ARTIKEL KE 858
SAAT SEMUA TAK LAGI BERARTI...
Tulisan ini memang masih soal bencana yang melanda Palu dan Donggala, ditulis sejak 2 minggu lalu..tapi baru sempat di publish..
Semoga masih bisa jadi pengingat buat kita semua..
Kalau Anda merasa sedang susah rezeki ataupun rezeki terasa mandek sehingga hidup seolah tak berpihak pada anda, jalan-jalanlah ke pos pengungsian korban bencana tsunami dan gempa baru-baru ini..
Mereka orang yang meninggalkan harta benda yang dikumpulkan sekian lama dan memilih hidup di tenda pengungsian yang serba terbatas, beralaskan tanah beratap langit, berbaju hanya yang di badan, padahal mereka punya lebih dari itu...
Uang tidak lagi begitu berarti. Anda boleh punya belasan juta di dompet dan ratusan juta di ATM, tetapi jika kota tujuan Anda adalah Palu, tak akan ada tempat duduk yang nyaman. Karena penerbangan komersil ditiadakan, hanya pesawat Hercules milik TNI yang diperbolehkan melintas..
Lupakan dahulu penerbangan komersial, duduk di bussines class, dan dilayani pramugari. Lupakan dahulu ruang tunggu yang dingin dan banyak toilet. Lupakan Starbucks, J.Co, dan executive lounge.
Ada yang rela bermalam di lanud, tidur di tegel dan taman, tetapi belum juga bisa terbang sampai sekarang.
Terlalu banyak yang mendaftar. Kapasitas terbatas. Beberapa Hercules yang mondar-mandir Makassar-Palu, Palu-Makassar, belum cukup untuk mengangkut semuanya.
Semua orang masih menanti dipanggil namanya. Lambung mulai kelaparan, baterai ponsel melemah, badan penat. Namun tidak ada yang bisa mempercepat keberangkatan sebelum tiba gilirannya.
Para relawan dan tim medis juga menunggu jatah terbang.
Lalu di bagian kedatangan, yang tanpa AC dan pengharum, ratusan orang lainnya tiba. Mereka para korban gempa yang selamat.
"Habis semuanya. Ada mobil, tapi kami parkir sembarangan di bandara Palu. Tidak ada artinya lagi," ujar seorang ibu yang tampak sangat lelah. Matanya berair.
Seorang anggota keluarganya tidak ikut ke Makassar. Belum ditemukan. Dia cuma memikirkan dua kemungkinan; tenggelam atau tertanam. Gempa dan tsunami membuat banyak yang hilang.
Empat bocah bersaudara duduk bernaung di bawah kanopi kantin. Ibunya yang kelelahan membelikan minuman dan snack.
Di Palu, kata mereka, sekarang sangat susah mengasup. Krisis air dan krisis makanan. Belum banyak bantuan yang datang. Bandara tutup. Jalur darat putus. Pelabuhan juga kabarnya rusak.
Masih di bagian kedatangan, beberapa ambulans menembus blokade. Sejumlah penumpang harus segera dibawa ke rumah sakit. Ada yang tangannya dibalut perban. Ada yang tidak bisa berjalan karena kakinya entah tertimpa apa pada Magrib di hari Jumat itu.
Saya juga melihat seorang wanita tua, yang melangkah gontai sambil terus terisak. Pasti ada yang hilang dari dirinya. Entah harta, sanak saudara, atau apa. Saya tak mungkin menambah perihnya dengan pertanyaan.
Namun inilah realitas di dunia. Tempat kita sedang mampir ini. Begitu banyak duka, luka yang tak terbendung..
Jadi kalau sekarang kita masih dalam suka, ada baiknya kita meresponsnya dengan qana'ah. Kalau sekarang kita masih bisa sarapan Indomie, makan siangnya ikan teri, lalu malamnya bakso, itu sudah rezeki yang besar.
Percuma banyak deposito bila tak ada yang bisa dibeli. Uang dan kartu debit tak mungkin dikunyah.
Dan bila saat ini kita dalam keadaan berlebih, tengoklah ke saudara-saudara yang sedang tak berpunya.
Hidup seperti roda Hercules yang terus melaju ...
Saya baru sadar kalo Allah menampar, membunuh kecongkakan keilmuan kita, menenggalamkan cinta dunia kita, membakar rasa individu kita, dan Allah rindu jeritan kita...Begini rupanya cara Allah menyentil kita.
Kini manusia mulai berjamaah dengan tidur sama-sama dan meninggalkan kemewahan dengan alas seadanya, Manja makan enak dengan hidangan yang berkelas hilang seketika dengan makan hanya mengganjal perut yang dulu sangat egois, makan apa saja tanpa perlu jelas sumbernya. Kini mersakan bagaimana rasanya hidup dengan atap langit, tanpa listrik, tanpa AC dan tanpa penghangat..
Kini merasakan bagaimana susahnya air bersih dan berbagi dengan tetangga, yang sebelumnya mungkin tak pernah menyapa tetangganya kini hilang sudah kecongkakan dan keangkuhan.. Hanya ada perasaan senasib sependeritaan..
Semuanya pasti ada hikmahnya untuk orang yang bersyukur dan menggunakan fikirannya...
Kini merasakan bagaimana susahnya air bersih dan berbagi dengan tetangga, yang sebelumnya mungkin tak pernah menyapa tetangganya kini hilang sudah kecongkakan dan keangkuhan.. Hanya ada perasaan senasib sependeritaan..
Semuanya pasti ada hikmahnya untuk orang yang bersyukur dan menggunakan fikirannya...
Harta, rezeki yang dicari siang malam itu kini tak lagi berarti..
Kala bencana datang meluluh lantakkan semuanya..
Ya Allah,
Ampuni kami..
Selamatkan kami...
Ampuni kami..
Selamatkan kami...
baca juga: bagaimana islam memandang rezeki dan harta?
Wallahu alam..
0 Komentar untuk "Ketika Semua Tak Lagi Berarti"