Berpikir kritis didefinisikan bervariasi oleh para pakar.
Menurut Mertes, berpikir kritis yakni "sebuah proses yang sadar dan sengaja yang dipakai untuk menafsirkan dan menganalisa gunjingan dan pengalaman dengan sejumlah perilaku kolektif dan kesanggupan yang memandu kepercayaan dan tindakan.
Berangkat dari definisi di atas, perilaku dan langkah-langkah yang merefleksikan berpikir kritis terhadap ayat-ayat Allah Swt (informasi ilahi) yakni berupaya memahaminya dari banyak sekali sumber, menganalisis, dan merenungi kandungannya, kemudian menindaklanjuti dengan perilaku dan langkah-langkah positif.
Menurut Mertes, berpikir kritis yakni "sebuah proses yang sadar dan sengaja yang dipakai untuk menafsirkan dan menganalisa gunjingan dan pengalaman dengan sejumlah perilaku kolektif dan kesanggupan yang memandu kepercayaan dan tindakan.
Berangkat dari definisi di atas, perilaku dan langkah-langkah yang merefleksikan berpikir kritis terhadap ayat-ayat Allah Swt (informasi ilahi) yakni berupaya memahaminya dari banyak sekali sumber, menganalisis, dan merenungi kandungannya, kemudian menindaklanjuti dengan perilaku dan langkah-langkah positif.
Salah satu mukjizat al-Qur'an yakni banyaknya ayat yang menampung gunjingan terkait dengan penciptaan alam dan menantang para pembacanya untuk merenungkan gunjingan yang kuasa tersebut.
Di antara ayat yang dimaksud yakni firman Allah Swt dalam Q.S. Ali Imran/3:190-191) berikut:
Artinya:
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan perubahan malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal, yakni orang-orang yang senantiasa mengenang Allah dalam kondisi berdiri, duduk, dan berbaring, dan mempertimbangkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari siksa api neraka"
Penerapan Tajwidnya:
Kosa kata baru:
Di antara ayat yang dimaksud yakni firman Allah Swt dalam Q.S. Ali Imran/3:190-191) berikut:
Artinya:
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan perubahan malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal, yakni orang-orang yang senantiasa mengenang Allah dalam kondisi berdiri, duduk, dan berbaring, dan mempertimbangkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari siksa api neraka"
Penerapan Tajwidnya:
Kosa kata baru:
At-Tabari dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abar r.a., bahwa orang-orang quraisy mengunjungi kaum Yahudi dan bertanya, "Bukti-bukti kebenaran apakah yang dibawah Musa kepadamu?" Dijawab, "Tingkatnya dan tangannya yang putih bersinar bagi yang memandangnya."
Kemudian mereka mengunjungi kaum Katolik dan menanyakan, "Bagaimana halnya dengan Isa?" Dijawab, "Isa menyembuhkan mata yang buta sejak lahir dan penyakit sopak serta serta menggugah orang yang sudah mati."
Selanjutnya mereka mengunjungi Rasulullah saw dan berkata, "Mintalah dari Tuhanmu biar bukit safa itu jadi emas untuk kami."
Maka Nabi berdoa, dan turunlah ayat ini (Q.S. Ali Imran/3:190-191), mengajak mereka mempertimbangkan langit dan bumi tentang kejadiannya, hal-hal yang mengagumkan di dalamnya, menyerupai bintang-bintang, bulan, dan matahari serta peredarannya, laut, gunung-gunung, pohon-pohon, buat-buahan, binatang-binatang, dan sebagainya.
Kemudian mereka mengunjungi kaum Katolik dan menanyakan, "Bagaimana halnya dengan Isa?" Dijawab, "Isa menyembuhkan mata yang buta sejak lahir dan penyakit sopak serta serta menggugah orang yang sudah mati."
Selanjutnya mereka mengunjungi Rasulullah saw dan berkata, "Mintalah dari Tuhanmu biar bukit safa itu jadi emas untuk kami."
