ARTIKEL KE 754
Setelah menelantarkan blog ini selama kurang lebih dua minggu karena fokus dengan ujian, akhirnya admin kembali menulis dan mengupdate tulisan yang belum sempat terpublish..
Bicara soal ujian saya teringat dengan kebiasaan bernazar orang-orang kita..
TENTANG NAZAR
Mungkin anda pernah dengar janji seseorang seperti ini, "Kalo saya bisa lulus SBMPTN / PNS / keterima kerja saya mau puasa tiga hari." Atau kalo rezekiku banyak bulan ini aku mau melakukan ibadah tertentu..... Ucapan ini adalah nazar..
Nazar adalah niatan(janji) seseorang yang mewajibkan pada dirinya sendiri untuk melakukan suatu aktifitas ibadah yang hukum asalnya ibadah tersebut bukan merupakan kewajiban.
Nazar termasuk ibadah yang hanya boleh ditujukan kepada Allah Ta’ala saja. Jadi nazar adalah kegiatan mendekatkan diri pada Allah dengan jalan syar'i, bukan lewat bertapa di bawah pohon besar atau tindakan musyrik lainnya.
Nazar termasuk ibadah yang hanya boleh ditujukan kepada Allah Ta’ala saja. Jadi nazar adalah kegiatan mendekatkan diri pada Allah dengan jalan syar'i, bukan lewat bertapa di bawah pohon besar atau tindakan musyrik lainnya.
Firman Allah SWT :
“Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al Insan :7).
Jika ditinjau dari sebabnya nazar terbagi atas :
(1). Nazar mutlaq.
Seseorang mewajibkan dirinya untuk melakukan ketaatan tanpa memberikan syarat tertentu.
Contohnya, seseorang yang berkata: “Saya bernazar untuk melakukan shalat dhuha selama satu bulan". Maka wajib baginya untuk melaksanakan shalat dhuha selama satu bulan.
Contohnya, seseorang yang berkata: “Saya bernazar untuk melakukan shalat dhuha selama satu bulan". Maka wajib baginya untuk melaksanakan shalat dhuha selama satu bulan.
(2). Nazar muqayyad.
Seseorang mewajibkan dirinya untuk melakukan ketaatan jika permintaanya dikabulkan Allah.
Contohnya, seseorang yang berkata: “Saya akan berpuasa sunah selama 10 hari jika saya lulus ujian”. Atau "Saya akan memberi sedekah 50 anak yatim kalo lamaran saya pada seorang gadis diterima." Maka wajib baginya untuk berpuasa selama satu bulan dan bersedekah jika dia berhasil lulus ujian dan lamarannya diterima orang tua si gadis.
Bukan hanya itu.
Contohnya, seseorang yang berkata: “Saya akan berpuasa sunah selama 10 hari jika saya lulus ujian”. Atau "Saya akan memberi sedekah 50 anak yatim kalo lamaran saya pada seorang gadis diterima." Maka wajib baginya untuk berpuasa selama satu bulan dan bersedekah jika dia berhasil lulus ujian dan lamarannya diterima orang tua si gadis.
Bukan hanya itu.
Banyak orang bernazar demi keinginan/harapan/rezeki yang bakal dia peroleh.
Bolehkah bernazar soal rezeki?
Bolehkah bernazar soal rezeki?
Nazar Muuqayyad hukumnya makruh, bahkan sebagian ulama mengharamkannya. Alasannya, karena seorang yang bernazar seperti ini seolah–olah tidak yakin bahwa Allah akan memenuhi keinginannya kecuali jika dia memberikan ganti dengan melakukan ibadah tertentu.
Ini merupakan buruk sangka terhadap Allah Ta’ala. Ini juga menunjukkan kebakhilan seseorang. Perbuatan seperti ini tidak layak dilakukan oleh seorang muslim.
Ini merupakan buruk sangka terhadap Allah Ta’ala. Ini juga menunjukkan kebakhilan seseorang. Perbuatan seperti ini tidak layak dilakukan oleh seorang muslim.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
“Nabi melarang untuk bernazar, beliau bersabda: ‘Nazar sama sekali tidak bisa menolak sesuatu. Nadzar hanyalah dikeluarkan dari orang yang bakhil (pelit)’.”_ (HR. Bukhari no. 6693 dan Muslim no. 1639)
Jika ditinjau dari tujuannya dikenal :
(1). Nadzar untuk ditujukan kepada Allah. Inilah yang benar. Karena nadzar merupakan ibadah dan harus ditujukan kepada Allah saja.
(2). Nadzar untuk ditujukan kepada selain Allah. Ini merupakan perbuatan kesyirikan. Seperti nadzar ditujukan kepada jin, Nyi Roro Kidul, Syaikh Abdul Qadir Jailiani, dan sebagainya. Nadzar seperti ini termasuk perbuatan syirik akbar serta pelakunya kafir dan keluar dari Islam.
Hukum Menunaikan Nazar
Orang yang sudah mengucapkan nazar, wajib menunaikan nadzarnya.
Rasulullah bersabda,
“Barangsiapa yang bernadzar untuk mentaati Allah, maka wajib mentaatinya. Akan tetapi barangsiapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada-Nya maka janganlah melakukan maksiat tersebut“(H.R Bukhari).
Orang yang sudah mengucapkan nazar, wajib menunaikan nadzarnya.
Rasulullah bersabda,
“Barangsiapa yang bernadzar untuk mentaati Allah, maka wajib mentaatinya. Akan tetapi barangsiapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada-Nya maka janganlah melakukan maksiat tersebut“(H.R Bukhari).
● Jika nadzarnya berupa amalan ibadah atau ketaatan kepada Allah, maka wajib untuk menunaikan nadzar tersebut dan berdosa jika tidak melakukannya. Jika dia melanggar atau tidak menunaikannya maka wajib membayar kaffarah (denda).
