ALIRAN-ALIRAN LINGUISTIK |
Berikut ini Aliran-aliran Linguistik, antara Aliran linguistik Struktural, Aliran linguistik Deskriptif, dan aliran Linguistik fungsional
1. Aliran linguistik Struktural
Pada awal era XX yaitu tahun 1916 lahir aliran linguistik struktural. Aliran ini lahir bersamaan dengan diluncurkannya buku ”Course de linguistique Generale” karya Saussure. Ferdinand De Saussureyang juga dikenal sebaga Bapak Strukturalisme dan sekaligus Bapak Linguistik Modern.Ferdinand de Saussure (1857-1913) dianggap sebagai Bapak Linguistik Modern, berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya Course de Lisguestique General.
Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep : 1) telaah sinkronik (mempelajari bahasa dalam kurun waktu tertentu saja) dan diakronik (telaah bahasa sepanjang masa), 2) perbedaan langue dan parole. Langue yaitu keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya abstrak, sedangkan parale sifatnya konkret lantaran parole tidak lain daripada realitas fisis yang berbeda dari yang satu dengan orang lain, 3) membedakan signifiant dan signifie. Signifiant yaitu gambaran suara atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam alam pikiran (bentuk), signifie yaitu pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita(makna), 4) Hubungan sintagmatik dan paradigmatik.Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, bersifat linear. Hubungan paradigmatik yaitu hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan (Chaer, 2003:346).Tokoh-tokoh lain yang merupakan penganut teori ini yaitu : Bally, Sachahaye, E. Nida, L. Bloomfield, Hockett, Gleason, Bloch, G.L. Trager, Lado, Hausen, Harris, Fries, Sapir, Trubetzkoy, Mackey, jacobson, Joos, Wells, Nelson.
Aliran (aliran) linguistik Struktural |
1.1 Ciri-ciri Aliran linguistik Struktural
a. Berlandaskan pada faham behaviourisme. Dalam hal ini berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap (stimulus-response).
b. Bahasa berupa ujaran artinya hanya ujaran saja yang termasuk dalam bahasa .
c. Bahasa merupakan sistem tanda (signifie dan signifiant) yang arbitrerdankonvensional.Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa intinya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan signifiant. Signifie yaitu unsur bahasa yang berada di balik tanda yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga makna. Sedangkan signifiant yaitu wujud fisik atau hanya yang berupa suara ujar.
d. Bahasa merupakan kebiasaan (habit), dalam hal ini pengajaran bahasa memakai metode drill and practice yakni suatu bentuk latihan yang terus menerus, berkelanjutan, dan berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan.
e. Kegramatikalan berdasarkan keumuman.
f. Level-level gramatikal ditegakkan secara rapi mulai dari yang morfem hingga menjadi kalimat.
g. Analisis dimulai dari bidang morfologi.
h. Bahasa merupakan deret sintakmatik dan paradigmatik
i. Analisis bahasa secara deskriptif.
j. Analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung, yaitu unsur yang secara pribadi membentuk struktur tersebut. Ada empat model analisis unsur pribadi yaitu model Nida, model Hockett, model Nelson, dan model Wells.
1.2 Pernyataan Pokok Aliran linguistik Strukturalis
Asumsi Ferdinand De Saussure yang populer dan merupakan dasar kajian ailran struktural yaitu bahwa bahasa merupakan realitas sosial yaitu kajian terhadap sruktur bahasa lantaran Saussure menganggap bahwa bahasa sebagai satu struktur sehingga pendekatannya sering disebut Structural Linguistics. Hal tersebut dikembangkan ke dalam enam dikotomi perihal bahasa, yaitu (a) dikotomi sinkronik dan diakronik, (b) dikotomi bentuk (form) dan substansi, (c) dikotomi Signifian dan signifie, (d) dikotomi langue dan Parole, (e) dikotomi individu dan sosial, dan (f) hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik.
Ferdinand De Saussure mengistilahkan bahasa-bahasa sebagai fakta-fakta sosial. Fakta sosial yaitu istilah dari pendiri sosiologi, Émile Durkheim, dalam Rules of Sociological Method (1895) untuk mengacu pada fenomena gagasan-gagasan ‘minda kolektif’ dalam suatu masyarakat, yaitu yang berada di luar fenomena psikologis maupun fisikal. Fakta sosial bisa berupa konvensi atau aturan-aturan. Contoh fakta sosial yang konvensional yaitu kecenderungan orang Amerika mengambil jarak fisik dengan lawan bicara. Contoh fakta sosial yang berupa aturan-aturan yaitu sistem aturan suatu masyarakat. Bahasa bisa disetarakan dengan sistem aturan atau struktur konvensi. Datanya berupa fenomena-fenomena fisikal atau parole, sedangkan sistem umumnya yaitu langue atau ‘bahasa’. Data konkret parole diproduksi oleh pengujar-pengujar secara indivual. Hal ini dikarenakan penguasaan bahasa setiap orang berbeda-beda, artinya suatu bahasa tidak pernah lengkap pada diri seseorang tetapi lengkap dan secara tepat bahasa hanya di dalam kolektivitas. Jadi, fakta sosial berdasarkan Saussure bukan berupa minda kolektif maupun gagasan kolektif menyerupai yang diterangkan oleh Durkheim. Akibat perbedaan tersebut, muncul dua pendekatan, yaitu pendekatan‘individualisme metodologis’ yang berseberangan dengan pendekatan Durkheim ‘kolektivisme metodologis’.