Maka Nabi berdoa, dan turunlah ayat ini (Q.S. Ali Imran/3:190-191), mengajak mereka mempertimbangkan langit dan bumi tentang kejadiannya, hal-hal yang mengagumkan di dalamnya, menyerupai bintang-bintang, bulan, dan matahari serta peredarannya, laut, gunung-gunung, pohon-pohon, buat-buahan, binatang-binatang, dan sebagainya.
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah minta izin untuk beribadah pada suatu malam, kemudian bangunlah dan berwudu kemudian salat.
Saat salat ia menangis kaena merenungkan ayat yang dibacanya. Setelah salat ia duduk memuji Allah dan kembali menangis lagi hingga air matanya membasahi tanah.
Setelah Bilal tiba untuk azan subuh dan menyaksikan Nabi menangis ia bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa Anda menangis, padahal Allah Swt sudah mengampuni dosa-dosa Anda baik yang terdahulu maupun yang hendak datang?"
Nabi menjawab, "Apakah dilarang saya menjadi hamba yang bersyukur terhadap Allah Swt?" dan bagaimana saya tidak menangis, pada malam ini Allah Swt sudah menurunkan ayat kepadaku.
Kemudian ia berkata, "alangkah ruginya dan celakanya orang-orang yang membaca ayat ini tetapi tidak merenungi kandungannya."
Memikirkan terciptanya siang dan malam seta siliih bergantinnya secara teratur, menciptakan perkiraan waktu bagi kehidupan manusia.
Semua itu menjadi tanda kebesaran Allah Swt bagi orang-orang yang arif sehat.
Selanjutnya mereka akan berkesimpulan bahwa tidak ada satu pun ciptaan Tuhan yang sia-sia, alasannya semua ciptaan-Nya yakni gagasan bagi orang berakal.
Pada ayat 191 Allah Swt menerangkan ciri khas orang yang berakal, yakni apabila memperhatikan sesuatu, senantiasa mendapatkan faedah dan terinspirasi oleh tanda-tanda besaran Allah Swt di alam ini.
Ia senantiasa ingat Allah Swt dalam segala keadaan, baik waktu berdiri, duduk, maupun berbaring.
Setiap waktunya diisi untuk mempertimbangkan keajaiban-keajaiban yang terdapat dalam ciptaan-Nya yang menggambarkan kesempurnaan-Nya.
Penciptaan langit dan bumi serta perubahan siang dan malam sungguh-sungguh merupakan dilema yang sungguh rumit dan kompleks, yang terus menerus menjadi lahan observasi insan sejak permulaan lahirnya peradaban.
Banyak ayat yang menantng insan untuk meneliti alam raya ini, di antaranya yakni Q.S. al-A'raf/7:54, yang menyebutkan bahwa penciptaan langit itu dalam enam maa.
Terkait dengan penciptaan langit dalam enam masa ini, banyak para ilmuwan yang terinspirasi untuk membuktikan dalam penelitian-penelitian mereka.
Salah satunya yakni Dr. Ahmad Marconi, dalam bukunya "Bagaimana Alam Semesta Diciptakan, Pendekatan al-Qur'an dan sains Modern (tahun 2013), selaku berikut: kata 'ayyam' yakni bentuk jamak dari kata 'yaum'.
Kata yaum dalam arti sehari-hari dipakai untuk menampilkan terangnya siang, ditafsirkan selaku "masa".
Sedangkan 'ayyam' bisa diartikan "beberapa hari", bahkan sanggup memiliki arti "waktu yang lama".
Abdullah Yusuf Ali, dalam The Holy Qur'an, Translation and Commentary, 1994, menyetarakan kata ayyam dengan "age" atau "eon" (Inggris).
Sementara Abu Suud menafsirkan kata ayyam dengan "peristiwa" atau "naubat". Kemudian diterjemahkan juga menjadi "tahap" atau periode atau masa. Sehingga kata sittati ayyam dalam ayat di atas memiliki arti "enam masa."
Secara ringkas, klarifikasi "enam masa" dari Dr. Marconi yakni selaku berikut:
Masa pertama, sejak peristiwa Dentuman Besar (Big Bang) hingga terpisahnya Gaya Gravitasi dari Gaya Tunggal (Superforce).