● Jika nazarnya perkara makruh dan mubah bukan termasuk ibadah, maka dalam hal ini dia boleh memilih menunaikan nadzarnya atau membayar kaffarah.
● Jika nazarnya berupa kemaksiatan yang bukan termasuk kesyirikan, maka tidak boleh ditunaikan. Nadzarnya tetap sah, namun wajib untuk membayar kaffarah.
● Jika nadzarnya berupa perbuatan syirik, maka nadzarnya tidak sah dan dia tidak boleh menunaikannya. Tidak ada kewajiban untuk membayar kaffarah , namun pelakunya harus bertaubat karena telah berbuat syirik akbar. (Lihat dalam Mutiara Faidah Kitab Tauhid).
● Jika nazarnya perkara makruh dan mubah bukan termasuk ibadah, maka dalam hal ini dia boleh memilih menunaikan nadzarnya atau membayar kaffarah.
● Jika nazarnya berupa kemaksiatan yang bukan termasuk kesyirikan, maka tidak boleh ditunaikan. Nadzarnya tetap sah, namun wajib untuk membayar kaffarah.
● Jika nadzarnya berupa perbuatan syirik, maka nadzarnya tidak sah dan dia tidak boleh menunaikannya. Tidak ada kewajiban untuk membayar kaffarah , namun pelakunya harus bertaubat karena telah berbuat syirik akbar. (Lihat dalam Mutiara Faidah Kitab Tauhid).
Jika Tidak Bisa Menunaikan Nazar
Jika seseorang bernadzar tidak bisa menunaikannya, maka wajib membayar Kaffarah nazar sama dengan kaffarah sumpah, yaitu membebaskan seorang budak, memberi makan sepuluh orang miskin, atau memberi pakaian sepuluh orang msikin. Jika tidak bisa melakukan ketiganya, maka dia harus berpuasa tiga hari.
_“… maka kaffarah (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffarahnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarah sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). “(QS. Al Maidah : 89).
Hati-hati bernazar soal rezeki..
Meski sebagai manusia kita selalu menghitung untung rugi dari sebuah perbuatan bahkan ibadah yang jelas-jelas pahalanya buat kita pun masih di kaitkan dengan rezeki/perolehan dunia. Padahal ibadah adalah tujuan penciptaan kita. Allah menciptakan kita untuk beribadah, sehingga semua fasilitas termasuk rezeki diberiNya agar melancarkan ibadah kita. Jadi rasanya aneh kalo kita minta dikabulkan rezeki dengan iming-iming (nazar) ibadah padaNya yang seharusnya sudah menjadi kewajiban kita. Seakan-akan kita "ngancam" kalo rezeki gak dikasih bakalan mogok ibadah. Padahal pahala dari ibadah buat siapa? Bukan buat Allah, kita gak ibadah pun Allah gak bakal turun posisi, tapi kitanya yang rugi.
Bukankah apa yang kita dapatkan tergantung niatnya? Kalo nazar buat rezeki niatnya hanya buat dapat rezeki saja... titik, jadi pahala akhirat gak dia dapat. Jadi kalo rezeki yang diinginkan gak didapat, rugi dua kali, udah gak dapat rezeki dunia, gak dapat pahala akhirat pula..
(baca : Saat rezeki jadi sia-sia)
Mbok ibadah itu yang bener, jangan karena pengen sesuatu trus ibadahnya baru mau dimaksimalkan sementara ajal bisa datang kapan saja.. Betul.....Allah menyuruh kita buat berdoa dan meminta kepadaNya, tapi gak perlu pake iming-iming karena Allah gak butuh itu. Allah hanya ingin keikhlasan kita saja..
Daripada bernazar mending maksimalkan ibadah. Insya Allah jika ibadahnya bener rezeki akan dimudahkan.
Wallahu alam..
Meski sebagai manusia kita selalu menghitung untung rugi dari sebuah perbuatan bahkan ibadah yang jelas-jelas pahalanya buat kita pun masih di kaitkan dengan rezeki/perolehan dunia. Padahal ibadah adalah tujuan penciptaan kita. Allah menciptakan kita untuk beribadah, sehingga semua fasilitas termasuk rezeki diberiNya agar melancarkan ibadah kita. Jadi rasanya aneh kalo kita minta dikabulkan rezeki dengan iming-iming (nazar) ibadah padaNya yang seharusnya sudah menjadi kewajiban kita. Seakan-akan kita "ngancam" kalo rezeki gak dikasih bakalan mogok ibadah. Padahal pahala dari ibadah buat siapa? Bukan buat Allah, kita gak ibadah pun Allah gak bakal turun posisi, tapi kitanya yang rugi.
Bukankah apa yang kita dapatkan tergantung niatnya? Kalo nazar buat rezeki niatnya hanya buat dapat rezeki saja... titik, jadi pahala akhirat gak dia dapat. Jadi kalo rezeki yang diinginkan gak didapat, rugi dua kali, udah gak dapat rezeki dunia, gak dapat pahala akhirat pula..
(baca : Saat rezeki jadi sia-sia)
Mbok ibadah itu yang bener, jangan karena pengen sesuatu trus ibadahnya baru mau dimaksimalkan sementara ajal bisa datang kapan saja.. Betul.....Allah menyuruh kita buat berdoa dan meminta kepadaNya, tapi gak perlu pake iming-iming karena Allah gak butuh itu. Allah hanya ingin keikhlasan kita saja..
Daripada bernazar mending maksimalkan ibadah. Insya Allah jika ibadahnya bener rezeki akan dimudahkan.
Wallahu alam..
0 Komentar untuk "Bernazar Soal Rezeki? Bolehkah?"