LIPUTANTOP.COM - Kandas sudah pertunanganku yang telah berjalan hampir satu tahun, ternyata tunanganku berselingkuh sampai menghamili sahabatku sendiri.
Sungguh aku tidak pernah menyangka, kenapa sahabatku sendiripun juga tega mengkhianatiku.
Aku, Andi dan Rini sebenarnya adalah tiga orang sahabat, kami bertiga telah bersahabat karib sejak masa SMA.
Setelah lulus sekolah, Rini melanjutkan studinya ke Australia, sedangkan aku dan Andi kebetulan sama-sama diterima di salah satu perguruan tinggi negeri ternama.
Universitas itu berlokasi di daerah Depok.
Andi berwajah cukup tampan, aku sebenarnya telah menaruh hati padanya sejak masa SMA, dan bila ku perhatikan dari gesture dan tatapan mata Rini kepada Andi, tersirat sebenarnya Rini juga menyukai Andi.
Baca Juga: Renungan Bagi Jomblower Dalam Menanti Jodoh
Di masa SMA Andi cukup populer, selain tampan dia juga bertubuh atletis dan jago main basket. Suatu kelebihan yang mampu mempesona para gadis-gadis remaja.
Tapi saat di SMA itu kami bertiga memilih untuk bersahabat saja, Aku dan Rini berusaha bersikap sewajarnya, walaupun sering kupergoki Andi diam-diam suka memperhatikanku, terkadang dia juga suka memperhatikan Rini.
Selama masa SMA sampai lulus sekolah, kami bertiga benar-benar hanya bersahabat saja. Ada semacam aturan tidak tertulis diantara kami bertiga. Kami masing-masing merasa bahwa persahabatan bisa rusak karena urusan percintaan.
Tapi entahlah! Untuk urusan hati kadang-kadang manusia bersifat munafik. Tatapan mata dan gesture tubuh tidak bisa dibohongi diantara kami.
Cinta segitiga!
Semasa kuliah hubunganku dengan Andi semakin akrab.
Tiba-tiba ditahun ketiga kuliah, Andi menyatakan cintanya kepadaku. Akupun tak kuasa menolaknya.
Setama kuliah andi datang ke rumah menemui ibuku untuk melamarku. Ayahku sudah meninggal setahun yang lalu karena sakit.
Ibuku langsung menerima dengan senang hati lamaran Andi. Sebab selain karena telah mengenalnya, ibu juga merasa tugasnya yang terbesar sebagai single parents adalah mencarikan jodohku.
Umurku telah masuk 25 tahun. Sehingga bila aku telah menikah tugas ibu tinggal mengasuh Ridho, adikku satu-satunya yang berumur 7 tahun.
Tiba-tiba datang telepon dari Rini sahabat lamaku dulu.
Dia bilang telah balik ke indonesia, studinya di australia telah selesai, dia mengajak reunian bareng.
Akupun sangat senang mendengarnya dan segera mengabarkannya kepada Andi.
Reunian diadakan dirumahku.
Rini datang membawa oleh-oleh berupa souvenier, minuman, dan coklat dari Australia.
Oleh-oleh itu ditaruh diruang tamu.
Kami bertigapun ngobrol-ngobrol diruang tengah, saling mengenang memori masa-masa SMA.
“Assalamualaikuuum.” terdengar suara adikku. Seperti biasa, diwaktu siang hari seperti ini adalah saat-saat dia pulang sekolah.
“Waalaikumsalam.” serentak jawab kami bertiga.
“Eeeeeh Ridho sekarang sudah gede ya?” sorak Rini sambil memeluk adik kesayanganku itu.
Adikku itu hanya ketawa kecengengesan.
“Oh iya, kakak ada oleh-oleh lho buat Ridho.” seru Rini sambil bergegas ke ruang tamu.
Tapi tidak berapa lama kemudian Rini kembali lagi dengan wajah keheranan: “kok oleh-olehnya sudah kebuka ya?, kayak sudah ada orang yang makanin."
Reflek aku menoleh kepada adiku yang tiba-tiba sudah menghilang lari dengan cepat.
“Ridhoooo! kebiasaannya gak pernah berubah-ubah deh!! Malu-maluin kakak aja!"
Rini hanya tersenyum simpul melihat kelakuan adikku itu.
Pada hari itupun kami semua lewati dengan amat menyenangkan.
Tapi entah kenapa, sejak saat itu kulihat ada yang ganjil diantara Andi dan Rini.
Bila ku datang main ke rumah Andi atau kerumah Rini, sering kupergoki mereka selalu ada berdua.
