Materi Pai Xi Cuilan 10 Pembaruan Islam

Periodisasi sejarah kebudayaan Islam dibagi menjadi tiga garis besar. Tiga periode besar tersebut adalah: 

1. Periode periode klasik (650 1250 M) 
2. Periode periode pertengahan (1250 1800 M) 
3. Periode periode Modern (1800 sekarang) 

Setiap periode memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan periode lainnya. Periode periode klasik menggambarkan kondisi kejayaan dunia Islam. 

Periode periode pertengahan menggambarkan kondisi kemunduran dunia Islam. Periode periode terbaru menggambarkan kondisi kebangkitan dunia Islam. 

Dunia Islam membentang dari Maroko hingga ke Indonesia dengan mengecualikan beberapa wilayah yang orangnya secara lazim dikuasai nonmuslim. 

Menurut Muhaimin (2011), Islam meraih perkembangan di periode klasik, disebabkan oleh beberapa hal yaitu: 
  1. Umat Islam melaksanakan fatwa al-Qur’an yang mengutus agar insan banyak menggunakan akal. 
  2. Umat Islam melaksanakan fatwa Rasulullah saw. yang mendorong biar kaum Muslimin tidak cuma menuntut “ilmu agama”, namun juga mempelajari ilmuilmu lain yang berharga bagi kehidupan. 
  3. Umat Islam menyebarkan “ilmu agama” dengan berijtihad dan menyebarkan sains. Pada masa ini dunia Islam bukan cuma timbul andal ilmu hadis, fiqih, dan tafsir. Akan namun juga andal kedokteran, matematika, optika, kimia, fisika, astronomi, dan sebagainya. 
  4. Ulama yang berdiri sendiri. Para ulama pada periode ini menolak tawaran penguasa untuk menjadi pegawainya. 

Pada periode periode pertengahan utamanya periode ke-16 hingga 18, laju keilmuan dari para ulama kian melemah. Ciri-ciri periode periode pertengahan ini adalah: 
  1. Ulama kurang berani lagi melaksanakan ijtihad. 
  2. Para ulama menilai bahwa penggunaan logika sebagaimana diajarkan al- Alquran sudah bukan zamannya. 
  3. Ulama pada periode ini menemukan saja karya-karya yang dihasilkan oleh ulama zaman periode klasik. 
  4. Banyak ulama yang tidak lagi berdiri sendiri, namun bergantung terhadap penguasa.
  5. Para ulama pada periode ini cuma menurut/mengikuti (bertaklid) pada ulama zaman klasik. 
  6. Ulama cuma sibuk pada “ilmu agama” saja, sehingga “ilmu umum” tidak meningkat dan justru condong lenyap. 
  7. Ilmu yang tiba dari dunia Barat ke dunia Islam tidak dimengerti lagi selaku warisan umat Islam di zaman sebelumnya. 

Produktivitas keilmuan di zaman periode pertengahan menurun jauh dibandingkan dengan produktivitas keilmuan di periode klasik. 

Umat Islam mengalami kemunduran di banyak sekali bidang, sedangkan orang ropa menikmati perkembangan yang pesat di bidang sains, ekonomi, politik, militer, dan lainnya. 

Pada periode periode terbaru (abad ke-19) mulailah timbul kesadaran umat Islam. Kesadaran tersebut timbul ketika orang-orang ropa sukses menguasai dunia Islam. 

Pada awalnya, bangsa ropalah yang mengalami kemunduran. Bangsa ropa juga pernah dikalahkan oleh umat Islam pada zaman periode klasik (650-1250). 

Contoh berhasilnya orang-orang ropa yang menguasai dunia Islam di antaranya adalah: 
  1. Negara Turki Usmani yang dielu-elukan umat Islam pada penghujung periode pertengahan ternyata mulai surut akhir kalah perang dengan penguasa ropa. 
  2. Napoleon Bonaparte dari Perancis sanggup menguasai seluruh Mesir dalam waktu kurang dari tiga minggu. 
  3. Inggris selaku salah satu kekuatan ropa bisa memasuki India dan menaklukkan kerajaan Mughal. 

Dalam kondisi keterpurukan menyerupai itu, menghasilkan para ulama sadar atas derita kemunduran yang dialami umat Islam dibandingkan dengan perkembangan ropa. 

Oleh lantaran itu, pada periode terbaru timbul para ulama dengan gagasan-gagasan yang berencana meningkatkan umat Islam sehingga dunia Islam sanggup mengejar-ngejar perkembangan Barat. 

Pemikiran para ulama yang timbul pada periode terbaru ini bukanlah kepercayaan mutlak menyerupai layaknya ayat-ayat dalam Kitab Suci. 

