ARTIKEL KE 874
Membangun Bisnis yang Takkan Merugi
Sebuah perusahaan teh ternama yang kita kenal dengan merek Sari Wangi dinyatakan bangkrut oleh pengadilan baru-baru ini. Perusahaan yang telah terbangun sekian lama ini tenyata terjerat hutang trilyunan rupiah sehingga tak bisa lagi beroperasi. Haruskah kita berhenti minum teh Sari Wangi karenanya? Tidak...karena ternyata merek teh ini masih bisa ditemukan di pasaran..
Kenapa? karena merek ini sudah dibeli oleh perusahaan raksasa yang berkantor pusat di Rotterdam dan London, Unilever. Yang dibeli adalah merek (brand), perusahaannya tidak. Jadi karena yang dibeli adalah merek maka perusahaan hanya memproduksi teh Sari Wangi dan mengirimnya ke Unilever untuk di pasarkan. Jadi perusahaan hanya berfungsi sebagai pabrik bukan lagi pemilik utama merek.
Setelah sekian lama bekerjasama akhirnya Unilever memutuskan kontrak, sehingga perusahaan tak lagi mensuplai teh merek tersebut ke Unilever. Tapi nyatanya teh merek ini tetap ada di pasaran, berarti Unilever menemukan perusahaan lain untuk memproduksi teh dengan merek Sari Wangi dan memasarkannya..
Konsumen mungkin tak menemukan bedanya karena merek dan desain produk tak ada yang berubah. Perusahaan boleh bangkrut dan boleh berhenti bekerjasama tapi merek belum tentu ikut mati bersamanya.. Merek akan tetap ada...
Pelajaran berharga
Seperti biasa dari setiap cerita saya selalu menuliskan pelajaran berharga yang bisa kita petik darinya. Pelajaran dari bangkrutnya perusahaan ini adalah:
1. Fokus pada merek (brand)
Karena bisa jadi merek jauh lebih mahal dari perusahaannya. Ingat orang yang begitu loyal pada notebook Mac, Iphone, Ipad, Ipod yang diproduksi oleh perusahaan miliki mendiang Steve Job, Apple? Atau merek tas Luis Vuitton ataupun jam tangan Rolex? Pencintanya tak peduli siapa yang memproduksinya yang penting merek itu ada tersedia di pasaran. Meskipun di pikiran kita kalo tas LV dan tas merk Tanah Abang fungsinya sama-sama tas untuk menyimpan barang. Tapi merek LV harganya berkali-kali lipat dan penggemar merek LV tak perduli meskipun harga berkali-kali lipat karena yang dibeli adalah mereknya (brand) bukan tasnya.
Inilah yang dalam marketing kita kenal sebagai intangible asset (aset yang abstrak/tak berwujud). Fokuslah membangun merek (brand) jadi meski perusahaan bangkrut merek yang sudah dikenal bisa dijual dan tetap ada di pasaran..
Orang-orang yang cerdas dan berakal sehat akan fokus membangun brand dan intangible asset lainnya. Dalam bahasa pengembangan diri, brand itu sama dengan reputasi diri. Dengan reputasi inilah kita bisa memiliki pengaruh yang semakin meluas, harga anda semakin mahal. Reputasi yang baik juga akan menyelamatkan kita saat gagal dan jatuh terpuruk. Karenanya bangunlah reputasi anda semakin tinggi, semakin kuat dan semakin mengakar.
Sebagai seorang muslim kita sudah punya modalnya, kita punya Al Quran dan hadits yang akan menuntun kita untuk menjadi pribadi yang bereputasi baik, sehingga memiliki brand (merek) sebagai manusia muslim yang bermanfaat. Bukan seperti berita-berita di media tentang muslim yang suka meneror dan berkontribusi pada terorisme..
2. Membangun bisnis yang takkan merugi
Bisnis apa yang takkan merugi sepanjang masa? Adakah bisnis yang dijamin tidak akan rugi? Dimana-mana bisnis itu pasti punya dua sisi, kalo gak untung ya rugi. Tapi ternyata Al quran lewat surat Faathir ayat 29 menyatakan “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al Quran), mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dengan diam-diam maupun terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”.
Selanjutnya dalam surah Ash-Shaf ayat 10-11:
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (10). (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya (11).
Jadi secara spiritual, perniagaan/bisnis (urusan) yang dijamin tak akan merugi yaitu: membaca Al Quran, mendirikan shalat, bersedekah. Dan perniagaan yang bikin selamat adalah beriman pada Allah dan jihad dengan jiwa dan harta.
Ini sangat masuk akal, karena kita berbisnis bukan dengan sembarang orang tapi dengan Allah. Dia Maha Kaya, perniagaan denganNYA adalah perniagaan yang selalu menguntungkan. Masalahnya mau gak kita sebagai pebisnis sejati ikut kata Al Quran? Harusnya jika mau punya bisnis yang takkan merugi kita harus punya karakter sebagai pebisnis Qurani yang takkan pernah rugi. Setiap ada berita bisnis yang bangkrut saya selalu teringat ayat ini. Seharusnya, sebagai pebisnis atau sebagai profesional, kita tidak boleh meninggalkan perniagaan ini, perniagaan yang dijamin takkan pernah rugi.
Yang menjamin Allah lho..!
Ada yang berani meragukan jaminan Allah?
3. Enyahkan nafsu berhutang.
Nafsu untuk membesarkan bisnisnya, membuat management PT Sariwangi AEA pada tahun 2015 memutuskan untuk meminjam uang kepada 5 bank yaitu HSBC, ICBC, Rabobank, Panin dan Commonwealth. Ternyata proyek yang mereka kembangkan dengan dana pinjaman ini hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Akhirnya, perusahaan yang sudah berdiri setengah abad lebih tidak sanggup membayar dan dinyatakan gulung tikar.
Jangan demi gengsi dan gaya hidup, Anda rela berhutang kesana-kemari, utang itu bukan buat jaga-jaga, apalagi gali lubang dan tutup lubang hanya karena Anda ingin terlihat menjadi orang yang terpandang. Kalo belum sanggup, mbok jangan maksa. Karena yang namanya pemaksaan itu pasti hasilnya gak bagus.. Hidup sederhana justeru menambah dan meningkatkan reputasi Anda.
Sederhana itu bukan tampilan fisik tapi cara pandang dan pola pikir.
Sari Wangi memberikan pelajaran “wangi” kepada kita bahwa brand atau reputasi nilainya sangat tinggi, kita jangan terjebak dalam kubangan hutang tiada henti, dan bersegeralah aktif menjalankan perniagaan yang tiada merugi yang keuntungannya bukan hanya bisa dibawa mati tapi juga bisa menyelamatkan dari panasnya api neraka.
baca juga: mengapa rezeki kita stagnan?
Wallahu alam..
0 Komentar untuk "Bisnis yang Takkan Merugi"