Awalnya aku berusaha berprasangka baik: “Akh mungkin hanya kebetulan saja pikirku."
Tapi kehadiran Andi yang semakin jarang padaku makin membuat semuanya bertambah ganjil.
Sikapnya sudah jauh berubah, sangat dingin kepadaku, akupun mulai curiga.
Ternyata kecurigaanku benar!
Tiga bulan kemudian tiba-tiba Rini datang ke rumahku.
Berkata terus terang sambil bersujud memohon maaf dan ampun kepadaku.
Dia telah hamil oleh Andi, dan Andipun telah menghilang entah kemana.
Aku bagaikan tersambar petir di siang bolong. Berdiri terpaku dengan bibir dan tangan menggigil. Tak tahu harus berkata apa, antara marah, benci, kesal, sedih bercampur aduk jadi satu.
Sejak itu aku lebih banyak mengurung diri dikamar.
Aku jadi sering bolos masuk kantor sehingga akhirnya akupun dipecat.
Dunia terasa runtuh bagiku.
Ibukupun akhir-akhir ini lebih banyak diam. Tersirat kesedihan yang amat mendalam diwajahnya yang membuat hatiku semakin terpuruk.
Hanya ridholah adikku satu-satunya yang sering menghiburku dengan keceriaanya. Adikku itulah yang sering menemaniku dikamar. Dialah yang sering mengetuk pintu kamarku, jika aku bangun kesiangan.
Setahun kemudian waktupun telah berlalu.
Tidak ada yang lebih baik, dunia terasa makin tidak berpihak kepadaku.
Ibuku telah berkali-kali menyodorkan jodoh untukku. Tapi entah kenapa semakin disodorkan seorang laki-laki, hanya malah membuat hatiku semakin tertutup.
Trauma itu terlalu berat dan begitu mencengkeram ke dalam jiwaku.
Aku takut!
Ketidak pastian akan masa depan, itu seperti hantu yang amat menyeramkan dalam benakku.
Aku takut nanti calon suamiku tidak sanggup menerima keadaanku yang seperti ini, dan hal itulah yang selalu saja menghantuiku.
Ibukupun semakin mendalam kesedihannya melihat keadaanku!
Aku mulai diam-diam mengkonsumsi obat tidur.
Tapi ketenangan yang didapat hanya sesaat saja. Setelah efek obat itu hilang, momok bayangan menakutkan itu kembali datang lagi, aku telah hampir gila!
“Kak, kakak kenapa sih sebenarnya?” tanya adikku dengan raut muka amat sedih.
Aku hanya bisa menatapnya dengan kosong. Sambil tersenyum tipis, ku gapai tangan adik kesayanganku itu dan kupeluk dengan erat: “gak, kakak gak apa-apa kok ridho.”
Dua tahun kemudian waktu terus berlalu!
Aku telah dirawat secara rutin oleh seorang psikiater yang dia juga teman ibuku. Tiap minggu teman ibu itu selalu datang kerumah merawatku.
Aku makin tenggelam dikamarku.
Kadang aku merasa sudah seperti di alam lain, mulai sering terfikir untuk mengakhiri hidupku, tapi aku selalu teringat dengan adik dan ibuku.
Aku bingung dan semakin hampir gila!
“Dasar Cowok Brengsek!” umpatku.
Aku telah melarutkan sebotol kecil obat tidur kedalam segelas susu untuk mengakhiri hidupku. Aku duduk dikursi dengan siku tanganku bertelekan diatas meja kecil didekat pintu kamarku.
Lama ku duduk diam terpaku menatap gelas itu.
Hari telah menunjukan pukul 12.30 siang.
Tiap akan kuraih gelas itu, aku selalu kembali teringat kepada ibu dan adikku. Bila aku ‘pergi’ siapakah lagi nanti yang akan merawat hari tua ibuku dan mengasuh adikku?
Akupun beranjak perlahan dan menghempaskan tubuhku ke kasur sambil menelungkup, air mataku mengalir deras sejadi-jadinya, tanpa suara.
“Kak Tina.”
Tiba-tiba terdengar lirih suara yang amat ku kenal itu!
Secepat kilat ku terkesiap teringat akan sesuatu, akupun menoleh dengan cepat. Nampak sesosok tubuh lunglai dengan bibir bergetar dan muka pucat sambil memegang gelas.
"Ridhoooooooooooooooooooooooooooo!!!!!!!!!!!!!"
Original Cerpen By: Bang Izal.
Baca Juga Cerpen Lainnya: ELSA, ADIKKU SAYANG ADIKKU MALANG (Cerpen)
0 Komentar untuk "Aku Telah Hampir Gila "