Akan tetapi, pemikiran- pemikiran tersebut cuma sebatas ide relatif yang masih “menerima pergantian dan pengurangan.” 

Bagi bangsa Indonesia, kehadiran para ulama Islam terbaru ini menenteng efek yang kuat. 

Langsung atau tidak pribadi mereka menyebarkan gagasan-gagasan yang cocok dengan konteks keindonesiaan ketika ini.

1. Syah Waliyullah (1703-1763)
Syah Waliyullah dilahirkan di Delhi pada 21 Februari 1703. Ia memperoleh pendidikan dari orang tuanya yang dimengerti “sufi” dan pengurus madrasah, yakni Syah Abd. Rahim. 

Setelah dewasa, ia turut menjadi guru di madrasah itu. 

Kemudian dia menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu pada ulama-ulama di Mekah dan Madinah selama setahun. Ia kembali ke Delhi pada tahun 1732 dan meneruskan karir lamanya selaku guru. 

Syah Waliyullah juga gemar menulis. Ketika wafat dia banyak meninggalkan karya-karya tulis, Karya-karya dia di antaranya yang sungguh terkenal berjudul Hujjatullah Al-Balighah dan uyun Al-Haramain. 

Ketika menyaksikan kemunduran dunia Islam, Syah Waliyullah beropini bahwa penyebab kemunduran dunia Islam di antaranya merupakan selaku berikut: 
  1. Terjadinya pergantian metode pemerintahan Islam dari metode kekhalifahan menjadi metode kerajaan. 
  2. Sistem demokrasi yang menempel dalam kekhalifahan diganti dengan metode monarki absolut. 
  3. Perpecahan di golongan umat Islam merupakan akhir dari adanya perbedaan aliran-aliran yang timbul di dalamnya. Tiap- tiap aliran mengaku dirinya yang paling benar. 
  4. Mencampuradukkan fatwa Islam dengan unsur-unsur fatwa lainnya, sehingga fatwa Islam yang murni menjadi kurang jelas. 

Pemikiran lain dari Syah Waliyullah merupakan perlunya penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa asing. 

Tujuan penerjemahan ini biar penduduk yang tidak mengerti bahasa Arab sanggup mengerti maksud dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Pemikiran ini tergolong baru, lantaran penerjemahan al-Qur’an pada ketika itu masih dihentikan oleh para ulama. 

Bahasa yang diseleksi untuk terjemahan al-Qur’an merupakan bahasa Persia, lantaran banyak dipakai di golongan pelajar Islam India ketika itu. Penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Persia disempurnakan Syah Waliyullah di tahun 1758. 

Terjemahan yang semula ditentang itu lambat laun sanggup diterima oleh penduduk Islam India pada ketika itu. 

Setelah penduduk bersedia menemukan terjemahan al-Qur’an, kemudian putra Syah Waliyullah melanjutkan pemikiran ayahnya. 

Putra Syah Waliyullah menghasilkan terjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Urdu. Bahasa Urdu inilah yang lebih lazim dipakai oleh penduduk Islam India ketimbang bahasa Persia. 

2. Sayyid Ahmad Khan (1817-1898 M)
Setelah Kerajaan Mughal dihancurkan oleh kekuatan Inggris pada tahun 1857, maka tampillah ulama gres di India, yakni Sayyid Ahmad Khan. 

Ia lahir di Delhi pada tahun 1817. Sayyid Ahmad Khan memperoleh pendidikan tradisional dalam wawasan agama. Selain mempelajari bahasa Arab, ia juga menekuni bahasa Persia. 

Ia tekun membaca dan banyak memperluas wawasan dengan membaca buku banyak sekali bidang ilmu pengetahuan. 

Sayyid Ahmad Khan pernah melakukan pekerjaan pada Serikat India Timur ketika usianya masih 18 tahun. 

Kemudian ia melakukan pekerjaan pula selaku hakim. Akan tetapi, pada tahun 1846 ia pulang kembali ke Delhi untuk meneruskan studinya. 

Pada tahun 1857, terjadi pemberontakan terhadap kekuasaan Inggris oleh rakyat India. Pada ketika peristiwa tersebut, Sayyid Ahmad Khan banyak berupaya untuk menangkal terjadinya kekerasan. 

Dalam potensi yang sama, ia pun banyak membantu orang Inggris dari pembunuhan. Pihak Inggris menilai bahwa Sayyid Ahmad Khan sudah banyak berjasa terhadap mereka sehingga mereka ingin membalas jasanya. 

Namun, Sayyid Ahmad Khan menolak kado yang dianugerahkan Inggris kepadanya. Ia cuma menemukan gelar “Sir” yang diberikan pemerintah Inggris kepadanya. 

