Cerpen yaitu cerita pendek, jenis karya sastra yang memaparkan kisah ataupun dongeng perihal insan beserta seluk beluknya lewat goresan pena pendek. Atau definisi cerpen yang lainnya yaitu merupakan karangan fiktif yang isinya sebagian kehidupan seseorang atau juga kehidupan yang diceritakan secara ringkas yang berfokus pada suatu tokoh saja.
Adapaun Unsur intrinsik cerpen
A. Tema
Gagasan pokok yang mendasari dari sebuah cerita. Tema-tema pada umumnya yang terdapat dalam sebuah dongeng biasanya sanggup eksklusif terlihat terang di dalam dongeng (tersurat) dan tidak langsung, dimana si pembaca harus bisa menyimpulkan sendiri (tersirat).
B. Alur (Plot)
Jalan dari dongeng sebuah karya sastra. Secara garis besarnya urutan tahapan alur dalam sebuah dongeng antara antara lain: perkenalan > mucul konflik atau permasalahan > peningkatan konflik – puncak konflik atau titik puncak > penurunan konflik > penyelesaian.
C. Setting atau latar
Kalau setting sangat berkaitan dengan tempat, waktu, dan suasana dalam sebuah dongeng tersebut.
D. Tokoh Atau Pelaku
Yaitu pelaku pada sebuah cerita. Setiap tokoh biasanya memiliki tabiat , sikap, sifat dan juga kondisi fisik yang disebut dengan perwatakan atau karakter. Dalam dongeng terdapat tokoh protagonis (tokoh utama dalam sebuah cerita), antagonis (lawan dari tokoh utama atau protagonis) dan tokoh figuran (tokoh pendukung untuk cerita).
E. Penokohan (perwatakan)
Pemberian sifat pada tokoh atau pelaku cerita. Sifat yang telah diberikan akan tercermin pada pikiran, ucapan, serta pandangan tokoh terhadap sesuatu. Metode penokohan ada 2 (dua) macam diantaranya:
Metode analitik yaitu metode penokohan yang memaparkan ataupun menyebutkan sifat tokoh secara langsung, contohnya seperti: penakut, sombong, pemalu, pemarah, keras kepala, dll.
Metode dramatik yaitu suatu metode penokohan secara tidak eksklusif memaparkan atau menggambarkan sifat tokoh melalui: Penggambaran fisik (Misalnya berpakaian, postur tubuh, bentuk rambut, warna kulit, dll), penggambaran melalui percakapan yang dilakukan oleh tokoh lain, Teknik reaksi tokoh lain (berupa pandangan, pendapat, sikap, dsb).
F. Sudut Pandang (Point of View)
Adalah visi pengarang dalam memandang suatu insiden di dalam cerita. Ada beberapa macam sudut pandang, diantaranya yaitu sudut pandang orang pertama (gaya bahasa dengan sudut pandang “aku”), sudut pandang peninjau (orang ke-3), dan sudut pandang campuran. Sudut pandang sama juga dengan kata ganti orang. Secara umum, sudut pandang atau kata ganti orang dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Kata ganti orang pertama (orang yang berbicara):
Tunggal, yaitu ditandai oleh kata “aku , saya” dll.
Jamak, yaitu ditandai oleh “kata kami dan kita”.
2. Kata ganti orang kedua (orang yang dibicarakan)
Tunggal, yaitu ditandai oleh kata “kamu, engkau, saudara, ada, bapak,” dll.
Jamak, yaitu ditandai oleh kata “kalian”.
3. Kata ganti orang ketiga (orang yang dibicarakan)
Tunggal, yaitu ditandai oleh kata “Ia, dia, beliau,” dll.
Jamak, taitu ditandai oleh kata “mereka”.
G. Amanat atau pesan
Yaitu amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya kepada pembaca atau pendengar. Pesan bisa berupa harapan, nasehat, dan sebagainya.
Berikut ini teladan Cerita Pendek Atau Cerpen
SENYUM KARYAMIN
karya Ahmad Tohari
Si paruh udang kembali melintas cepat dengan bunyi mencecet. Karyamin tak lagi membencinya alasannya yaitu sadar, burung yang demikian sibuk niscaya sedang mencari makan buat anak-anaknya dalam sarang entah di mana. Karyamin membayangkan bawah umur si paruh udang sedang meringkuk lemah dalam sarang yang dibangun dalam tanah di sebuah tebing yang terlindung. Angin kembali bertiup. Daun-daun jati beterbangan dan beberapa di antaranya jatuh ke permukaan sungai. Daun-daun itu selalu saja bergerak menentang arus alasannya yaitu dorongan angin.
"Jadi, kau sungguh tak mau makan, Min?" tanya Saidah dikala melihat Karyamin bangkit.
"Tidak. Kalau kau tak tahan melihat saya lapar, saya pun tak tega melihat lenganmu habis alasannya yaitu utang-utangku dan kawan-kawan."
