Kisah Sebongkah Emas dan Tanah

EMAS VS TANAH

Kisah di bawah ini bisa jadi cerita fiktif tapi banyak kebijaksanaan yang kita dapat darinya. Selamat membaca.
Kisah ini dimulai dengan perbincangan antara dua mahluk Allah yaitu sebongkah emas dan sebongkah tanah.
● Emas berkata pada tanah, “Coba lihat pada dirimu, suram dan lemah, apakah engkau memiliki cahaya mengkilat seperti aku, menyilaukan semua mata yang memandang, membuat iri banyak orang.......???
Apakah engkau berharga seperti aku....... ???”
Kata emas dengan sombongnya... Dia memandang rendah tanah yang suram dan dekil..




● Tanah menggelengkan kepala dan menjawab, “Memang aku tak secemerlang dan seberkilau engkau. Tapi aku bisa menumbuhkan bunga dan buah, bisa menumbuhkan rumput dan pohon, bisa menumbuhkan tanaman yang jadi makanan ternak dan manusia saat hidup dan matinya membutuhkanku, aku dibutuhkan dan bermanfaat bagi banyak orang. Bagaimana dengan engkau, apakah engkau memberi manfaat dalam kilauanmu....... ???” Dengan penuh kepercayaan diri si tanah membalas hinaan si emas.
Emas pun terdiam seribu bahasa......!!!!! Tak bisa berkata apa-apa lagi..

Percakapan yang singkat saja tapi penuh makna.
Dalam hidup ini banyak orang yang seperti emas, berharga, menyilaukan tetapi tidak bermanfaat bagi sesama. Mereka hanya muncul sebagai bahan dekorasi, pelengkap hiasan dinding semata. Yang jika silaunya sudah pudar jadi kurang berharga.
Sukses dalam karir, rezeki lancar jaya, harta melimpah dan rupawan dalam paras, tapi enggan membantu apalagi peduli dengan sesama adalah bagian dari gaya hidupnya. Kemana-mana naik mobil mewah, rumah megah bertingkat tiga dilengkapi kolam renang pribadi tapi sesama tetangga tak saling kenal.

Tapi ada juga orang yang seperti tanah. Posisi dalam masyarakat biasa saja, hidup bersahaja dalam kesederhanaan namun ringan tangan siap membantu siapapun, kapanpun dan di manapun. Tak pernah memungut biaya dan meminta balasan atas kebaikan yang dilakukannya. Baginya balasan hanya dari Allah sehingga dia tak butuh balas budi dari manusia.
Makna dari kehidupan yang fana ini bukan terletak pada seberapa bernilainya diri kita, tetapi seberapa besar bermanfaatnya kita bagi orang lain. Percuma jika kita hidup hanya sekedar hidup, sekedar ada aja di bumi ini, numpang eksis doang karena babi hutan juga hidup kata Buya Hamka. Sementara kita tingkatannya jauh lebih mulia dari babi hutan. Kita bisa menebar kebaikan menarik pahala berbonus rezeki
Jika keberadaan kita dapat menjadi berkah bagi banyak orang, barulah kita benar- benar bernilai. Tahukah anda bahwa kebermanfaatan itu menarik rezeki? Karena Allah menyukainya dan ridha dengan usahanya yang selalu saja memberi manfaat bagi banyak orang. Rasulullah berkata bahwa orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang lain. Seperti halnya tanah yang meskipun terlihat kotor dan kumuh tapi di dalamnya hidup banyak organisma dan di atasnya bisa tumbuh beragam tumbuhan, dan memberi ruang bagi manusia dan hewan untuk berpijak.
Apalah gunanya kesuksesan bila itu tidak membawa manfaat bagi kita, keluarga dan orang lain. Apalagi jika kesuksesan itu malah merugikan orang lain dan membuat kita jauh dari Allah.
Apalah arti kemakmuran bila  tidak berbagi dengan yang membutuhkan.
Apalah arti kepintaran bila tidak memberi inspirasi di sekelilingnya.
Apalah arti paras yang menawan jika hanya untuk diumbar dan dipake maksiat.
Apalah arti kekayaan jika hanya untuk dipake berfoya-foya dan dibiarkan mubazir.
Karena hidup adalah proses, ada saatnya kita memberi dan ada saatnya kita menerima. Jika bisa memberi, lakukanlah, karena tangan di atas jauh lebih baik daripada tangan di bawah. 

Wallahu alam..

Related : Kisah Sebongkah Emas dan Tanah

0 Komentar untuk "Kisah Sebongkah Emas dan Tanah"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)