Dengan gelar “Sir” tersebut sehingga ia terkenal dipanggil dengan nama “Sir Sayyid Akhmad Khan.” Komunikasi Sayyid Ahmad Khan yang bagus dengan pihak Inggris digunakannya selaku taktik untuk kepentingan umat Islam di India. 

Sayyid Ahmad Khan beropini bahwa kedudukan umat Islam di India sanggup meningkat apabila mereka bersedia melakukan pekerjaan sama dengan Inggris.

Sayyid Ahmad Khan beropini demikian lantaran Inggris merupakan penguasa terkuat di India melampaui penguasa-penguasa yang lain di sana. 

Oleh lantaran itu, apabila umat Islam di India menentang kekuasaan Inggris maka hal tersebut tidak akan menenteng kebaikan bagi mereka. 

Sikap antipati terhadap Inggris justru akan menyebabkan umat Islam di India tetap mundur dan karenanya tertinggal. 

Pemikiran Sayyid Ahmad Khan perihal pembaruan Islam merupakan selaku berikut: 

1. Kemunduran umat Islam disebabkan oleh umat Islam sendiri yang tidak mengikuti perkembangan sains dan teknologi produk Barat. 

2. Ilmu dan teknologi terbaru merupakan hasil pemikiran manusia. Oleh lantaran itu, logika dalam batas kekuatannya mesti dihargai tinggi oleh umat Islam. 

3. Islam merupakan agama yang memiliki paham aturan alam produksi Tuhan. Antara aturan alam selaku ciptaan Allah Swt. dan al-Qur’an selaku firman Allah Swt. niscaya tidak terdapat pertentangan, akan namun keduanya sejalan. 

4. Sumber fatwa Islam hanyalah al-Qur’an dan Al-Hadis. Pendapat ulama masa lalu tidak mengikat bagi umat Islam. Di antara pertimbangan mereka ada yang sudah kurang sesuai dengan zaman modern. 

5. Umat Islam mesti didorong untuk memiliki sikap dan sikap yang merefleksikan semangat berpikir, bukan sikap dan sikap taklid (hanya mengikuti pertimbangan lain tanpa mengerti alasannya). 

6. Cara efektif untuk merubah sikap mental umat Islam dari keterbelakangan merupakan pendidikan. Oleh lantaran itu, ia mendirikan sekolah yang karenanya memiliki peranan penting dalam kebangkitan umat Islam di India. Sekolah tersebut diberi nama Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) yang terletak di Aligarh.

3. Muhammad Iqbal (1876-1938 M) 
Muhammad Iqbal berasal dari keluarga golongan menengah di Punjab, India. Ia mencar ilmu di Lahore hingga memperoleh gelar kesarjanaan tingkat magister (M.A.). 

Di kota itulah ia berkenalan dengan seorang orientalis berjulukan Thomas Arnold. Orientalis inilah yang mendorong Iqbal untuk melanjutkan studi ke Inggris. 

Iqbal kemudian masuk ke Universitas Cambridge pada tahun 1905 untuk mempelajari filsafat.
Dua tahun kemudian Iqbal pindah ke Munich, Jerman. 

Di Jerman inilah Iqbal memperoleh gelar doktor (Ph.D.) dalam bidang tasawuf. Tesis doktoral Iqbal berjudul The Deelopment of Metaphysis in ersia (Perkembangan Metafisika di Persia). 

Pada tahun 1908 Iqbal kembali ke Lahore dan menekuni profesi selaku pengacara dan dosen filsafat. Ia menulis buku The Reonstrution of Religious Thought in Islam. 

Buku ini merupakan kumpulan dari ceramah-ceramah Iqbal .

Pada tahun 1930, Iqbal diseleksi menjadi Presiden Liga Muslimin. Ia pernah menghadiri Konferensi Islam yang diadakan di Yerusalem. 

Pada tahun 1933, ia dipanggil ke Afghanistan untuk membicarakan pembentukan Universitas Kabul. Berbeda dengan pembaru-pembaru lain, Muhammad Iqbal merupakan penyair dan filosof. 

Pemikiran Iqbal mengenai kemunduran dan perkembangan umat Islam memiliki pengaruh pada gerakan pembaruan dalam Islam. 

