Pengertian, Karakteristik dan Tujuan Pembelajaran IPA Terpadu |
Pengertian, Karakteristik dan Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Terpadu. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu ihwal alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan sanggup menjadi wahana bagi penerima didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada tunjangan pengalaman eksklusif untuk membuatkan kompetensi semoga menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga sanggup membantu penerima didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam ihwal alam sekitar.
Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMP/MTs, meliputi mata pelajaran fisika, bumi antariksa, biologi, dan kimia yang sesungguhnya sangat berperan dalam membantu anak untuk memahami fenomena alam. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik, sistematis, universal, dan tentatif. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang pokok bahasannya yaitu alam dan segala isinya.
Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.
Ilmu Pengetahuan Alam Terpadu didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu klarifikasi ihwal sebuah tanda-tanda yang sanggup dipercaya. Dalam Ilmu Pengetahuan Alam Terpadu harus bisa menggali tiga kemampuan yaitu: (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (3) dikembangkannya perilaku ilmiah. Kegiatan pembelajaran IPA meliputi pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban ihwal “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” ihwal tanda-tanda alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan tersebut dikenal dengan acara ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah. Metode ilmiah dalam mempelajari IPA itu sendiri telah diperkenalkan semenjak kala ke-16 (Galileo Galilei dan Francis Bacon) yang meliputi mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesa, memprediksi konsekuensi dari hipotesis, melaksanakan eksperimen untuk menguji prediksi, dan merumuskan aturan umum yang sederhana yang diorganisasikan dari hipotesis, prediksi, dan eksperimen.
Dalam berguru IPA penerima didik diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi penerima didik dengan teori melalui eksperimen dengan memakai metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan sanggup menjadi wahana bagi penerima didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, yang didasarkan pada metode ilmiah. Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman eksklusif untuk membuatkan kompetensi semoga penerima didik bisa memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal ini akan membantu penerima didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat tersebut dinamakan dengan keterampilan proses penyelidikan atau “enquiry skills” yang meliputi mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan, mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data, menerapkan inspirasi pada situasi baru, memakai peralatan sederhana serta mengkomunikasikan isu dalam aneka macam cara, yaitu dengan gambar, lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui keterampilan proses dikembangkan perilaku dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak percaya tahyul, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan orang lain.
Oleh lantaran itu pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya: (1) memperlihatkan pengalaman pada penerima didik sehingga mereka kompeten melaksanakan pengukuran aneka macam besaran fisis, (2) menanamkan pada penerima didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan ilmiah (hipotesis). Hipotesis ini sanggup berasal dari pengamatan terhadap kejadian sehari-hari yang memerlukan pembuktian secara ilmiah, (3) latihan berpikir kuantitatif yang mendukung acara berguru matematika, yaitu sebagai penerapan matematika pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan insiden alam, (4) memperkenalkan dunia teknologi melalui acara kreatif dalam acara perancangan dan pembuatan alat-alat sederhana maupun klarifikasi aneka macam tanda-tanda dan keampuhan IPA dalam menjawab aneka macam masalah.
Merujuk pada pengertian IPA itu, maka ada Karakteristik Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Terpadu yaitu:
1. sikap: rasa ingin tahu ihwal benda, fenomena alam, mahluk hidup, serta korelasi alasannya yaitu tanggapan yang menimbulkan persoalan baru yang sanggup dipecahkan melalui mekanisme yang benar; IPA bersifat open ended;
2. proses: mekanisme pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan;
3. produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum;
4. aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak sanggup dipisahkan satu sama lain.
Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan sanggup muncul, sehingga penerima didik sanggup mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui acara pemecahan masalah, metode ilmiah, dan menjiplak cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru. Kecenderungan pembelajaran IPA pada masa sekarang yaitu penerima didik hanya mempelajari IPA sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum. Keadaan ini diperparah oleh pembelajaran yang beriorientasi pada tes/ujian. Akibatnya IPA sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran.
Pengalaman berguru yang diperoleh di kelas tidak utuh dan tidak berorientasi tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pembelajaran lebih bersifat teacher-centered, guru hanya memberikan IPA sebagai produk dan penerima didik menghafal isu faktual. Peserta didik hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah. Peserta didik tidak dibiasakan untuk membuatkan potensi berpikirnya. Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa banyak penerima didik yang cenderung menjadi malas berpikir secara mandiri. Cara berpikir yang dikembangkan dalam acara berguru belum menyentuh domain afektif dan psikomotor. Alasan yang sering dikemukakan oleh para guru yaitu keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar, dan jumlah penerima didik per kelas yang terlalu banyak.