1.3 Enam Dikotomi perihal Bahasa
1.3.1 Sinkronik-Diakronik
Gagasan Ferdinad De Saussure sanggup digunakan sebagai pola gres dalam studi bahasa, bahwa kajian linguistik hendaknya dilakukan secara diakronik dan sinkronik. Hal ini dilakukan semoga sanggup memotret pada suatu waktu tertentu dibutuhkan pemahaman perihal bahasa itu untuk satu rentangan waktu. Sebagai pemakai, bahasa sanggup ditelaah dari “keberadaan” bahasa itu sendiri tanpa terikat oleh rentangan waktu yang berbeda. Kajian diakronik dianggap terlalu sederhana lantaran hanya mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang terpisah-pisah, sedangkan kajian sinkronik dipandang lebih rumit lantaran harus mendeskripsikan bahasa itu sendiri.
1.3.1.1 Sinkronik
Kata sinkronis berasal dari bahasa Yunani syn yang berarti dengan, dan khronos yang berarti waktu/masa. Dengan demikian, linguistik sinkronis mempelajari bahasa sezaman. Fakta dan data bahasa yaitu rekaman yang diujarkan oleh pembicara, atau bersifat horisontal. Linguistik sinkronis mempelajari bahasa pada suatu kurun waktu tertentu, contohnya mempelajari bahasa Indonesia di masa reformasi saja.
Saussure mengemukakan bahwa kajian bahasa secara sinkronis amat perlu, meskipun ia banyak berkecimpung dalam kajian diakronis. Baginya, kajian sinkronis bahasa mengandung kesistematisan tinggi, sedangkan kajian diakronis tidak. Kajian sinkronis justru lebih serius dan sulit. Sistem keadaan bahasa ‘sinkronik’ menyerupai sistem permainan catur. Setiap buah catur (setara dengan suatu unit bahasa) mempunyai daerah tersendiri dan mempunyai keterkaitan tertentu dengan buah catur lain, dan kekuatan serta pola gerak/jalan tersendiri.
1.3.1.2 Diakronik
Kata diakronis berasal dari bahasa Yunani, dia yang berarti melalui, dan khronosyang berarti waktu, masa. Linguistik diakronis yaitu linguistik yang menyidik perkembangan suatu bahasa dari masa ke masa. Linguistik diakronis yaitu semua yang mempunyai ciri evolusi. Ada aneka macam contoh untuk melukiskan dualisme intern (sinkronis dan diakronis),
Jika seseorang hanya melihat sisi diakronis bahasa, maka yang ia lihat bukan lagi langue, melainkan sederet “peristiwa” dan merupakan parole. Linguistik diakronis akan menelaah hubungan-hubungan di antara unsur-unsur yang berturutan dan tidak dilihat oleh kesadaran kolektif yang sama, dan yang satu menggantikan yang lain tanpa membentuk sistem di antara mereka. Sebaliknya, linguistik sinkronis akan mengurusi hubungan-hubungan logis dan psikologis yang menghubungkan unsur-unsur yang hadir bersama dan membentuk sistem, menyerupai dilihat dalam kesadaran kolektif yang sama.
1.3.2 Bentuk-substansi
Dikotomi antara bentuk dengan substansi menekankan bahwa kajian linguistik harus ditinjau dari segi bentuk dan substansi. Bagi Saussure, substansi penting, namun bentuk lebih penting. Oleh lantaran itu, dalam kajian bahasa, nilai suatu unsur (langsung atau tidak langsung) sangat bergantung pada nilai unsur lain.
1.3.3 Signifie-signifiant
Bahasa yaitu alat komunikasi di dalam masyarakat yang memakai sistem tanda yang maknanya dipahami secara konvensional oleh anggota masyaraat bahasa tersebut. Tanda bahasa terdiri atas dua unsur yang tak terpisahkan yaitu unsur gambaran akustik (signifiant/petanda) dan unsur konsep (signifie)/penanda). Hubungan kedua unsur ini didasari konvensi dalam kehidupan sosial. Kedua unsur ini terdapat di dalam pikiran atau kognisi pemakai bahasa.
Saussure beropini bahwa bahasa mencakup suatu himpunan tanda satu lambang yang berupa menyatunya signifiant (bunyi ujaran) dengan signifie (makna). Kedua potongan itu tidak sanggup dipisahkan lantaran ujaran dan makna ditentukan oleh adanya kontras terhadap lambang-lambang lain dari sistem itu. Bahasa tanpa suatu sistem tidak akan ada dasar yang sanggup dipergunakan untuk membedakan bunyi-bunyi yang ada ataupun konsep-konsep yang ada.
1.3.3.1 Signifie
Signifie yaitu makna suatu bahasa. Signifie (penanda) merupakan pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita. Setiap tanda tidak sanggup dipisahkan dari tanda yang lain baik lafal maupun maknanya.Dari segi mental, bahasa merupakan suatu totalitas pikiran dalam jiwa manusia. Dari segi fisik, bahasa yaitu getaran udara yang lewat suatu tabung dalam alat bicara manusia. Jadi, bahasa merupakan pertemuan antara totalitas pikiran dalam jiwa dan getaran yang dibentuk insan melalui alat-alat bicaranya. Misalnya gambar meja dilambangkan dengan meja (Indonesia), table (Inggris).Apabila ada orang berujar meja dan kita mendengar rentetan suara /m, e, j, a/ itulah yang disebut signifiant, sedangkan bayangan kita terhadap sebuah meja disebut signifienya, yaitu sebuah prabot rumah tangga/kantor berkaki, permukaannya datar, bisa berbentuk bundar, atau bersegi, dan deskripsi lainnya perihal meja.