Pemikiran- pemikirannya antara lain selaku berikut. 
  1. Ijtihad memiliki kedudukan penting dalam pembaruan Islam. Oleh lantaran itu, pintu ijtihad tetap terbuka. 
  2. Umat Islam perlu menyebarkan sikap dinamis. Dalam syairnya, ia mendorong umat Islam untuk bergerak dan jangan tinggal diam. 
  3. Kemunduran umat Islam disebabkan oleh kebekuan dan kebuntuan (kejumudan) dalam berpikir. 
  4. Hukum Islam tidak bersifat statis, namun sanggup meningkat sesuai perkembangan zaman. 
  5. Umat Islam mesti menguasai sains dan teknologi yang dimiliki Barat. 
  6. Perhatian berlebihan umat Islam terhadap kehidupan yang bersifat zuhud sudah menyebabkan kurangnya perhatian terhadap masalahmasalah keduniaan dan sosial kemasyarakatan

1. Muhammad Ali Pasya (1765-1849 M)
Muhammad Ali Pasya lahir di Kawala, Yunani, tahun 1765 dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Ia merupakan seorang keturunan Turki. 

Sebagai seorang raja, Muhammad Ali mengutamakan bidang militer. Ia berpandangan bahwa kekuasaannya cuma sanggup dipertahankan dan diperbesar dengan kekuatan militer. 

Untuk menopang kekuatan militer, maka ia membangun kekuatan ekonomi. Ia beropini bahwa di balik kekuatan militer niscaya ada kekuatan ekonomi selaku penyedia biayanya. 

Untuk membangun kekuatan militer dan kekuatan ekonomi, ilmu-ilmu terbaru diperlukan sebagaimana sudah dimengerti orang di ropa. 

Selain pemikiran tersebut, ide dan ide Muhammad Ali Pasya yang dinilai kreatif pada zamannya merupakan mendirikan sekolah-sekolah modern. 

Muhammad Ali Pasya memasukkan ilmu-ilmu terbaru dan sains ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah yang ia dirikan. 

Sekolah- sekolah inilah yang kemudian dimengerti selaku sekolah terbaru di Mesir pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya. 

Ketika Muhammad Ali Pasya memperkenalkan pendidikan metode modern, penduduk Mesir ketika itu masih menggunakan metode pendidikan tradisional yakni kuttab, masjid, madrasah, dan Jami’ Al-Azhar (Universitas Al-Azhar). 

Ilmu-ilmu yang dikembangkan di lembaga-lembaga tradisional ini cuma “ilmu keagamaan saja”, menyerupai tafsir, hadis, fiqh, dan ilmu tauhid. 

Muhammad Ali Pasya menyaksikan bahwa lembaga-lembaga pendidikan tradisional yang sudah ada pasti sukar menemukan kurikulum terbaru ke dalam lembaganya. 

Oleh lantaran itu, ia tidak merubah forum pendidikan tradisional yang sudah ada, namun menempuh jalan alternatif mendirikan sekolah terbaru sendiri. 

Ide dan langkah-langkah yang ditempuh Muhammad Ali Pasya ini menampilkan adanya perkembangan di zamannya. Ia berani berlainan dengan mewujudkan asumsi strategisnya untuk perkembangan umat Islam.

2. Rifa'ah Baidawi Rafi' Al-Tahtawi (1801-1873)
Tokoh ini sering dimengerti dengan sebutan Al- Tahtawi. Ia lahir pada tahun 1801 di Tahta, suatu kota yang terletak di Mesir pecahan selatan dan meninggal di Kairo pada tahun 1873. 

Al-Tahtawi mulai mencar ilmu di Universitas Al-Azhar Kairo ketika usianya 16 tahun. Ia mengakhiri studi di Al-Azhar pada tahun 1822 dalam waktu lima tahun. 

Beberapa pemikiran perihal pembaruan Islam yang diusungnya merupakan selaku berikut: 
  1. Ajaran Islam bukan cuma mementingkan kemakmuran hidup di alam abadi belaka, namun juga hidup di dunia. 
  2. Kekuasaan raja yang condong diktatorial mesti dibatasi dengan syariat. Oleh lantaran itu, raja mesti bermusyawarah dengan ulama dan kaum intelektual. 
  3. Syariat mesti diartikan sesuai dengan perkembangan modern. 
  4. Para ulama mesti mempelajari filsafat dan ilmu wawasan terbaru biar syariat sanggup tegak di tengah kehidupan penduduk modern. 
  5. Pendidikan mesti bersifat universal, misalnya perempuan mesti memperoleh pendidikan yang serupa dengan kaum pria. Istri mesti menjadi kawan dalam kehidupan intelektual dan sosial. 
  6. Umat Islam mesti dinamis dan meninggalkan sifat statisnya. .

3. Jamaludin Al-Afghani (1839-1897 M)
Jamaludin lahir di Afghanistan pada tahun 1839 dan meninggal dunia di Istanbul tahun 1897. Pada usia 22 tahun, ia sudah menjadi pembantu bagi Pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan. 

Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sir Ali Khan. Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad A’zam Khan menjadi Perdana Menteri. 

Pada ketika ia menjadi perdana Menteri, penguasa Inggris sudah mulai mencampuri soal politik dalam negeri Afghanistan. 