Masa kedua, masa terbentuknya inflasi jagad raya, tetapi belum terang bentuknya, dan disebut selaku Cosmic Soup (Sup Kosmos).
Masa ketiga, masa terbentuknya inti-inti atom di Jagat Raya ini.
Masa keempat, elektron-elektron mulai terbentuk.
Masa kelima, terbentuknya atom-atom yang stabil, memisahnya bahan dan radiasi, dan jagat raya terus mengembang.
Masa keenam, jagat raya terus mengembang hingga terbentuknya planet-planet.
Demikian juga dengan silih bergantinya siang dan malam, merupakan fenomena yang sungguh kompleks. Fenomena ini melibatkan rotasi bumi, sambil mengelilingi matahari dengan sumbu bumi miring.
Dalam fenomena fisika, bumi berkitar (precession) mengelilingi matahari. Gerakan miring tersebut memberi efek ekspresi dominan yang berbeda.
Selain itu, rotasi bumi distabilkan oleh bulan yang mengelilingi bumi. Subhanallah, semua saling terkait.
Kompleksnya fenomena penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya siang dan siang, tidak akan sanggup dimengerti dan diungkap rahasianya kecuali para ilmuwan yang tekun, tawadu dan cerdas.
Mereka itulah para "ulul albab" yang dimaksud dalam ayat di atas.
Jadi, berpikir kritis dalam beberapa ayat tersebut yakni mempertimbangkan dan melakukan tadabbur semua ciptaan Allah Swt sehingga kita sadar betapa Allah Swt yakni Tuhan Pencipta Yang Maha Agung, Maha Pengasih lagi Penyayang dan mengirimkan kita menjadi hamba-hamba yang bersyukur.
Hamba yang bersyukur senantiasa beribadah (ritual dan sosial) dengan ikhlas
Saat salat ia menangis kaena merenungkan ayat yang dibacanya. Setelah salat ia duduk memuji Allah dan kembali menangis lagi hingga air matanya membasahi tanah.
Setelah Bilal tiba untuk azan subuh dan menyaksikan Nabi menangis ia bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa Anda menangis, padahal Allah Swt sudah mengampuni dosa-dosa Anda baik yang terdahulu maupun yang hendak datang?"
Nabi menjawab, "Apakah dilarang saya menjadi hamba yang bersyukur terhadap Allah Swt?" dan bagaimana saya tidak menangis, pada malam ini Allah Swt sudah menurunkan ayat kepadaku.
Kemudian ia berkata, "alangkah ruginya dan celakanya orang-orang yang membaca ayat ini tetapi tidak merenungi kandungannya."
Memikirkan terciptanya siang dan malam seta siliih bergantinnya secara teratur, menciptakan perkiraan waktu bagi kehidupan manusia.
Semua itu menjadi tanda kebesaran Allah Swt bagi orang-orang yang arif sehat.
Selanjutnya mereka akan berkesimpulan bahwa tidak ada satu pun ciptaan Tuhan yang sia-sia, alasannya semua ciptaan-Nya yakni gagasan bagi orang berakal.
Pada ayat 191 Allah Swt menerangkan ciri khas orang yang berakal, yakni apabila memperhatikan sesuatu, senantiasa mendapatkan faedah dan terinspirasi oleh tanda-tanda besaran Allah Swt di alam ini.
Ia senantiasa ingat Allah Swt dalam segala keadaan, baik waktu berdiri, duduk, maupun berbaring.
Setiap waktunya diisi untuk mempertimbangkan keajaiban-keajaiban yang terdapat dalam ciptaan-Nya yang menggambarkan kesempurnaan-Nya.
Penciptaan langit dan bumi serta perubahan siang dan malam sungguh-sungguh merupakan dilema yang sungguh rumit dan kompleks, yang terus menerus menjadi lahan observasi insan sejak permulaan lahirnya peradaban.
Banyak ayat yang menantng insan untuk meneliti alam raya ini, di antaranya yakni Q.S. al-A'raf/7:54, yang menyebutkan bahwa penciptaan langit itu dalam enam maa.