1.3.3.2 Signifiant
1.3.3.2 Signifiant
Bahasa yaitu sistem lambang dan lambang itu sendiri yaitu kombinasi antara bentuk (signifiant) dan arti (signifie). Signifiant merupakan bentuk bahasa yang terkandung dalam sekumpulan fonem. Signifiant juga sebagai perwujudan akustik suatu bahasa atau wujud dasar sistem fonologi suatu bahasa. Jadi, signifiant (penanda) merupakan gambaran suara atau kesan psikologis suara yang timbul dalam pikiran kita.
1.3.4 Individu-sosial
Dikotomi antara individu dan sosial, Saussure menyampaikan bahwa sikap berbahasa anggota masyarakat sangat ditentukan oleh kelompoknya, meskipun ciri sikap berbahasa masing-masing anggota berbeda antara satu dan lainnya. Perbedaan sikap individu tidak akan menyimpang dari sikap kolektif yang ada pada kelompok.
1.3.5 Langue-parole
Dikotomi antara langue dan parole sebagai bukti bahwa bahasa merupakan realitas sosial. Sebagai realitas sosial bahasa sangat terikat oleh collective mind bukan individual mind.Sebagai collective mind,bahasa merupakan perpaduan antara parole dan langue.Parole mengacu pada tindak ujar dalam situasi yang sesungguhnya oleh masing masing individu.Langue ialah sistem bahasa yang digunakan secara bahu-membahu oleh masyarakat penuturnya.
Gagasan Saussure perihal fakta sosial, langue, dan parole, menjadi pilar-pilar konsepnya mengenai struktur gagasan yang amat kontroversial.Para bahasawan tertarik berkomentar.Pendekatan Saussure kembali mengemuka saat dihadapkan pada pandangan Noam Chomsky.Pandangan Chomsky (1964) yang amat besar lengan berkuasa yaitu yang membedakan kompetence dari performance.Pembedaan tersebut tampak ada kemiripan dengan pembedaan langue dan parole oleh Saussure.Bahkan, Chomsky sendiri menyamakan konsep Linguistic Competence yang diperkenalkannya dengan konsep langue.Namun, sesungguhnya kedua konsep tersebut berbeda.
Langue mengacu pada sistem bahasa yang abstrak.Sistem ini mendasari semua ujaran dari setiap individu.Langue bukanlah suatu ujaran yang terdengar, goresan pena yang terbaca, melainkan suatu sistem peraturan yang umum dan mendasari semua ujaran nyata.Langue merupakan totalitas dari sekumpulan fakta bahasa yang disimpulkan dari ingatan pemakai bahasa dan merupakan gudang kebahasaan yang ada dalam otak setiap individu.
Langue merupakan keseluruhan kebiasaan (kata) yang diperoleh secara pasif yang diajarkan dalam masyarakat bahasa dan memungkinkan para penutur saling memahami dan menghasilkan unsur-unsur yang dipahami penutur dan masyarakat sertabersenyawa dengan kehidupan masyarakat secara alami. Eksistensi langue memungkinkan adanya parole merujuk pada cara pembicara memakai bahasa untuk mengekspresikan dirinya. Jadi, masyarakat merupakan pihak pelestari langue.
Langue tidak bisa dipisahkan antara suara dan gerak mulut.Langue juga sanggup berupa lambang-lambang bahasa konkret; tulisan-tulisan yang terindera dan teraba (terutama bagi tuna runggu).Langue yaitu suatu sistem tanda yang mengungkapkan gagasan. Contoh: Pergi! Dalam kata ini, gagasan kita yaitu ingin mengusir, menyuruh, Nah, kata pergi! sanggup juga kita ungkapkan kepada tuna runggu dengan abjad tuna runggu, atau dengan simbol atau dengan tanda-tanda militer.
Langue menyerupai permainan catur, apabila buah caturnya dikurangi akan berubah dan bahkan permainan akan kacau, demikian halnya dalam langue. Jika struktur (sistem) kita ubah, maka akan menjadikan makna yang lain. Misalnya: saya makan nasi, jikalau kalimat ini diubah menjadi: nasi makan saya, maka akan menjadi rancu.
Langue perlu semoga parole sanggup saling dipahami; dan parole perlu semoga langue terbentuk. Dengan kata lain, secara historis, fakta parole selalu mendahului langue. Bunyi kata: “pergi!” yaitu parole, tetapi ia juga termasuk langue lantaran sistem tanda ada di sana dan maknanya pun ada. Langue hadir secara utuh dalam bentuk sejumlah guratan yang tersimpan di dalam setiap otak; kira-kira menyerupai kamus yang eksemplarnya identik (fotocopy), yang akan terbagi di kalangan individu. Jadi, langue yaitu sesuatu yang ada pada setiap individu.
Langue bersifat kolektif: bersifat homogen, bahasan konvensional. Rumusnya: 1 + 1 + 1 + 1….= 1. Artinya, kata yang diucapkan oleh individu, diucapkan secara sama oleh orang banyak, begitu juga dengan maknanya, semua masyarakat bahasa tahu. Menurut Alwasilah langue yaitu tata bahasa + kosakata + sistem pengucapan. Langue bersifat stabil dan sistematis.