Ketika pergolakan terjadi di Afganistan, maka Al-Afghani memutuskan untuk melawan golongan yang didukung oleh Inggris. 

Dalam pergolakan itu, pihak Al-Afghani kalah, maka ia merasa lebih kondusif meninggalkan tanah tempat kelahirnya dan karenanya menempuh perjalanan ke Mesir. 

Beberapa pemikiran Jamaludin AlAfghani perihal pembaruan Islam merupakan selaku berikut: 

  1. Kemunduran umat Islam tidak disebabkan lantaran Islamnya. Kemunduran itu disebabkan oleh banyak sekali aspek yang terdapat dalam diri umat Islam sendiri. 
  2. Untuk mengembalikan kejayaan Islam di masa kemudian dan sekaligus menghadapi dunia modern, maka umat Islam mesti kembali terhadap fatwa Islam yang murni. Islam juga mesti dipahami dengan logika serta keleluasaan berpikir. 
  3. Corak pemerintahan otokrasi dan diktatorial mesti diganti dengan pemerintahan demokratis. Kepala negara mesti bermusyawarah dengan pemuka penduduk yang berpengalaman. 
  4. Tidak ada pemisahan antara agama dan politik. Rasa solidaritas antarumat Islam (Pan Islamisme) mesti dihidupkan kembali di dunia Islam.

4. Muhammad Abduh (1849-1905 M)
Muhammad Abduh dilahirkan di kawasan Mesir hilir pada tahun 1849. dan wafat tanggal 11 Juli 1905. 

Ketika kecil, Muhammad Abduh mencar ilmu di rumah. Ia melanjutkan mencar ilmu al-Qur’an hingga hafal dalam waktu dua tahun. 

Ia kemudian meneruskan studinya ke Universitas AlAzhar. 

Di forum inilah Abduh untuk pertama kalinya berjumpa dengan Jamaludin Al-Afghani yang tiba ke Mesir dalam perjalanannya ke Istanbul. 

Dalam konferensi itu, Jamaludin Al-Afghani mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai arti beberapa ayat al-Qur’an, kemudian Al-Afghani menampilkan tafsirannya. 

Perjumpaan itu menorehkan kesan yang bagus dalam diri Muhammad Abduh. Ketika Jamaludin Al-Afghani tiba ke Mesir lagi untuk menetap di tahun 1871, Muhammad Abduh menjadi muridnya yang setia. Ia mulai mencar ilmu filsafat di bawah pimpinan Jamaludin Al-Afghani. 

Di masa ini ia sudah mulai menulis karangan-karangan untuk harian Al-Ahram. Studi Abduh di Al-Azhar selesai pada tahun 1877 dengan mendapat gelar Alim. 

Setelah itu, ia mulai mengajar, pertama di Al-Azhar, kemudian di Dar Al- Ulum dan di rumahnya sendiri. 

Di antara sumber materi ajarnya merupakan buku budbahasa karangan Ibn Miskawaih, Mukaddimah karya Ibn Khaldun dan Sejarah Kebudayaan ropa karangan Guizot. Ketiga buku terebut diterjemahkan Al-Tahtawi ke dalam bahasa Arab di tahun 1857. 

Adapun ide-ide pembaruan Muhammad Abduh yang menenteng pengaruh positif bagi pengembangan pemikiran Islam selaku berikut. 
  1. Pintu ijtihad masih terbuka lebar bagi umat Islam. Ijtihad merupakan dasar penting dalam menafsirkan kembali fatwa Islam. 
  2. Islam merupakan fatwa rasional yang sejalan dengan akal. Dengan akal, maka ilmu wawasan menjadi maju. 
  3. Kekuasaan negara mesti dibatasi oleh konstitusi terbuat oleh negara yang bersangkutan.

e. Muhammad Rasyid Rida (1865-1935)
Muhammad Rasyid Rida merupakan murid Muhammad Abduh yang paling dekat. Ia lahir pada tahun 1865 di Al- Qalamun, suatu desa di Lebanon yang letaknya tidak jauh dari kota Tripoli (Syria). 

Semasa kecil, ia dimasukkan ke madrasah tradisional di Al-Qalamun untuk mencar ilmu menulis, berhitung, dan membaca al-Qur’an. 

Pada tahun 1882, ia meneruskan pelajaran di Madrasah Al-Wataniah Al-Islamiyah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli. 

Di madrasah ini, selain diajarkan bahasa Arab, Turki dan Perancis, juga diajarkan pengetahuan-pengetahuan agama dan pengetahuan-pengetahuan terbaru Meskipun Muhammad Rasyid Rida sudah mencar ilmu terhadap guru-guru sebelumnya.