Terkait dengan penciptaan langit dalam enam masa ini, banyak para ilmuwan yang terinspirasi untuk membuktikan dalam penelitian-penelitian mereka.
Salah satunya yakni Dr. Ahmad Marconi, dalam bukunya "Bagaimana Alam Semesta Diciptakan, Pendekatan al-Qur'an dan sains Modern (tahun 2013), selaku berikut: kata 'ayyam' yakni bentuk jamak dari kata 'yaum'.
Kata yaum dalam arti sehari-hari dipakai untuk menampilkan terangnya siang, ditafsirkan selaku "masa".
Sedangkan 'ayyam' bisa diartikan "beberapa hari", bahkan sanggup memiliki arti "waktu yang lama".
Abdullah Yusuf Ali, dalam The Holy Qur'an, Translation and Commentary, 1994, menyetarakan kata ayyam dengan "age" atau "eon" (Inggris).
Sementara Abu Suud menafsirkan kata ayyam dengan "peristiwa" atau "naubat". Kemudian diterjemahkan juga menjadi "tahap" atau periode atau masa. Sehingga kata sittati ayyam dalam ayat di atas memiliki arti "enam masa."
Secara ringkas, klarifikasi "enam masa" dari Dr. Marconi yakni selaku berikut:
Masa pertama, sejak peristiwa Dentuman Besar (Big Bang) hingga terpisahnya Gaya Gravitasi dari Gaya Tunggal (Superforce).
Masa kedua, masa terbentuknya inflasi jagad raya, tetapi belum terang bentuknya, dan disebut selaku Cosmic Soup (Sup Kosmos).
Masa ketiga, masa terbentuknya inti-inti atom di Jagat Raya ini.
Masa keempat, elektron-elektron mulai terbentuk.
Masa kelima, terbentuknya atom-atom yang stabil, memisahnya bahan dan radiasi, dan jagat raya terus mengembang.
Masa keenam, jagat raya terus mengembang hingga terbentuknya planet-planet.
Demikian juga dengan silih bergantinya siang dan malam, merupakan fenomena yang sungguh kompleks. Fenomena ini melibatkan rotasi bumi, sambil mengelilingi matahari dengan sumbu bumi miring.
Dalam fenomena fisika, bumi berkitar (precession) mengelilingi matahari. Gerakan miring tersebut memberi efek ekspresi dominan yang berbeda.
Selain itu, rotasi bumi distabilkan oleh bulan yang mengelilingi bumi. Subhanallah, semua saling terkait.
Kompleksnya fenomena penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya siang dan siang, tidak akan sanggup dimengerti dan diungkap rahasianya kecuali para ilmuwan yang tekun, tawadu dan cerdas.
Mereka itulah para "ulul albab" yang dimaksud dalam ayat di atas.
Jadi, berpikir kritis dalam beberapa ayat tersebut yakni mempertimbangkan dan melakukan tadabbur semua ciptaan Allah Swt sehingga kita sadar betapa Allah Swt yakni Tuhan Pencipta Yang Maha Agung, Maha Pengasih lagi Penyayang dan mengirimkan kita menjadi hamba-hamba yang bersyukur.
Hamba yang bersyukur senantiasa beribadah (ritual dan sosial) dengan ikhlas
Definisi tentang berpikir kritis disampaikan oleh Mustaji.
Ia menampilkan definisi bahwa berpikir kritis yakni "berpikir secara berargumentasi dan reflektif dengan menekankan pengerjaan keputusan tentang apa yang mesti dipercayai atau dilakukan"
Salah satu contoh kesanggupan berpikir kritis yakni kesanggupan "membuat ramalan", yakni menciptakan prediksi tentang suatu masalah, menyerupai memperkirakan apa yang hendak terjadi besok menurut analisis terhadap kondisi yang ada hari ini.
Dalam Islam, masa depan yang dimaksud bukan sekedar masa depan di dunia, tetapi lebih jauh dari itu, yakni di akhirat.
Orang yang dipandang pintar oleh Nabi yakni orang yang pikirannya jauh ke masa depan di akhirat.
