Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa haram memakai atribut non-Muslim seiring fenomena dikala peringatan hari besar agama non-Islam terdapat umat Islam memakai atribut dan/atau simbol keagamaan non-Muslim.
"Menggunakan atribut keagamaan non-Muslim ialah haram," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin lewat publikasi fatwanya di Jakarta, Rabu (14/12).
Dia menyampaikan permintaan dan/atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non-Muslim juga tergolong haram. Dalam menyikapi hal tersebut Hasanuddin berharap umat Islam tetap menjaga kerukunan dan keharmonisan beragama tanpa menodai fatwa agama serta tidak mencampuradukkan akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain.
Umat Islam, kata dia, semoga saling menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama. Salah satu wujud toleransi ialah menghargai kebebasan non-Muslim dalam menjalankan ibadahnya bukan dengan saling mengakui kebenaran teologis.
Bagi pimpinan perusahaan, kata dia, semoga menjamin hak umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya, menghormati keyakinan keagamaannya dan tidak memaksakan kehendak kepada jajarannya untuk memakai atribut keagamaan non-Muslim kepada karyawan Muslim.
Menurut dia, terjadi fenomena untuk memeriahkan acara keagamaan non-Islam dengan ada sebagian pemilik perjuangan menyerupai hotel, supermarket, department store, restoran dan lain sebagainya, bahkan kantor pemerintahan, yang mengharuskan karyawannya yang Muslim untuk memakai atribut keagamaan dari non-Muslim.
Hasanuddin menyampaikan pemerintah wajib memperlihatkan dukungan kepada umat Islam sebagai warga negara untuk sanggup menjalankan keyakinan dan syariat agamanya secara murni dan benar serta menjaga toleransi beragama.
"Pemerintah wajib mencegah, mengawasi dan menindak pihak-pihak yang menciptakan peraturan yang sifatnya memaksa dan menekan pegawai Muslim untuk melaksanakan perbuatan yang bertentangan dengan fatwa agama menyerupai hukum dan pemaksaan penggunaan atribut keagamaan non-Muslim," kata dia.
Bagi umat Islam, beliau meminta semoga menentukan jenis perjuangan yang baik dan halal serta tidak memproduksi, memperlihatkan dan/atau memperjualbelikan atribut keagamaan non-Muslim.
Fatwa MUI tersebut juga memuat enam rekomendasi kepada umat Islam, pimpinan perusahaan dan pemerintah. Senator asal Sulawesi Selatan ini memerincinya sebagai berikut:
1. Umat Islam diminta tetap menjaga kerukunan hidup antara umat beragama dan memelihara serasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa menodai fatwa agama. Serta tidak mencampuradukkan antara akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain.
2. Umat Islam semoga saling menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama. Salah satu wujud toleransi ialah menghargai kebebasan non-Muslim dalam menjalankan ibadahnya, bukan dengan saling mengakui kebenaran teologis.
3. Umat Islam semoga menentukan jenis perjuangan yang baik dan halal, serta tidak memproduksi, memberikan, dan/atau memperjualbelikan atribut keagamaan non-Muslim.
4. Pimpinan perusahaan semoga menjamin hak umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya, menghormati keyakinan keagamaannya, dan tidak memaksakan kehendak untuk memakai atribut keagamaan non-Muslim kepada karyawan muslim.
5. Pemerintah wajib memperlihatkan dukungan kepada umat Islam sebagai warga negara untuk sanggup menjalankan keyakinan dan syari’at agamanya secara murni dan benar serta menjaga toleransi beragama.
6. Pemerintah wajib mencegah, mengawasi, dan menindak pihak-pihak yang menciptakan peraturan (termasuk ikatan atau kontrak kerja) dan/atau melaksanakan ajakan, pemaksaan, dan tekanan kepada pegawai atau karyawan Muslim untuk melaksanakan perbuatan yang bertentangan dengan fatwa agama menyerupai hukum dan pemaksaan penggunaan atribut keagamaan non-Muslim kepada umat Islam.
0 Komentar untuk "Fatwa Mui: Muslim Haram Pakai Atribut Natal"