Parole merupakan bahasa tuturan, bahasa sehari-hari, artinya parole merupakan keseluruhan dari apa yang diajarkan orang, termasuk konstruksi-konstruksi individu yang muncul dari pilihan penutur dan pengucapan-pengucapan yang dibutuhkan untuk menghasilkan konstruksi individu berdasarkan pilihan bebas juga. Parole perwujudan langue pada individu. Parole merupakan manifestasi individu dari bahasa. Parole bukan fakta sosial lantaran seluruhnya merupakan hasil individu yang sadar, termasuk kata apapun yang diucapkan oleh penutur. Parole bersifat heterogen. Unsur-unsur parole dibedakan kedalam beberapa bagian, menyerupai : (1) kombinasi-kombinasi instruksi bahasa (tanda baca) yang dipergunakan penutur untuk mengungkapkan gagasan pribadinya. Misalnya, perang, kataku, perang! Kalimat ini jikalau diucapkan oleh orang yang sama pun, akibatnya akan berbeda dalam penyampaiannya lantaran pelafalannya pun berbeda, kata perang pertama dilafalkan secara berbeda dengan kata perang kedua; (2) prosedur psikis-fisik yang memungkinkan seseorang mengungkapkan kombinasi-kombinasi tersebut. Parolelah yang menciptakan langue berubah. Jadi, antara langue dan parole saling terkait; langue sekaligus alat dan produk parole. Parole sanggup dirumuskan: (1’ + 1’’ + 1’’’ + 1’’’’…..). artinya, kata yang sama pun akan dilafalkan secara berbeda, baik orang yang sama maupun oleh banyak orang.
1.3.6 Sintakmatik-paradigmatik
Paradigmatik merupakan hubungan yang menyatakan adanya kemampuan mengganti unsur dalam suatu lingkungan yang sama, sedangkan hubungan sintakmatik (horizontal) merupakan hubungan yang menyatakan adanya kemampuan mengombinasikan ke dalam konstruksi yang lebih besar.Contoh. Budi menendang bola adalah deretan Budi-menendang-bola. Urutan ketiga kata ini bukan bersifat manasuka tanpa berpatokan pada kaidah (langue) bahasa Indonesia, tetapi hubungan sintaksis subjek—predikat-objek. Meskipun urutan itu diubah, fungsi gramatikal tetap contohnya Bola-Budi-tendang; Tendang-bola-Budi.
Pada kalimat Budi menendang bola terbentuk dari unsur Budi, menendang, bola yang masing-masing menempati ruang kosong yang kemudian disebut gatra. Kaidah (langue) bahasa Indonesia gatra sanggup diisi dengan unsur bahasa tertentu saja. Jadi, gatra yaitu ruang kosong yang terdapat sebelum, di tengah, dan sesudah tanda hubung. Pada contoh kalimat di atas, sanggup kita sebut gatra [1] - [2] - [3]. Dalam sintaksis [1], [2], [3] disebut fungsi sintaksis dan dalam hal ini setiap fungsi itu sanggup diisi oleh kata tertentu sesuai dengan kaidah. Dalam contoh yang sama Budi-menendang-bola, gatra [1] yang diisi Budi bisa diisi Ali, Candra, Damar, Dia, Mereka, Adik, dll. Tetapi kata-kata itu tidak sanggup berada di ruang dan waktu yang sama. Kata-kata itu hanya bisa diasosiasikan secara in absentia. Hubungan itu dikatakan hubungan asosiatif atau kata-kata itu berada dalam hubungan asosiatif. Kata-kata yang mengisi gatra tergolong kata sejenis atau disebut berada dalam paradigma yang sama. Hal yag sama bisa berlaku untuk kata menendang bisa diisi kata mengambil, melempar, menyembunyikan, membuang; bola bisa isi dengan kata batu, kelapa, piring. Relasi asosiatif ini kemudian disebut hubungan paradigmatik. Pada tataran langue setiap penutur bahasa menguasai semacam piranti atau jejaring unsur-unsur bahasa yang tergolong-golong dalam paradigma dan unsur-unsur itu saling membedakan. Jejaring inilah ang disebut sebagai sistem bahasa.
Tokoh lain yang mengemukakan aliran linguistik struktural yaitu Leonard Bloomfield(1887-1949). Bloomfield salah spesialis bahasa Amerika yang paling besar sumbangannya dalam menyebarluaskan prinsip-prinsip dan metode-metode yang biasa disebut “Strukturalisme Amerika”.Hal gres dalam teori Bloomfiled yaitu adanya pementingan filosofis dalam status linguistik sebagai sains.Teori Bloomfiled perihal bahasa sangat berbau behaviorism.Aliran Bloomfield ini berkembang pesat di Amerika pada tahun tiga puluhan hingga final tahun lima puluhan. Ada beberapa faktor yang memnyebabkan aliran ini sanggup berkembang pesat,yaitupertama, pada masa itu para linguis di Amerika menghadapi duduk kasus yang sama, yaitu banyak bahasa Indian di Amerika yang belum diperikan. Mereka ingin memerikan bahasa-bahasa Indian itu dengan cara baru, yaitu secara sinkronik. Kedua, sikap Bloomfield yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu di Amerika, yaitu filsafat behaviorisme.Oleh lantaran itu, dalam memerikan bahasa aliran strukturalisme ini selalu mendasarkan diri pada fakta-fakta objektif yang sanggup dicocokkan dengan kenyataan-kenyataan yang sanggup diamati.Ketiga, diantara linguis-linguis itu ada hubungan yang baik, lantaran adanya The Linguistics Society of America, yang menerbitkan majalah Language wadah daerah melaporkan hasil kerja mereka.