Maksudnya, jikalau kita sudah tahu bahwa kebaikan dan kejelekan akan menyeleksi nasib kita di akhirat, maka dalam setiap perbuatan kita, mesti ada pertimbangan logika sehat.
Jangan ditangani perbuatan yang hendak menempatkan kita di posisi yang rendah di akhirat.
"Berpikir sebelum bertindak", itulah motto yang mesti menjadi pola orang "cerdas". Pelajari baik-baik sabda Rasulullah saw berikut:
Artinya:
Dari Abu Ya'la yakni Syaddad Ibnu Aus r.a. dari Nabi saw, Beliau bersabda: "Orang yang pintar merupakan orang yang dapat mengintrospeksi dirinya dan suka berinfak untuk kehidupannya sehabis mati. Sedangkan orang yang lemah merupakan orang yang senantiasa mengikuti hawa nafsunya dan berharap terhadap Allah dengan impian kosong." (HR. At-Tirmizi)
Dalam hadis ini Rasulullah menerangkan bahwa orang yang sungguh-sungguh pintar yakni orang yang pandangannya jauh ke depan, menembus dinding duniawi, yakni hingga kehidupan awet yang ada di balik kehidupan fana di dunia ini.
Tentu saja hal itu sungguh dipengaruhi oleh keimanan seseorang terhadap adanya kehidupan kedua, yakni akhirat.
Orang yang tidak meyakini adanya hari pembalasan, pasti tidak akan pernah berpikir untuk mempersiapkan diri dengan amal apapun.
Jika indikasi "cerdas" dalam persepsi Rasulullah adala jauhnya orientasi dan visi ke depan (akhirat), maka pandangan-pandangan yang cuma terbatas pada dunia, menjadi membuktikan langkah-langkah "bodoh" atau "jahil" (Arab, kebodohan = jahiliyah).
Bangsa Arab pra Islam dibilang jahiliyah bukan alasannya tidak dapat baca tulis, tetapi alasannya kelakuan menyiratkan kebodohan, yaitu menyembah berhala dan melakukan kejahatan-kejahatan.
Orang "bodoh" tidak pernah takut melakukan korupsi, menipu, dan kezaliman lainnya, asalkan sanggup selamat dari jerat aturan di pengadilan dunia.
Jadi, kemaksiatan yakni langkah-langkah "bodoh" alasannya cuma memperhitungkan pengadilan dunia yang mudah direkayasa, sedangkan pengadilan Allah di darul abadi yang tidak ada tawar-menawar malah "diabaikan".
Orang-orang tersebut dalam hadis di atas dibilang selaku orang "lemah", alasannya tidak dapat melawan hawa nafsunya sendiri.
Dengan demikian, orang-orang yang suka bertindak ndeso yakni orang-orang lemah.
Orang yang pintar juga tahu bahwa maut bisa tiba kapan saja tanpa diduga. Oleh alasannya itu, ia akan senantiasa bersegera melakukan kebaikan (amal saleh) tanpa menunda.
Rasulullah saw bersabda:
Artinya:
"Dan dari Abu Hurairah ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: "Bersegeralah kalian berinfak sebelum munculnya tujuh kendala yaitu: Apa yang kalian tunggu selain kemiskinan yang melalaikan, atau kekayaan yang menyombongkan, atau sakit yang menghancurkan tubuh, atau bau tanah yang melemahkan, atau maut yang cepat, atau Dajjal, maka ia yakni seburuk-buruk makhluk yang dinantikan, atau kiamat, padahal hari tamat zaman itu yakni dikala yang paling besar bencananya serta yang terpahit dideritanya?" (HR. at-Tirmizi dan ia berkata: Hadis hasan)
Dalam hadis di atas Rasulullah saw mengingatkan kita agar bersegera dan tidak menunda-nunda untuk berinfak salih.
Rasulullah menyebut tujuh macam peristiwa yang jelek untuk menyadarkan kita semua,
Pertama, kemiskinan yang menciptakan kita menjadi ceroboh terhadap Allah alasannya sibuk mencari penghidupan (harta).
Kedua, kekayaan yang menciptakan kita menjadi angkuh alasannya menilai semua kekayaan itu alasannya kedigdayaan kita.
