar untuk belanja kebutuhan sehari-hari mereka, termasuk keluarga Jad.
Toko itu milik seorang berkebangsaan Turki bernama Ibrahim, usia 67 tahun. Seorang muslim yang sangat sederhana, bukan dari kalangan berpendidikan tinggi.
Jad kecil hampir setiap hari berbelanja di toko ini. Bila berbelanja, selalu, tanpa sepengetahuan Ibrahim, setidaknya begitu persangkaannya, diam-diam ia mengambil sebatang permen coklat. Sampai suatu hari ia mungkin sedang terburu-buru, ia lupa mengambil (mencuri) coklat tersebut.
Ketika melangkah meninggalkan toko, Ibrahim memanggilnya dan berkata, "Jad, kamu lupa sesuatu, Nak." Jad kecil memeriksa belanjaannya. Tetapi, tidak menemukan sesuatu yang terlupakan.
"Bukan itu," kata Ibrahim dengan senyum. "Ini." Katanya sambil memegang coklat yang biasa diambil Jad. Tentu saja Jad kaget dan ketakutan. Takut bila Ibrahim menyampaikan 'hal memalukan' tersebut ke orang tuanya. Reaksinya, bengong dan pucat.
"Tidak apa-apa, Nak,.. Kata Ibrahim dengan bijak. "Mulai hari ini kau boleh mengambil sebuah coklat gratis setiap berbelanja sebagai hadiah. Tapi, berjanjilah untuk jujur mengatakannya," Ibrahim pun tersenyum.
(baca : Sikap berujung bencana)
"Bukan itu," kata Ibrahim dengan senyum. "Ini." Katanya sambil memegang coklat yang biasa diambil Jad. Tentu saja Jad kaget dan ketakutan. Takut bila Ibrahim menyampaikan 'hal memalukan' tersebut ke orang tuanya. Reaksinya, bengong dan pucat.
"Tidak apa-apa, Nak,.. Kata Ibrahim dengan bijak. "Mulai hari ini kau boleh mengambil sebuah coklat gratis setiap berbelanja sebagai hadiah. Tapi, berjanjilah untuk jujur mengatakannya," Ibrahim pun tersenyum.
(baca : Sikap berujung bencana)
Sejak hari itu, Jad bersahabat dengan Ibrahim. Ia tidak hanya datang menjumpai Ibrahim untuk berbelanja, tetapi juga menjadikannya tempat bercerita dan menumpahkan keluh kesahnya.
Bila menghadapi suatu masalah, Ibrahim adalah orang yang pertama diajaknya berbicara.
Dan, bila itu Jad datang dengan sejuta problemanya, Ibrahim tidak pernah langsung menjawabnya, namun selalu menyuruh Jad untuk membuka halaman sebuah buku tebal yang tersimpan di sebuah kotak kayu dan memilih halaman secara acak.
Ibrahim akan membaca halaman demi halaman buku tebal tersebut tanpa suara, kemudian menjelaskan jawaban dari masalah yang dihadapi Jad.
Ibrahim akan membaca halaman demi halaman buku tebal tersebut tanpa suara, kemudian menjelaskan jawaban dari masalah yang dihadapi Jad.
Hal tersebut berlangsung selama lebih kurang 17 tahun. Sampai satu ketika salah seorang anak Ibrahim mendatangi Jad dan memberikan kotak beserta isinya tersebut kepadanya sembari membawa berita yang sangat menyedihkan.
Jad yang saat itu telah menjadi pemuda menerima kabar kalau Ibrahim, sahabat sejatinya telah berpulang. Wafat kembali keharibaan penciptaNya.
Kotak berisi kitab itu diterimanya penuh haru. Jad memperlakukannya dengan takzim sebagai representasi sang sahabat, Ibrahim memperlakukan kitab itu.
Jad yang saat itu telah menjadi pemuda menerima kabar kalau Ibrahim, sahabat sejatinya telah berpulang. Wafat kembali keharibaan penciptaNya.
Kotak berisi kitab itu diterimanya penuh haru. Jad memperlakukannya dengan takzim sebagai representasi sang sahabat, Ibrahim memperlakukan kitab itu.
Satu ketika, saat ia berhadapan dengan satu masalah pelik, ia membuka kotak dan mengambil kitab yang ada di dalamnya, sebagaimana yang sering ia lakukan dengan almarhum Ibrahim. Ternyata kitab itu bertuliskan huruf Arab. Karena tak bisa membaca tulisan dalam bahasa Arab, Jad pun tak kurang akal.
Ia meminta tolong kepada temannya yang berkebangsaan Tunisia untuk menjelaskan makna dari 2 halaman yang dipilihnya secara acak. Sang teman ini pun kemudian membacakan makna tulisan itu. Sungguh, apa yang disampaikan sahabatnya, seakan bagai jawaban khusus bagi masalah yang sedang ia hadapi...
(baca : hidup itu butuh masalah)
(baca : hidup itu butuh masalah)
Jad lalu bertanya kepada teman Tunisianya: "Ini kitab apa..?"
"Al-Qur'an, kitab suci Umat Islam." Jawab temannya.
Kaget dan takjub Jad mendengar hal tersebut. Ia langsung bertanya bagaimana syarat untuk menjadi seorang Muslim.
Dijawab oleh Si Tunisia : "Mudah, Syahadat dan berusaha menjalankan Syariah."