Dalam bukunya Language, Bloomfield mempunyai pendapat yang bertentangan dengan Sapir. Sapir beropini fonem sebagai satuan psikologis, tetapi Bloomfield beropini fonem merupakan satuan behavioral. Bloomfield dan pengikutnya melaksanakan penelitian atas dasar struktur bahasa yang diteliti, lantaran itu mereka disebut kaum strukturalisme dan pandangannya disebut strukturalis. Bloomfield beserta pengikutnya menguasai percaturan linguistik selama lebih dari 20 tahun. Selama kurun waktu itu kaum Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa deskriptif dari bahasa-bahasa yang belum mempunyai aksara. Kaum Bloomfieldian telah berjasa meletakkan dasar-dasar bagi penelitian linguistik di masa setelah itu. Bloomfield beropini fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan bidang berdikari dan tidak berhubungan. Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai sistem hubungan yaitu tata bahasa stratifikasi yang dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalahtata bahasa tagmemik yang dipelopori oleh K. Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi oleh sebuah elemen. Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan yang disebut tagmem.
1.4 Keunggulan Aliran Struktural
a. Aliran ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem.
b. Metode drill and practice membentuk keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaa
c. Kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga gampang diterima masyrakat awam.
d. Level kegramatikalan mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.
e. Berpijak pada fakta, tidak mereka-reka data.
1.5 Kelemahan Aliran linguistik Struktural
a. Bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas.
b. Metode drill and practice sangat memerlukan ketekunan, kesabaran, dang sangat menjemukan.
c. Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap berlangsung secara fisis dan mekanis padahal insan bukan mesin.
d. Kegramatikalan berdasarkan kriteria keumuman , suatu kaidah yang salah pun bisa benar jikalau dianggap umum.
e. Faktor historis sama sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa.
f. Objek kajian terbatas hingga level kalimat, tidak menyentuh aspek komunikatif.
2 Aliran linguistik linguistik Deskriptif
Menurut bahasa, linguistik yaitu ilmu yang mempelajari atau menelaah perihal tata bahasa, sedangkan deskriptif yaitu menggambarkan apa adanya.. Misalnya, mengkaji bahasa Indonesia apa adanya. Linguistik deskriptif, artinya mendeskripsikan bahasa secara apa adanya. Objek kajian linguistik deskriptif yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.
Aliran deskriptif adalahAliran yang memperlihatkan deskripsi (pemerian) dan analisis bahasa (Alwasilah,1993:96). Aliran lahir pada final era ke XIX dan permulaan era XX saat Saussure sedang mengajukan ide-idenya di Eropa, muncul linguistik sinkronis di Amerika di bawah aktivis Franz Boas. Boas memperlihatkan arah bagi linguistik Amerika yang kemudian menjadi besar dan berkembang.Dalam aliran ini muncul beberapa tokoh penting menyerupai Franz boas dan Leonard Bloomfield.sBoas dan teman-temannya memperlihatkan perhatian yang besar pada penguraian struktur bahasa-bahasa Indian. Oleh lantaran itu, mereka disebut juga golongan deskriptif.Kaum deskriptif ini berusaha keras membangun teori-teori bahasa yang abnormal dan bersifat umum berdasarkan hasil-hasil penelitian yang dilakukannya. Menurut Boas, tidak ada satu bahasa yang merupakan bahasa ideal yang menjadi ukuran bahasa-bahasa lainnya. Selain itu, sekelompok pemakai bahasa tertentu tidak berhak menyampaikan bahwa bahasa yang digunakan oleh kelompok lainnya tidak rasional.Yang benar yaitu pada setiap bahasa terdapat kategori-kategori logis tertentu yang harus digunakan pada bahasa tersebut. Bagi Boas bahasa hanyalah merupakan tuturan artikulasi, yaitu bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat artikulasi. Kunci dasar pemikiran Boas terletak pada kesadarannya, yang muncul dalam masa perjalananya (ke Tanah Baffin pada 1883-1844).Karyanya berupa buku Handbook of American Indian Languages (1911-1922) ditulis bersama sejumlah koleganya. Di dalam buku tersebut terdapat uraian perihal fonetik, kategori makna dan proses gramatikal yang digunakan untuk mengungkapkan makna. Pada tahun 1917 diterbitkan jurnal ilmiah berjudul International Journal of American Linguistics.Perbedaan utama antara tradisi Boas dan Saussure ialah terletak pada hakekat perihal bahasa. Saussure mengikat perhatian kepada para sarjana dengan menemukan cara gres untuk mengamati fenomena yang sudah usang dikenal dan sudah tidak lagi mengherankan bagi mereka. Boas dan rekan-rekannya berhadapan dengan masalah-masalah simpel untuk menghasilkan bagaimana bentuk struktur yang ada dalam aneka macam bahasa yang diucapkannya.