Ketiga, sakit yang sanggup menciptakan ketampanan dan keelokan kita pudar, atau bahkan cacat.
Keempat, masa bau tanah yang menciptakan kita menjadi lemah atau tak berdaya
Kelima, maut yang cepat alasannya usia/umur yang dimilikinya tidak memberi manfaat.
Keenam, munculnya Dajjal yang dibilang selaku makhluk terburuk alasannya menjadi fitnah bagi manusia.
Ketujuh, hari kiamat, tragedi terdahsyat bagi orang yang mengalaminya.
Jadi, berpikir kritis dalam persepsi Rasulullah dalam dua hadis di atas yakni menghimpun bekal amal saleh sebanyak-banyanya untuk kehidupan pasca maut (akhirat), alasannya "dunia daerah menanam dan darul abadi memetik hasil (panen).
Oleh alasannya itu, jikalau kita ingin memetik hasil di akhirat, jangan lupa bercocok tanam di dunia ini dengan benih-benih yang unggul, yakni amal salih.
Ia menampilkan definisi bahwa berpikir kritis yakni "berpikir secara berargumentasi dan reflektif dengan menekankan pengerjaan keputusan tentang apa yang mesti dipercayai atau dilakukan"
Salah satu contoh kesanggupan berpikir kritis yakni kesanggupan "membuat ramalan", yakni menciptakan prediksi tentang suatu masalah, menyerupai memperkirakan apa yang hendak terjadi besok menurut analisis terhadap kondisi yang ada hari ini.
Dalam Islam, masa depan yang dimaksud bukan sekedar masa depan di dunia, tetapi lebih jauh dari itu, yakni di akhirat.
Orang yang dipandang pintar oleh Nabi yakni orang yang pikirannya jauh ke masa depan di akhirat.
Maksudnya, jikalau kita sudah tahu bahwa kebaikan dan kejelekan akan menyeleksi nasib kita di akhirat, maka dalam setiap perbuatan kita, mesti ada pertimbangan logika sehat.
Jangan ditangani perbuatan yang hendak menempatkan kita di posisi yang rendah di akhirat.
"Berpikir sebelum bertindak", itulah motto yang mesti menjadi pola orang "cerdas". Pelajari baik-baik sabda Rasulullah saw berikut:
Artinya:
Dari Abu Ya'la yakni Syaddad Ibnu Aus r.a. dari Nabi saw, Beliau bersabda: "Orang yang pintar merupakan orang yang dapat mengintrospeksi dirinya dan suka berinfak untuk kehidupannya sehabis mati. Sedangkan orang yang lemah merupakan orang yang senantiasa mengikuti hawa nafsunya dan berharap terhadap Allah dengan impian kosong." (HR. At-Tirmizi)
Dalam hadis ini Rasulullah menerangkan bahwa orang yang sungguh-sungguh pintar yakni orang yang pandangannya jauh ke depan, menembus dinding duniawi, yakni hingga kehidupan awet yang ada di balik kehidupan fana di dunia ini.
Tentu saja hal itu sungguh dipengaruhi oleh keimanan seseorang terhadap adanya kehidupan kedua, yakni akhirat.
Orang yang tidak meyakini adanya hari pembalasan, pasti tidak akan pernah berpikir untuk mempersiapkan diri dengan amal apapun.
Jika indikasi "cerdas" dalam persepsi Rasulullah adala jauhnya orientasi dan visi ke depan (akhirat), maka pandangan-pandangan yang cuma terbatas pada dunia, menjadi membuktikan langkah-langkah "bodoh" atau "jahil" (Arab, kebodohan = jahiliyah).
Bangsa Arab pra Islam dibilang jahiliyah bukan alasannya tidak dapat baca tulis, tetapi alasannya kelakuan menyiratkan kebodohan, yaitu menyembah berhala dan melakukan kejahatan-kejahatan.
Orang "bodoh" tidak pernah takut melakukan korupsi, menipu, dan kezaliman lainnya, asalkan sanggup selamat dari jerat aturan di pengadilan dunia.