Abad 21 ditandai oleh pesatnya perkembangan IPA dan teknologi dalam aneka macam bidang kehidupan di masyarakat, terutama teknologi isu dan komunikasi. Oleh lantaran itu, diharapkan cara pembelajaran yang sanggup menyiapkan penerima didik untuk melek IPA dan teknologi, bisa berpikir logis, kritis, kreatif, serta sanggup berargumentasi secara benar. Dalam kenyataan, memang tidak banyak penerima didik yang menyukai mata pelajaran IPA, lantaran dianggap sukar, keterbatasan kemampuan penerima didik, atau lantaran mereka tak berminat menjadi ilmuwan atau mahir teknologi. Namun demikian, mereka tetap berharap semoga pembelajaran IPA di sekolah sanggup disajikan secara menarik, efisien, dan efektif.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan dicapai penerima didik yang dituangkan dalam empat aspek yaitu, makhluk hidup dan proses kehidupan, materi dan sifatnya, energi dan perubahannya, serta bumi dan alam semesta.
Indikator pencapaian kompetensi dikembangkan oleh sekolah, diubahsuaikan dengan lingkungan setempat, dan media serta lingkungan berguru yang ada di sekolah. Semua ini ditujukan semoga guru sanggup lebih aktif, kreatif, dan melaksanakan penemuan dalam pembelajaran tanpa meninggalkan isi kurikulum.
Melalui pembelajaran IPA terpadu, diharapkan penerima didik sanggup membangun pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerja sama dalam kelompok, berguru berinteraksi dan berkomunikasi, serta bersikap ilmiah.
Lalu apa Tujuan Pembelajaran IPA Terpadu ? Tujuan pembelajaran IPA Terpadu yaitu sebagai berikut.
1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
Dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai penerima didik masih dalam lingkup disiplin ilmu fisika, kimia, dan biologi. Banyak mahir yang menyatakan pembelajaran IPA yang disajikan secara disiplin keilmuan dianggap terlalu dini bagi anak usia 7-14 tahun, lantaran anak pada usia ini masih dalam transisi dari tingkat berpikir operasional konkret ke berpikir abstrak. Lagi pula, anak melihat dunia sekitarnya masih secara holistik. Atas dasar itu, pembelajaran IPA hendaknya disajikan dalam bentuk yang utuh dan tidak parsial. Di samping itu pembelajaran yang disajikan terpisah-pisah dalam fisika, biologi, kimia, dan bumi-alam semesta memungkinkan adanya tumpang tindih dan pengulangan, sehingga membutuhkan waktu dan energi yang lebih banyak, serta membosankan bagi penerima didik. Bila konsep yang tumpang tindih dan pengulangan sanggup dipadukan, maka pembelajaran akan lebih efisien dan efektif.
Keterpaduan mata pelajaran sanggup mendorong guru untuk membuatkan kreativitas tinggi lantaran adanya tuntutan untuk memahami keterkaitan antara satu materi dengan materi yang lain. Guru dituntut mempunyai kecermatan, kemampuan analitik, dan kemampuan kategorik semoga sanggup memahami keterkaitan atau kesamaan materi maupun metodologi.
2. Meningkatkan minat dan motivasi
Pembelajaran terpadu memperlihatkan peluang bagi guru untuk membuatkan situasi pembelajaan yang utuh, menyeluruh, dinamis, dan bermakna sesuai dengan cita-cita dan kemampuan guru, serta kebutuhan dan kesiapan penerima didik. Dalam hal ini, pembelajaran terpadu memperlihatkan peluang bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tema yang disampaikan.
Pembelajaran IPA Terpadu sanggup mempermudah dan memotivasi penerima didik untuk mengenal, menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan atau korelasi antara konsep pengetahuan dan nilai atau tindakan yang termuat dalam tema tersebut. Dengan model pembelajaran yang terpadu dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari, penerima didik digiring untuk berpikir luas dan mendalam untuk menangkap dan memahami korelasi konseptual yang disajikan guru. Selanjutnya penerima didik akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh, menyeluruh, sistemik, dan analitik. Peserta didik akan lebih termotivasi dalam berguru bila mereka merasa bahwa pembelajaran itu bermakna baginya, dan bila mereka berhasil menerapkan apa yang telah dipelajarinya.
3. Beberapa kompetensi dasar sanggup dicapai sekaligus
Model pembelajaran IPA terpadu sanggup menghemat waktu, tenaga, dan sarana, serta biaya lantaran pembelajaran beberapa kompetensi dasar sanggup diajarkan sekaligus. Di samping itu, pembelajaran terpadu juga menyederhanakan langkah-langkah pembelajaran. Hal ini terjadi lantaran adanya proses pemaduan dan penyatuan sejumlah standar kompetensi, kompetensi dasar, dan langkah pembelajaran yang dipandang mempunyai kesamaan atau keterkaitan.
0 Komentar untuk "Pengertian Dan Karakteristik Pembelajaran Ipa Terpadu"