Aliran deskriptif bertujuan untuk memikirkan pembuat teori linguistik yang abnormal sebagai alat untuk menuntaskan deskripsi bahasa-bahasa tertentu dengan simpel dan sukses.Salah satu ciri dari aliran yang dipelopori oleh Boas adalah relativisme.Menurut aliran ini tidak ada bahasa yang ideal, di mana bahasa-bahasa yang bekerjsama lebih bersahabat atau agak jauh hubungannya.Boas juga berusaha keras membantah aliran Romantis era XIX yang menganggap bahwa bahasa yaitu kerangka jiwa suatu bangsa.Bahwa bangsa dalam arti keturunan, bahasa dan kebudayaan yaitu tiga duduk kasus terpisah yang terperinci berjalan bersama-sama. Berikut yaitu ide-ide Boas : (1) kategori gramatikal, setiap bahasa mempunyai sistem gramatikal dan sistem fonetik masing-masing. Sistem fonetik digunakan sesuai dengan kebutuhan makna yang dimaksudkan.oleh lantaran itu, unit dasar bahasa yaitu kalimat.; (2) pronomina kata ganti, tidak ada orang pertama jamak, lantaran kata ganti itu tidak tetap; (3) verbamemiliki dalam bahasa-bahasa Eropa sifatnya arbitrari dan berkembang tidak merata pada aneka macam bahasa di sana.
2.1 Tokoh-tokoh Linguistik Deskriptif
a. Ferdinand De Saussure (1858-1913)
Seorang linguis Swiss yang sering disebut sebagai Bapak atau Pelopor Linguistik Modern, lahir di Swiss 17 Nopember 1857, mencar ilmu di Geneva dan berkuliah di Jerman Barat di bawah pimpinan Prof. G Curtius. Setelah menuntaskan kuliahnya ia pergi ke paris dan menyebarkan dirinya dalam societe linguistique. Di usia 24 telah memperlihatkan kuliah Ilmu Perbandingan Tata Bahasa di Paris dari tahun 1891 hingga dengan wafat tahun 1913.
De Saussure disebut sebagai “ Bapak Linguistik Modern” lantaran pandangan -pandangannya yang gres mengenai studi bahasa. Pandangan-pandangan tersebut di antara lain mengenai telaah sinkronik dan diakronik dalam suatu studi bahasa, perbedaan language dan parole, dan perbedaan signifant dan signifie.
a. Leonard Bloomfield
Seorang tokoh linguistik Amerika yang pada awalnya tidak mempunyai perhatian pada bidang linguistik, bercita-cita menjadi seorang akademikus dan mau mengabdikan diri pada ilmu pengetahuan. Namun setelah bertemu dengan temannya yaitu Prokosch dan berbincang-bincang perihal tata bahasa, kemudian tetapkan untuk melanjutkan pekerjaannya dalam bidang linguistik.
Dalam analisa bahasa, Bloomfield menekankan bahwa bahasa harus bersifat deskriptif ilmiah.Keilmiahan itu berarti bahwa setiap definisi bahasa yang diberikan harus dalam istilah-istilah fisik yang diambil dari kenyataan yang ada.Selain itu Bloomfield memperluas bidang linguistik dalam beberapa aspek.
b. John Ruperth Firth
Seorang linguis inggris yang pada tahun 1994 mendirikan sekolah linguistik deskriptif di London.Menurutnya dalam kajian linguistic yang paling penting yaitu konteks. Menurutnya, bahasa itu terdiri dari limatingkatan yaitu tingkatan fonetik, leksikon, morfologi, sintaksis, dan semantik.
2.2 Keunggulan Aliran Deskriptif
a. Aliran ini sudah memerikan bahasa Indian dengan cara yang gres secara sinkronis.
b. Menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu yaitu behaviorisme.
c. Aliran ini sudah mengelompokkan kategori gramatikal, verbal dan pronomina kata ganti.
d. Terjadinya hubungan yang baik antar sesama linguis.
e. Mimiliki cara kerja yang sangat menekankan pentingnya data yang objektif untuk memerikan suatu bahasa.
2.3 Kelemahan Aliran Deskriptif
Kurang memperhatikan akan makna dan arti lantaran aliran ini lebih cenderung menganalisis fakta-fakta secara objektif dan nyata.
3. ALIRAN LINGUISTIK FUNGSIONAL
ALIRAN Linguistik fungsional dipelopori oleh Roman Jakobson dan Andre Martinet, kehadirannya sangat berarti dalam upaya menjembatani kesenjangan (gap) antara linguistik struktural Amerika dan Eropa.Linguistik struktural (Eropa) banyak dipengaruhi oleh gagasan fungsi-fungsi linguistik yang menjadi ciri khas aliran Praha. Trubeckoj populer menyebarkan metode-metode deskripsi fonologi, maka R. Jakobson populer dikarenakan telah menyatakan dengan niscaya pentingnya fonologi diakronis yang mengkaji kembali dikotomi-dikotomi F. de Saussure antara lain dikotomi yang memisahkan dengan tegas sinkronis dan diakronis.
Andre Martinet banyak menyebarkan teori-teori aliran Praha. Dengan tulisannya perihal netralisasi dan segmentasi dan telah memperkaya dalam pengembangan studi linguistik, terutama fonologi deskriptif, fonologi diakronis, sintaksis, dan linguistik umum, disamping ia menerapkan metode dan linguistik modern dengan menaruh perhatian yang luar biasa pada kenyataan bahasa aktual.