"Al-Qur'an, kitab suci Umat Islam." Jawab temannya.
Kaget dan takjub Jad mendengar hal tersebut. Ia langsung bertanya bagaimana syarat untuk menjadi seorang Muslim.
Dijawab oleh Si Tunisia : "Mudah, Syahadat dan berusaha menjalankan Syariah."
Hari itu Jad masuk Islam dan mengubah namanya menjadi Jadullah Al-Qurani. Dia berjanji untuk mempelajari Al-Quran dengan sebaik-baik dan semampunya.
Tentu saja keluarganya yang beragama Yahudi, terutama Ibunya yang profesor, sulit menerima hal tersebut dan berusaha untuk mengembalikan Jad kepada keyakinannya semula.
Tentu saja keluarganya yang beragama Yahudi, terutama Ibunya yang profesor, sulit menerima hal tersebut dan berusaha untuk mengembalikan Jad kepada keyakinannya semula.
Sang Ibu berjuang dengan berbagai cara bahkan mengajak teman-teman dari kalangan intelektual Yahudi untuk memberi pengertian pada Jad. Ini terus berlangsung selama 30 tahun, tetapi tidak berhasil.
(baca : Dibanjiri sejuta keberkahan dan kebaikan)
(baca : Dibanjiri sejuta keberkahan dan kebaikan)
Pengaruh Ibrahim yang bersahaja, ternyata mengalahkan semua orang-orang pintar di sekitar Jad."
Jadullah pun berkata:
"Saya menjadi Muslim di tangan seorang lelaki yang justru tidak pernah berbicara tentang agama".
"Saya menjadi Muslim di tangan seorang lelaki yang justru tidak pernah berbicara tentang agama".
"Tak pernah berkata":
_"Kamu Yahudi!"_
_"Kamu Kafir!"_
_"Belajarlah agama!"_
_"Jadilah muslim!"_
_"Kamu Yahudi!"_
_"Kamu Kafir!"_
_"Belajarlah agama!"_
_"Jadilah muslim!"_
"Tapi, ia menyentuh saya dengan "akhlak", dan itu adalah sebaik-baiknya perilaku‼️ Memperkenalkan kepada saya se baik-baiknya kitab, Al-Qur'an"
Jadullah mempelajari Al-Qur’an serta memahami isinya, kemudian ia berdakwah di Eropa hingga berhasil meng-Islamkan enam ribu Yahudi dan Nasrani.
Suatu hari, Jadullah membuka lembaran-lembaran Al-Qur’an hadiah dari Ibrahim itu. Tiba-tiba ia mendapati sebuah lembaran bergambarkan peta dunia. Pada saat matanya tertuju pada gambar benua afrika, nampak di atasnya tertera tanda tangan _Ibrahim_ dan dibawah tanda tangan itu tertuliskan ayat :
( ﺍُﺩْﻉُ ﺇِﻟَﻰ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺭَﺑِّﻚَ ﺑِﺎﻟْﺤِﻜْﻤَﺔِ ﻭَﺍﻟْﻤَﻮْﻋِﻈَﺔِ ﺍﻟْﺤَﺴَﻨَﺔِ (!!… )
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik!!…”_
(QS. An-Nahl; 125)
Iapun yakin bahwa ini adalah wasiat dari Ibrahim dan ia memutuskan untuk melaksanakannya. Beberapa waktu kemudian Jadullah meninggalkan Eropa dan pergi berdakwah ke negara-negara Afrika yang diantaranya adalah Kenya, Sudan bagian selatan (yang mayoritas penduduknya adalah Nasrani), Uganda serta negara-negara sekitarnya.
Jadullah berhasil meng-Islamkan lebih dari 6.000.000 (enam juta) orang dari suku Zolo, ini baru satu suku, belum dengan suku-suku lainnya.
Jadullah Al-Qur'ani wafat di tahun 2003, dalam perjalanan hidupnya sebagai seorang Muslim..
Jadullah Al-Qur'ani wafat di tahun 2003, dalam perjalanan hidupnya sebagai seorang Muslim..
30 tahun lebih ia telah meng-Islamkan lebih dari jutaan orang di Afrika.
Sementara Ibunya masuk Islam di tahun 2005, di usia 78 tahun, dua tahun setelah meninggalnya sang anak, Jadullah Al-Qur'ani.
Di sebagian fragmen cerita nyata ini, akhirnya menginspirasi sineas Perancis untuk memfilmkannya dengan judul, *“MONSIEUR IBRAHIM et Les Fleurs du Coran‘* (Ibrahim dan Bunga-Bunga Quran) yang disutradarai Francois Dupeyron. Film ini dibintangi aktor legendaris mesir Omar Sharif_(sebagai Uncle Ibrahim) dan aktor muda berbakat Perancis Pierre Boulanger (sebagai Jad)
Pembaca.....
Ini kisah nyata luar biasa yang sangat menginspirasi terutama bagi para juru Dakwah. Karena berdakwah tak hanya dengan lisan, tapi juga lewat akhlak.
Kenyataannya masih banyak dari Saudara Muslim kita yang masih suka mengkafir-kafirkan saudara Muslim yang lain, hanya kerena BERBEDA GURU atau mazhab atau cara memaknai sebuah, atau beberapa ayat Alquran dan Hadis.
Wallahu alam...
0 Komentar untuk "Menyentuh dengan Ahlak"