Dalam perjalanan pemikirannya, ia banyak dipengaruhi juga oleh ide-ide Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh lewat majalah Al-rwah Al-u£qa. 

Ia berencana untuk memadukan diri dengan Al-Afghani di Istanbul, namun niat itu tidak terwujud. 

Sewaktu Muhammad Abduh berada dalam pembuangan di Beirut, Muhammad Rasyid Rida mendapat potensi untuk berjumpa dan berdialog dengan murid Al-Afghani ini. 

Dialog-dialog ilmiah itu meninggalkan kesan yang bagus dalam diri Muhammad Rasyid Rida. Muhammad Rasyid Rida mulai melakukan ide-ide pembaruan ketika masih berada di Syria. 

Usaha-usaha itu mendapat tantangan dari pihak Kerajaan Usmani. Ketika masih berada di Syria, ia merasa terikat dan tidak bebas. 

Akhirnya, ia berketetapan hati untuk pindah ke Mesir biar sanggup bersahabat dengan Muhammad Abduh. Muhammad Rasyid Rida tiba di Mesir pada bulan Januari 1898. 

Beberapa bulan kemudian Muhammad Rasyid Rida mulai mempublikasikan majalah yang termasyhur berjudul Al-Manar. Isi majalah ini banyak diilhami oleh pemikiran Muhammad Abduh. 

Pada edisi nomor pertama diterangkan bahwa tujuan Al-Manar sama dengan tujuan Al-rwah Alu£qa. 

Tujuan tersebut antara lain mengadakan pembaruan dalam bidang agama, sosial, dan ekonomi. 

Tujuan kedua majalah tersebut yakni memurnikan tauhid umat Islam dari unsur-unsur fatwa yang bukan Islam, menetralisir paham fatalisme yang bersarang di tengah kehidupan umat Islam, meningkatkan kualitas pendidikan dan membela umat Islam dari permainan politik negara-negara Barat. 

Beberapa pemikiran Rasyid Rida perihal pembaruan Islam merupakan selaku berikut: 

1. Di tengah kehidupan umat Islam mesti ditumbuhkan sikap aktif dan dinamis. 

2. Umat Islam mesti meninggalkan sikap dan pemikiran kaum fatalis, Jabariyah (yaitu kaum yang cuma pasrah pada keadaan). 

3. Akal sanggup dipergunakan untuk menafsirkan ayat dan hadis tanpa meninggalkan prinsip umumnya. 

4. Umat Islam mesti menguasai sains dan teknologi untuk meraih kemajuan. 

5. Kemunduran umat Islam disebabkan lantaran ada banyak elemen fatwa bukan Islam yang sudah masuk terlalu jauh ke dalam fatwa Islam, sehingga fatwa Islam di tengah kehidupan umat Islam tidak murni lagi. Oleh lantaran itu, perlu ditangani pemurnian fatwa Islam di tengah kehidupan umat Islam

1. Sultan Mahmud II (1785-1839 M)
Pelopor pembaruan di Kerajaan Turki Utsmani periode ke - 19 sama dengan d i Mesir, yakni Raja. 

Pembaru Islam di Mesir dipelopori oleh Muhammad Ali Pasya, sedangkan pembaruan di Turki Usmani dipelopori oleh Sultan Mahmud II. 

Sultan Mahmud II lahir pada tahun 1785 dan wafat tahun 1839. 

Ia memiliki latar belakang pendidikan tradisional dalam bidang wawasan agama, wawasan pemerintahan, sejarah dan sastra Arab, sastra Turki, dan sastra Persia.

Mahmud diangkat menjadi Sultan di tahun 1807 dalam usia kira-kira 22 tahun. 

Pada masa kesultanannya yang pertama, ia direpotkan oleh pertempuran dengan Rusia dan kerja keras menundukkan daerah-daerah yang memiliki kekuasaan otonomi besar. Peperangan dengan Rusia rampung pada tahun 1812. 

Ia juga sukses memperkecil otonomi daerah, kecuali kekuasaan Muhammad Ali Pasya di Mesir dan satu kawasan otonomi lain di ropa. 

Setelah Sultan Mahmud II berkuasa, maka sentra pemerintahan Kerajaan Turki Usmani bertambah kuat. 

Ia karenanya beropini bahwa tiba waktunya untuk mengawali usaha-usaha pembaruan yang sudah usang dicitacitakannya. 

Di antara pemikiran-pemikiran pembaruan Sultan Mahmud II selaku berikut. 
  1. Menerapkan metode demokrasi dalam pemerintahannya. 
  2. Menghapus pengultusan sultan yang dianggap suci oleh rakyatnya. 
  3. Memasukan bidang “keilmuan umum” ke dalam kurikulum lembaga- forum pendidikan madrasah. 
  4. Mendirikan sekolah Maktebi Ma’arif untuk merencanakan tenaga- tenaga tata kelola dan mendirikan Maktebi Ulum’i debiyet untuk merencanakan tenaga-tenaga andal penerjemah. 
  5. Mendirikan sekolah kedokteran, militer, dan teknik. 