Jadi, kemaksiatan yakni langkah-langkah "bodoh" alasannya cuma memperhitungkan pengadilan dunia yang mudah direkayasa, sedangkan pengadilan Allah di darul abadi yang tidak ada tawar-menawar malah "diabaikan".
Orang-orang tersebut dalam hadis di atas dibilang selaku orang "lemah", alasannya tidak dapat melawan hawa nafsunya sendiri.
Dengan demikian, orang-orang yang suka bertindak ndeso yakni orang-orang lemah.
Orang yang pintar juga tahu bahwa maut bisa tiba kapan saja tanpa diduga. Oleh alasannya itu, ia akan senantiasa bersegera melakukan kebaikan (amal saleh) tanpa menunda.
Rasulullah saw bersabda:
Artinya:
"Dan dari Abu Hurairah ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: "Bersegeralah kalian berinfak sebelum munculnya tujuh kendala yaitu: Apa yang kalian tunggu selain kemiskinan yang melalaikan, atau kekayaan yang menyombongkan, atau sakit yang menghancurkan tubuh, atau bau tanah yang melemahkan, atau maut yang cepat, atau Dajjal, maka ia yakni seburuk-buruk makhluk yang dinantikan, atau kiamat, padahal hari tamat zaman itu yakni dikala yang paling besar bencananya serta yang terpahit dideritanya?" (HR. at-Tirmizi dan ia berkata: Hadis hasan)
Dalam hadis di atas Rasulullah saw mengingatkan kita agar bersegera dan tidak menunda-nunda untuk berinfak salih.
Rasulullah menyebut tujuh macam peristiwa yang jelek untuk menyadarkan kita semua,
Pertama, kemiskinan yang menciptakan kita menjadi ceroboh terhadap Allah alasannya sibuk mencari penghidupan (harta).
Kedua, kekayaan yang menciptakan kita menjadi angkuh alasannya menilai semua kekayaan itu alasannya kedigdayaan kita.
Ketiga, sakit yang sanggup menciptakan ketampanan dan keelokan kita pudar, atau bahkan cacat.
Keempat, masa bau tanah yang menciptakan kita menjadi lemah atau tak berdaya
Kelima, maut yang cepat alasannya usia/umur yang dimilikinya tidak memberi manfaat.
Keenam, munculnya Dajjal yang dibilang selaku makhluk terburuk alasannya menjadi fitnah bagi manusia.
Ketujuh, hari kiamat, tragedi terdahsyat bagi orang yang mengalaminya.
Jadi, berpikir kritis dalam persepsi Rasulullah dalam dua hadis di atas yakni menghimpun bekal amal saleh sebanyak-banyanya untuk kehidupan pasca maut (akhirat), alasannya "dunia daerah menanam dan darul abadi memetik hasil (panen).
Oleh alasannya itu, jikalau kita ingin memetik hasil di akhirat, jangan lupa bercocok tanam di dunia ini dengan benih-benih yang unggul, yakni amal salih.
Adapun faedah berpikir kritis diantaranya adalah:
- Dapat menangkap makna dan pesan yang tersirat di balik semua ciptaan Allah Swt
- Dapat mengoptimalkan pemanfaatan alam untuk kepentingan umat manusia
- Dapat mengambil gagasan dari semua ciptaan Allah Swt dalam membuatkan IPTEKS
- Menemukan jawaban dari misteri penciptaan alam (melalui penelitian)
- Mengantisipasi terjadinya bahaya, dengan mengerti tanda-tanda dan fenomena alam
- Semakin bersyukur terhadap Allah Swt atas anugerah logika dan kepraktisan lain, baik yang berada di dalam badan kita maupun yang ada di alam semesta
- Semakin bertambah kepercayaan tentang adanya hari pembalasan
- Semakin termotivasi menjadi orang yang visioner
- Semakin bergairah dalam menghimpun bekal untuk kehidupan di akhirat, dengan mengembangkan amal salih dan menekan/meninggalkan kemaksiatan.
TULISANNN
0 Komentar untuk "Materi Pai Xii Cuilan 3 Menggugah Nurani Dengan Berpikir Kritis"