Jika terpaksa kita harus membenci sebuah kata, bencilah kata "rata-rata". Tau kan arti rata-rata? Kalau bahasa gampangnya sih rata-rata itu artinya umumnya orang mendapatkannya. Ada yang bisa dapat lebih tidak sedikit juga yang dapat kurang.
Apa yang salah dengan jadi orang rata-rata?
Tidak ada yang salah. Tapi Allah kok sudah memberi kita akal yang sempurna, badan yang sempurna, petunjuk yang sudah jelas di Al Quran dan hadits tapi kok kita masih saja jadi orang rata-rata. Mengapa kita tidak memaksimalkan potensi jadi orang yang lebih, orang di atas rata-rata. Kalau kita di atas rata-rata orang kebanyakan kita bisa punya power dan pengaruh yang kuat. Kita bisa jadi penentu kebijakan, agen perubahan. Tapi sayangnya kita semua sudah merasa cukup dengan jadi "rata-rata"
Jadi orang yang rezekinya rata-rata....
Rezeki rata-rata adalah rezeki yang diperoleh rata-rata orang. Rezeki orang kebanyakan. Kebanyakan ingin jadi pegawai atau karyawan, orang kantoran yang rezekinya pasti setiap bulannya. Tidak berani mengambil resiko keluar dari pekerjaan dan menghadapi resiko ketidakpastian dengan jadi pengusaha. Dengan memiliki usaha maka kita bisa membangun kekayaan, yang menarik rezeki jauh lebih banyak, meningkatkan taraf hidup di atas rata-rata. (baca : bagaimana menjalankan usaha agar terus mendatangkan rezeki?)
Jadi manusia yang prestasinya rata-rata.....
Kita merasa cukup berbuat yang rata-rata orang lakukan. Akibatnya kita tidak memaksimalkan potensi diri. Tidak membuat diri melakukan usaha terbaik, tapi cukup puas dengan prestasi rata-rata. Padahal sebenarnya kita mampu menjadi di atas rata-rata tapi tidak merasa perlu mengusahakannya.
Jadi insan yang nilainya rata-rata......
Punya rezeki rata-rata dan prstasi rata-rata sebagaimana orang kebanyakan kita pun nilainya hanya rata-rata. Tidak menonjol dan tidak lebih baik atau lebih buruk dibanding orang lain.
Jadi mahluk yang kontribusinya rata-rata....
Rezeki kita rat-rata saja, hanya cukup untuk dimakan dan menyokong hidup sehari-hari. Akibatnya kontribusinya di masyarakat juga apa adanya. Tidak bisa sedekah dalam jumlah banyak karena uangnya pas-pasan. Tidak bisa melakukan banyak kebaikan, seperti mendirikan mesjid, menyantuni orang miskin, janda-janda tua yang jompo dan miskin, memakmurkan majelis, menghidupkan panti asuhan dan anak yatim. Ketimbang mengusahakannya sendiri, kita malah menyerahkannya pada orang lain.
Jadi orang yang idenya rata-rata....
Kemampuan rata-rata yang dimiliki orang kebanyakan, hanya dapat menghasilkan ide yang rata-rata juga. Tidak merasa perlu melakukan terobosan dan optimalisasi kemampuan agar lebih baik hasilnya dibanding orang lain. Jika gagal, mencoba inovasi yang lain. Tapi karena idenya cuma rata-rata dan takut mengambil resiko maka hasilnya pun rata-rata dan bahkan mungkin banyak yang gagal dan berhenti.Jadi insan yang tampangnya rata-rata...
Kalau soal tampang sih memang tidak bisa diubah. Itu sudah diberi satu paket oleh Yang Maha Kuasa. Sudahlah tampangnya rata-rata, kemampuan dan prestasinya rata-rata tapi bermimpi ingin jodoh atau pasangan yang jauh di atas rata-rata. Orang akan mencari pasangan yang kurang lebih setara dengan dirinya. Jadi kalau kita serba rata-rata ya.. jodohnya juga yang rata-rata bahkan bisa di bawah standar rata-rata. Kalau punya tampang rata-rata, ya... maksimalkan kemampuan agar punya nilai lebih.
Jadi manusia yang jabatannya rata-rata....
Rata-rata susah maksudnya. Kemampuannya pas-pasan, kepercayaan diri kurang, ditambah penampialn yang kurang meyakinkan. Siapa yang bakal percaya bahwa kita bisa menjanjikan perubahan yang berarti. Siapa yang mau memilih pemimpin yang serba rata-rata? Nanti kita semua salah urus jadinya.
Jadi mahluk yang kerjanya rata-rata....
Kerjaan yang tidak membutuhkan skill yang tinggi, tidak banyak resikonya meski hasilnya sedikit. Mau mencoba kerja di atas rata-rata pasti kalah bersaing.Jadi orang yang gajinya rata-rata....
Karena kerja dan prestasinya juga rata-rata, ya,... gajinya juga rata-rata... kecil. Intinya semakin tinggi skill dan semakin besar resiko suatu pekerjaan pasti gajinya juga tinggi. Seimbang antara usaha yang dilakukan dengan penghasilan yang diperoleh.
Jadi orang yang amalnya rata-rata...
Yang paling sial ya.. ini, jadi orang yang amalannya rata-rata. Mengerjakan ibadah sebatas menggugurkan kewajiban, tercampur pula riya di sana, ditambah sering bolong dan tidak komit pada ucapan dan janjinya pada Sang Pencipta.
Mengapa harus jadi rata-rata? Padahal karunia Allah pada manusia adalah sesempurna-sempurnanya. Harusnya prestasinya juga melejit, rezekinya melangit, kala gagal segera bangkit. Sekali hidup harusnya rezekinya hebat, prestasinya mantap dan konstribusinya juga dahsyat.
Tidak ada yang tidak mungkin jika kita berpikir itu mungkin. Tidak mungkin hanya ada di pikiran. Lakukan apa yang di anggap benar, konsisten dan jangan berhenti sebelum berhasil. Muslim yang memiliki kemampuan di atas rata-rata adalah muslim impian yang bisa membawa angin segar perubahan dan menjadikan diri serta umat lebih baik ke depannya. Wallahu alam.
0 Komentar untuk "Renungan Rezeki, Janganlah Menjadi Rata-Rata !"