ARTIKEL KE 876
Renungan Umur yang terus berkurang
Tak terasa kita telah berada di penghujung tahun 2018, kurang dari dua bulan lagi tahun 2018 akan meninggalkan kita...
Tapi sebenarnya gak ada awal dan akhir tahun, jadi gak perlu ada perayaan-perayaan mubazir, pesta-pesta selebrasi yang menampilkan artis dangdut ternama dengan goyangan yang aduhai.. Yang ada hanyalah umur yang semakin berkurang. Tahun terus berganti, tahun di kalender sepertinya angkanya makin besar dan makin bertambah...Tapi kita selalu berpikir bahwa pergantian kalender berarti bertambahnya umur setahun lagi..Mengapa kita selalu berpikir bahwa umur kita bertambah, namun tidak memikirkan ajal semakin dekat? Benar kata Al Hasan Al Bashri, seorang tabi’in terkemuka yang menasehati kita agar bisa merenungkan bahwa semakin bertambah tahun, semakin bertambah hari, itu berarti berkurangnya umur kita setiap saat.
Tapi sebenarnya gak ada awal dan akhir tahun, jadi gak perlu ada perayaan-perayaan mubazir, pesta-pesta selebrasi yang menampilkan artis dangdut ternama dengan goyangan yang aduhai.. Yang ada hanyalah umur yang semakin berkurang. Tahun terus berganti, tahun di kalender sepertinya angkanya makin besar dan makin bertambah...Tapi kita selalu berpikir bahwa pergantian kalender berarti bertambahnya umur setahun lagi..Mengapa kita selalu berpikir bahwa umur kita bertambah, namun tidak memikirkan ajal semakin dekat? Benar kata Al Hasan Al Bashri, seorang tabi’in terkemuka yang menasehati kita agar bisa merenungkan bahwa semakin bertambah tahun, semakin bertambah hari, itu berarti berkurangnya umur kita setiap saat.
“Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu.” (Hilyatul Awliya’, 2: 148)
Al Hasan Al Bashri juga pernah berkata,
“Malam dan siang akan terus berlalu dengan cepat dan umur pun berkurang, ajal (kematian) pun semakin dekat.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 383).
Semisal perkataan Al Hasan Al Bashri juga dikatakan oleh Al Fudhail bin ‘Iyadh. Beliau rahimahullah berkata pada seseorang, “Berapa umurmu sampai saat ini?” “Enam puluh tahun”, jawabnya. Fudhail berkata, “Itu berarti setelah 60 tahun, engkau akan menghadap Rabbmu.” Pria itu berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi rooji’un.” “Apa engkau tidak memahami maksud kalimat itu?”, tanya Fudhail. Lantas Fudhail berkata, “Maksud perkataanmu tadi adalah sesungguhnya kita adalah hamba yang akan kembali pada Allah. Siapa yang yakin dia adalah hamba Allah, maka ia pasti akan kembali pada-Nya. Jadi pada Allah-lah tempat terakhir kita kembali. Jika tahu kita akan kembali pada Allah, maka pasti kita akan ditanya. Kalau tahu kita akan ditanya, maka siapkanlah jawaban untuk pertanyaan tersebut.”
Jadi sungguh keliru, jika sebagian kita malah merayakan ulang tahun karena kita merasa telah bertambahnya umur. Seharusnya yang kita rasakan adalah umur kita semakin berkurang, lalu kita renungkan bagaimanakah amal kita selama hidup ini? Yang terpenting selama diberi umur kita manfaatkan sebesar-besarnya untuk menyiapkan jawaban atas pertanyaan Allah di akhirat nanti, termasuk pertanyaan soal umur dan rezeki. Dan tentu dengan jawaban yang memuaskan sehingga kita dapat memasuki surgaNYA lewat pintu mana saja. Bukan selama hidup malah emnghabiskan umur mati-matian mencari rezeki, menumpuk hasilnya, mengejarnya sampai kebablasan membuat ibadahnya jadi keteteran, boro-boro nyiapin jawaban yang memuaskan.. Padahal takkan mati kita sampai habis rezeki dibagi, jadi mengejarnya adalah kesia-siaan...
Jadi sungguh keliru, jika sebagian kita malah merayakan ulang tahun karena kita merasa telah bertambahnya umur. Seharusnya yang kita rasakan adalah umur kita semakin berkurang, lalu kita renungkan bagaimanakah amal kita selama hidup ini? Yang terpenting selama diberi umur kita manfaatkan sebesar-besarnya untuk menyiapkan jawaban atas pertanyaan Allah di akhirat nanti, termasuk pertanyaan soal umur dan rezeki. Dan tentu dengan jawaban yang memuaskan sehingga kita dapat memasuki surgaNYA lewat pintu mana saja. Bukan selama hidup malah emnghabiskan umur mati-matian mencari rezeki, menumpuk hasilnya, mengejarnya sampai kebablasan membuat ibadahnya jadi keteteran, boro-boro nyiapin jawaban yang memuaskan.. Padahal takkan mati kita sampai habis rezeki dibagi, jadi mengejarnya adalah kesia-siaan...
Bukankah yang Islam ajarkan, kita jangan hanya menunggu waktu, namun beramallah demi persiapan bekal untuk akhirat, persiapan memberikan jawaban yang memuaskan di hadapan Allah SWT. Ibnu ‘Umar pernah berkata,
“Jika engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu waktu pagi. Jika engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu sore. Isilah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu, dan isilah masa hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari no. 6416). Hadits ini mengajarkan untuk tidak panjang angan-angan, bahwa hidup kita tidak lama.
‘Aun bin ‘Abdullah berkata, “Sikapilah bahwa besok adalah ajalmu. Karena begitu banyak orang yang menemui hari besok, ia malah tidak bisa menyempurnakannya. Begitu banyak orang yang berangan-angan panjang umur, ia malah tidak bisa menemui hari esok. Seharusnya ketika engkau mengingat kematian, engkau akan benci terhadap sikap panjang angan-angan.” ‘Aun juga berkata,
“Sesungguhnya hari yang bermanfaat bagi seorang mukmin di dunia adalah ia merasa bahwa hari besok sulit ia temui.”
Bagaimana dengan anda?
Berhentilah berangan-angan, mulai hari ini sempurnakan ibadah anda, perbanyak bekal dan siapkan jawaban yang memuaskan di pengadilan Allah kelak..
baca juga : meraih rezeki lewat umur
Wallahu alam...
Bagaimana dengan anda?
Berhentilah berangan-angan, mulai hari ini sempurnakan ibadah anda, perbanyak bekal dan siapkan jawaban yang memuaskan di pengadilan Allah kelak..
baca juga : meraih rezeki lewat umur
Wallahu alam...
0 Komentar untuk "Umur, Waktu dan Rezeki"