2. Nanik Kemal (1840-1888) 
Namik Kemal dimengerti selaku pemikir ternama dari golongan intelegensia Kerajaan Turki Usmani yang banyak menentang ke kuasa an diktatorial sultan. 

Golongan intelegensia ini disebut dalam sejarah dengan nama Utsmani Muda (Yeni Usmanlitar-Young Ottoman). 

Utsmani Muda pada mulanya merupakan asosiasi diam-diam yang diresmikan pada tahun 1865. Perkumpulan ini berencana untuk merubah pemerintahan diktatorial Kerajaan Usmani menjadi pemerintahan konstitusional. 

 Namik Kemal berasal dari keluarga yang berkecukupan, sehingga orang tuanya sanggup menawarkan pendidikan khusus baginya di rumah. 

Selain mempelajari bahasa Arab dan Persia, ia juga menekuni bahasa Perancis. 

Ketika berusia belasan tahun, ia diangkat menjadi pegawai di kantor penerjemahan, kemudian dipindah menjadi pegawai di istana sultan. 

Pemikiran-pemikiran Namik Kemal banyak dipengaruhi oleh pemikiran seorang sastrawan kenamaan yang pernah mencar ilmu di Perancis, yakni Ibrahim Sinasi (1826-1871). 

Sastrawan ini banyak menggunakan istilah-istilah hak rakyat, keleluasaan berpendapat, kesadaran nasional, pemerintahan konstitusional, dan perumpamaan lain yang semakna. 

Ibrahim Sinasi juga mempublikasikan surat kabar berjulukan Ta s i r - f k a r yang banyak besar lengan berkuasa dalam kebangkitan intelektual di Kerajaan Utsmani periode ke-19. 

Ketika Sinasi pergi ke Paris di tahun 1865, pimpinan Tasvir-fkar dipegang oleh Namik Kemal sendiri. 

Namun, tulisan-tulisan Namik Kemal yang kental dengan ide-ide pembaruan menjadikannya terpaksa pergi ke ropa pada tahun 1867. 

Ia diperbolehkan kembali ke Istanbul pada tahun 1870, namun tiga tahun kemudian ditangkap dan dipenjarakan di Pulau Siprus. 

Ia dibebaskan dan sanggup kembali ke Istanbul setelah kekuasaan Sultan Abdul Aziz runtuh pada pada tahun 1876. 

Namik Kemal dinilai memiliki jiwa Islam yang baik. Ia tidak menemukan ide-ide yang tiba dari Barat apa adanya, namun memodifikasi secara pilih-pilih sehingga sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. 

Namik mengkritik ide-ide Barat yang belum pasti sesuai dengan keperluan penduduk Timur Namik Kemal menyodorkan analisisnya perihal lantaran kemunduran Kerajaan Utsmani dan alternatif solusinya, di antaranya adalah: 

1. Kondisi ekonomi dan politik Kerajaan Turki Utsmani tidak beres. Solusi yang dipersiapkan merupakan pergantian metode pemerintahan diktatorial menjadi pemerintahan konstitusional. 

2. Rakyat selaku warga negara memiliki hak-hak politik yang mesti dihormati dan dilindungi negara.   
3. Pemerintahan demokratis tidak berlawanan dengan fatwa Islam, lantaran negara terbuat dan dipimpin oleh empat khalifah sepeninggal Rasulullah saw. serempak memiliki corak demokrasi. Sistem baiat yang yang terdapat dalam pemerintahan para khalifah pada hakikatnya merupakan kedaulatan rakyat. 

4. Islam mengajarkan al-maslahat al-ammah. Ajaran ini serempak merupakan maslahat (kebaikan) umum. Khalifah tidak boleh bersikap dan bertindak yang berlawanan dengan al-maslahat al-ammah. 

5. Kepala negara dalam mengelola negara tidak boleh melanggar syariat. Syariat merupakan “konstitusi” yang mesti dipatuhi oleh kepala negara.

Gerakan pembaruan Islam yang timbul di Mesir, India, dan Turki pada periode modern, secara pribadi atau tidak langsung, besar lengan berkuasa pada gerakan Islam di Asia Tenggara. 

Para tokoh Islam di Asia Tenggara, tergolong Indonesia, menyerap secara pilih-pilih ide-ide pembaruan dari tokoh-tokoh Islam mancanegara yang sudah disebutkan sebelumnya. 