Gagasan Jakobson merupakan pengembangan dari pemikiran-pemikiran aliran Praha.Selain fungsi linguistik sebagai ciri khas sekolah Praha, Jakobson juga menyoroti fungsi-fungsi unsur tertentu dan fungsi-fungsi acara linguistik itu sendiri.Jakobson memandang suatu tindak linguistik dari enam sudut, yaitu (1) dalam hubungan dengan pembicara, (2) pendengar, (3) konteks, (4) kontak, (5) kode, dan (6) pesan. Sehingga ditemukan enam fungsi, yaitu: (a) ekspresif, berpusat pada pembicara, yang ditujukan oleh interjeksi-interjeksi; (b) konatif, berpusat pada pendengar, yang ditujukan oleh vokatif dan imperative; (c) denotative, berpusat pada konteks, yang ditujukan oleh pernyataan-pernyataan faktual, dalam pelaku ketiga, dan dalam suasana hati indikatif; (d) phatic, berpusat pada kontak, yang ditujukan oleh adanya jalur yang tidak terputus antara pembicara dan pendengar. Misalnya, dalam pembicaraan melalui telefon, kata-kata ‘hello, ya..ya…, heeh’ yang dipergunakan untuk menciptakan terperinci bahwa seseorang masih mendengarkan dan mengambarkan jalur percakapan tidak terputus; (e) metalinguistik, berpusat pada kode; yang berupa bahasa pengantar ilmu pengetahuan, biasanya berisi rumus-rumus atau lambang-lambang tertentu; dan (f) puitis, berpusat pada pesan.
Selanjutnya gagasan dan pandangan Jakobson lain yaitu telaah tentang aphasia dan bahasa kanak-kanak. Aphasia yang dimaksud yaitu tanda-tanda kehilangan kemampuan memakai bahasa lisan baik sebagian maupun seluruhnya, sebagai jawaban perkembangan yang salah. Gangguan afasik sanggup dikelompokkan menjadi dua, yakni: (1) similarity disorders, yang menghipnotis seleksi dan subtitusi item, dengan stabilitas kombinasi dan konstektur yang bersifat relative; dan (2) contiguity disorders, yang seleksi dan subtitusinya secara relatif normal sedangkan kombinasi rusak dan tidak gramatikal, urutan kata kacau, hilangnya infleksi dan preposisi, konjungsi, dan sebagainya
Jakobson juga menekankan pentingnya korelasi-korelasi fonologis sebagai seuntai perbedaan-perbedaan arti yang terpisah. Menurut buku Jakobson dan Halle Fundamentals of Language, 1956, menyatakan ciri-ciri expressive, configurative, dan distinctive: expressive, meletakan tekanan pada potongan ujaran yang berbeda atau pada ujaran yang berbeda; menyarankan sikap emosi pembicara;configurative, menandai potongan ujaran ke dalam satuan-satuan gramatikal, dengan memisahkan ciri kulminatif satu persatu, atau dengan memisahkan membatasinya (ciri-ciri demarkatif);Distinctive, bertindak untuk memperinci satuan-satuan linguistik, ciri-ciri itu terjadi secara serempak dalam untaian, yang berujud fonem. Fonem-fonem dirangkaikan ke dalam urutan; pola dasar urutan serupa itu berujud suku kata.Dalam setiap suku kata terdapat potongan yang lebih nyaring yang berupa puncak.Bila puncak itu berisi dua fonem atau lebih, maka salah satu daripadanya yaitu puncak fonem atau puncak suku kata.
Andre Maertinet, menyebarkan teori-teori mengenai fonologi deskriptif, fonologi diakronis, sintaksis, dan linguistik umum merupakan pertolongan pemikiran bagi linguistik modern. Fonologi sebagai fonetik fungsional harus berdasarkan fakta-fakta dasar atau mengetahui fungsi-fungsi perbedaan suara bahasa sebagaimana mestinya.Martinet mencurahkan perhatian pada fonologi diakronis, dengan mencoba menciptakan deskripsi murni, fonologisasi dan defonologisasi direkam, disertai keterangan perihal perubahan-perubahan berdasarkan prinsip-prinsip umum. Kriterium interpretasi dasar diberikan oleh dua unsur yang berlawanan: (1) efisiensi dalam komunikasi, dan (2) tendensi pada upaya yang minimum. Ia juga menyatakan analisis fonem ke dalam ciri-ciri distingtif mengungkapkan adanya korelasi-korelasi sebuah fonem yang terintegrasi dalam untaian korelatif akan menjadi stabil. Selain itu dikembangkan pula artikulasi rangkap yang menarik dan menggarisbawahi pada fungsi sintaksis sebagai gagasan yang sentral.Gagasannya ini berupa kelanjutan wawasan fungsional yang telah disarankan oleh Sekolah Praha. Fungsi-fungsi bahasa dan fungsi-fungsi unsur linguistik sebagai suatu sistem unsur-unsur atau struktur unsur-unsur, dipelajari untuk menjelaskan perbedaan bahasa dengan sistem tanda buatan yang mungkin distrukturkan dalam suatu cara yang sama tetapi tak sanggup mempunyai fungsi-fungsi yang sama menyerupai bahasa. Bagaimanapun pandangan struktural itu sanggup dirujukkan kembali dengan pandangan fungsional, meskipun hal itu bagi Martinet yaitu komplemen logisnya. Pilihan nama fungsional sebagai pengganti struktural, memperlihatkan bahwa aspek fungsional yaitu paling membuka pikiran, dan bahwa hal itu tidak mesti dipelajari secara terpisah dari yang lain.