Pengaruh tersebut diakui oleh para tokoh Islam dan intelektual Islam di Indonesia selanjutnya dalam bentuk tulisan-tulisan. 

Misalnya, pada tahun 1961, Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), menulis buku berjudul engaruh Muhammad Abduh di Indonesia. 

Pada tahun 1969, H.A. Mukti Ali, mantan Menteri Agama Repulik Indonesia menulis buku berjudul Alam ikiran Islam Modern di Indonesia. 

Pada tahun 1973, goresan pena Deliar Noer diterbitkan oleh Oxford University Press berjudul The Modernist Muslim Moement in Indonesia 19-1942. 

Buku tersebut diterbitkan dalam model bahasa Indonesia pada tahun 1980 berjudul erakan Modern Islam di Indonesia Tahun 19-1942. 

Tulisan serupa masih banyak timbul di Indonesia di tahuntahun berikutnya. 

Dari buku H.A. Mukti Ali sanggup dimengerti adanya lima aspek yang mendorong hadirnya gerakan pembaruan Islam di Indonesia, yaitu: 
  1. Adanya kenyataan fatwa Islam yang bercampur dengan kebiasaan yang bukan Islam. 
  2. Adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam yang kurang efisien. 
  3. Adanya kekuatan misi dari luar Islam yang mensugesti gerak dakwah Islam. 
  4. Adanya tanda-tanda dari golongan intelegensia tertentu yang merendahkan Islam. 
  5. 5. Adanya kondisi politik, ekonomi, dan sosial Indonesia yang buruk akhir penjajahan. 

Melihat pada lima realitas tersebut, maka para ulama pembaru Islam melaksanakan lima gerakan besar pembaruan, yaitu: 
1. Membersihkan Islam di Indonesia dari efek dan kebiasaan yang bukan Islam; 
2. Mereformulasi kepercayaan Islam dengan persepsi alam asumsi modern; 
3. Mereformasi penafsiran-penafsiran terhadap fatwa dan kondisi pendidikan Islam; 
4. Mempertahankan Islam dari desakan-desakan dan efek kekuatan luar Islam; 
5. Melepaskan Indonesia dari belenggu penjajahan. Lima gerakan pembaruan tersebut bukan peristiwa yang terjadi begitu saja. Akan namun secara pribadi atau tidak pribadi memiliki akar panjang sejarah dari tokoh pembaru Islam di Mesir, India, dan Turki. Pengaruh tersebut berjalan lewat proses pendidikan dan materi bacaan (surat kabar/majalah). 

Pada final periode ke-19 ada banyak kaum muslim muda Indonesia yang mencar ilmu ke Mekkah dan Mesir. Di sana mereka bersinggungan dengan ide-ide pembaruan. 

Mereka membaca majalah-majalah yang diterbitkan khusus untuk misi pembaruan Islam, menyerupai majalah Al-rwat Al-u£qa dan Al-Manar yang terbit di Mesir. 

Misi pembaruan lewat media majalah kemudian ditiru oleh para ulama pembaru di beberapa tempat di Asia Tenggara. 

Di Singapura, terbit suatu majalah dengan nama Majalah Al-Imam (terbit pada tahun 1908). 

Di Minangkabau dengan nama Majalah Al-Munir (terbit tahun 1911), dan di Yogyakarta dengan nama Suara Muhammadiyah. 

Ada banyak tokoh Islam di Indonesia yang sepaham dengan misi pembaruan tersebut, namun dalam buku teks ini tidak disebut semuanya. 

Di antara mereka adalah: 
1. Syeikh Muhammad Tahir Jalaluddin asal Padang yang hijrah Ke Singapura. Tokoh ini memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap gerakan pembaruan di Asia Tenggara. 

2. Haji Abdullah Ahmad dan Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA). Kedua tokoh ini dipandang penting lantaran keduanya menjadi penggagas pembaruan Islam di Minangkabau. 

3. K.H. Ahmad Dahlan, pendiri organisasi atau Persyarikatan Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta. 

4. K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU) pada tanggal 31 Januari 1926. di Jombang Jawa Timur. K.H. Ahmad Dahlan merupakan kawan seperguruan dengan tokoh Islam pendiri Jam’iyyah Nahdhatul Ulama (NU), yakni K.H. Hasyim Asy’ari. NU diresmikan pada tanggal 31 Januari 1926. K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari menuntut ilmu pada guru yang serupa ketika mencar ilmu di Mekkah, yakni Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan Syeikh Nawawi Al-Bantani

Mustahdi dan Mustakim. 2017. Pendidikan Agama Islam. Kemendikbud

Related : Materi Pai Xi Cuilan 10 Pembaruan Islam

0 Komentar untuk "Materi Pai Xi Cuilan 10 Pembaruan Islam"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)