Kemunculan aliran fungsionalisme dalam bidang linguistik merupakan bantuan dari aneka macam bidang ilmu diantranya yaitu antropologi, sosiologi, dan psikologi yang menganut strukturalisme. Hal ini sanggup dilihat dari imbas besar Saussure hingga Chomskin. Fungsionalisme dalam kajian ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan Struktural Fungsional.
Fungsionalisme yaitu gerakan dalam linguistik yang berusaha menjelaskan fenomena bahasa dengan segala manifestasinya dan beranggapan bahwa prosedur bahasa dijelaskan dengan konseuensi-konsekuensi yang ada kemudian dari prosedur itu sendiri. Wujud bahasa sebagai sistem komunikasi insan tidak sanggup dipisahkan dari tujuan berbahasa, sadar atau tidak sadar.
Konsep utama dalam fungsionalisme ialah fungsi bahasa dan fungsi dalam bahasa. Sikap fungsionalistis terhadap fungsi bahasa sebagai berikut.
a. Analisis bahasa mulai dari fungsi ke bentuk.
b. Sudut pandang pembicara menjadi perspektif analisis.
c. Deskripsi yang sistematis dan menyeluruh perihal hubungan antara fungsi dan bentuk.
d. Pemahaman atas kemampuan komunikatif sebagai tujuan analisis bahasa.
e. Perhatian yang cukup pada bidang interdisipliner, contohnya sosiolinguistik dan penerapan linguistik pada duduk kasus praktis, contohnya training bahasa.
3.1 Keunggulan Aliran Linguistik Fungsional
a. Pada khasanah kebahasaan, linguistik Fungsional, sangat menghipnotis tata bahasa dalam khasanah perkembangan linguistik sebelumnya, sekaligus membuka cakrawala gres semoga aspek fungsional menjadi pertimbangan penelitian bahasa. Dengan menelurkan istilah fungsional, simpel landasan yang digunakan dalam melihat bahasa berdasarkan fungsi, khususnya tataran fonologi, morfem, dan sintaksis. Keunggulan aliran ini yaitu kita sanggup mengetahui bahwa setiap fonem (bunyi) itu mempunyai fungsi, sehingga dapat, membedakan arti. Setiap monem (istilah Martinet) yang diartikulasikan mempunyai isi dan ekspresi, dengan begitu sanggup dilihat fungsinya. Kemudian pada tataran yang lebih besar yaitu sintaksis, aliran ini menekankan pada fungsi preposisi dan struktur kalimat, maksudnya unsur linguistik dalam sebuah kalimat sanggup dijelaskan dengan merujuk pada fungsi sehingga ditemukan pemahaman logis yang utuh. Jadi, aliran ini telah berhasil melihat setiap komponen bahasa berdasarkan fungsi dan menginspirasi gagasan adanya hubungan antara struktur dan fungsi bahasa.
b. Sementara dalam dunia sastra, gagasan Jakobson perihal enam fungsi bahasa menjadi pijakan dalam menelaah karya sastra. Idenya tersebut melahirkan istilah model komunikasi sastra, yang memusatkan pada pesan yang terkandung dalam karya sastra. Model ini banyak diadopsi untuk menggali fungsi bahasa dalam wacana baik wacana ilmiah maupun non ilmiah, sastra maupun non sastra.
3.2 Kelemahan Linguistik Fungsional
a. Gagasan fungsional tidak menyentuh secara mendalam komponen fungsional untuk memilih makna dalam penelitian bahasa, menyerupai pada tataran sintaksis hanya menyebutkan adanya fungsi dalam setiap struktur bahasa, namun tidak menjelaskan terminologi apa saja yang tercakup di dalamnya. Selanjutnya, bagaimana menyusun kalimat yang benar berdasarkan fungsi pun tidak jelas. Demikian halnya pada tataran fonologi dan morfologi. Jadi, kelemahan aliran ini yaitu tidak bisa menguraikan fungsi unsur linguistik lebih rinci, khsususnya .pada tataran sintaksis. Dalam struktur kalimat, gagasan aliran ini tidak menjelaskan komponen apa saja yang tercakup dalam aspek fungsional pada kalimat. Sebagaimana kita ketahui ada fungsi lain dalam kalimat yaitu fungsi semantis dan fungsi pragmatis.
b. Sementara dalam dunia sastra, fungsi bahasa yang dinyatakan oleh Jakobson, saat diterapkan dalam menganalisis karya sastra mempunyai kekurangan. Model komunikasi sastra Jakobson tidak memperhatikan potensi kebahasaan yang lain menyerupai mengabaikan relevansi sosial budaya. Padahal, sosial budaya memainkan peranan penting dalam memahami makna bahasa, terlebih dalam karya sastra lantaran di dalamnya melibatkan aspek sosio cultural yang sangat kental. Mengacu pada model komunikasi sastra, karya sastra hanya bertumpu pada pesan yang disampaikan, padahal pemahaman karya sastra sangat tergantung pada pemahaman pembaca. Adanya unsur keterkaitan intertektualitas dan intratekstualitas dalam memahami karya sastra perlu diperhatikan, lantaran setiap karya sastra tidak ada yang berdiri sendiri.
0 Komentar untuk "Aliran-Aliran Linguistik"