"Iya Min, iya, tetapi . . . . "
Saidah memutus kata-katanya sendiri alasannya yaitu Karyamin sudah berjalan menjauh.
Tetapi Saidah masih sempat melihat Karyamin menolehkan kepalanya sambil tersenyum, sambil menelan ludah berulang-ulang. Ada yang mengganjal di tenggorokan yang tak berhasil didorongnya ke dalam. Diperhatikannya Karyamin yang berjalan melalui lorong liar sepanjang tepi sungai. Kawan-kawan Karyamin menyeru-nyeru dengan segala macam seloroh cabul. Tetapi Karyamin hanya sekali berhenti dan menoleh sambil melempar senyum.
Sebelum naik meninggalkan pelataran sungai, mata Karyamin menangkap sesuatu yang bergerak pada sebuah ranting yang menggantung di atas air. Oh, si paruh udang. Punggung biru mengkilap, dadanya putih bersih, dan paruhnya merah saga. Tiba - tiba burung itu menukik menyambar ikan kepala timah sehingga air berkecipak. Dengan mangsa diparuhnya, burung itu melesat melintas para pencari batu, naik menghindari rumpun gelangan dan lenyap di balik gerumbul pandan. Ada rasa iri di hati Karyamin terhadap si paruh udang. Tetapi dia hanya bisa tersenyum sambil melihat dua keranjangnya yang kosong.
Sesungguhnya Karyamin tidak tahu betul mengapa dia harus pulang. Di rumahnya tak ada sesuatu buat mengusir bunyi keruyuk dari lambungnya. Istrinya juga tak perlu dikhawatirkan. Oh ya, Karyamin ingat bahwa istrinya memang layak dijadikan alasan buat pulang. Semalaman tadi istrinya insomnia karena abses di puncak pantatnya. "Oleh alasannya yaitu itu, apa salahnya kalau saya pulang buat menemani istriku yang meriang."
Karyamin mencoba berjalan lebih cepat meskipun kadang secara tiba-tiba banyak kunang-kunang menyerbu ke dalam rongga matanya. Setelah melintasi titian Karyamin melihat sebutir buah jambu yang masak. Dia ingin memungutnya, tetapi urung alasannya yaitu pada buah itu terlihat bekas gigitan kampret.
Dilihatnya juga buah salak berceceran di tanah di sekitar pohonnya. Karyamin memungut sebuah, digigit, kemudian dilemparkannya jauh-jauh. Lidahnya seakan terkena air tuba oleh rasa buah salak yang masih mentah. Dan Karyamin terus berjalan. Telinganya mendenging dikala Karyamin harus menempuh sebuah tanjakan. Tetapi tak mengapa, alasannya yaitu dibalik tanjakan itulah rumahnya.
Sebelum habis mendaki tanjakan, Karyamin mendadak berhenti. Dia melihat dua buah sepeda jengki diparkir di halaman rumahnya. Denging dalam telinganya terdengar semakin nyaring. Kunang-kunang di matanya pun semakin banyak. Maka Karyamin sungguh-sungguh berhenti, dan termangu. Dibayangkannya isterinya yang sedang sakit harus menghadapi dua penagih bank harian. Padahal Karyamin tahu, istrinya tidak bisa membayar kewajibannya hari ini, hari esok, hari lusa, dan entah hingga kapan, menyerupai entah kapan datangnya tengkulak yang telah setengah bulan membawa batunya.
Masih dengan seribu kunang-kunang di matanya, Karyamin mulai berpikir apa perlunya dia pulang. Dia merasa niscaya tak bisa menolong keadaan, atau setidaknya menolong istrinya yang sedang menghadapi dua penagih bank harian. Maka pelan-pelan Karyamin membalikkan badan, siap kembali turun. Namun di bawah sana Karyamin melihat seorang lelaki dengan baju batik motif tertentu dan berlengan panjang. Kopiahnya yang mulai botak kemerahan meyakinkan Karyamin bahwa lelaki itu yaitu Pak Pamong.
“Nah, kesannya kau ketemu juga, Min. Kucari kau di rumah, tak ada. Di pangkalan batu, tak ada. Kamu mau menghindar, ya?”
“Menghindar?”
“Ya. Kamu memang mbeling , Min. Di gerumbul ini hanya kau yang belum berpartisipasi. Hanya kau yang belum setor uang dana Afrika, dana untuk menolong orang-orang yang kelaparan di sana. Nah, kini hari terakhir. Aku tak mau lebih usang kaupersulit.”
Karyamin mendengar bunyi napas sendiri. Samar-samar, Karyamin juga mendengar detak jantung sendiri. Tetapi Karyamin tidak melihat bibir sendiri yang mulai menyungging senyum. Senyum yang sangat baik untuk mewakili kesadaran yang mendalam akan diri sendiri serta situasi yang harus dihadapinya. Sayangnya, Pak Pamong malah menjadi murka oleh senyum Karyamin.
“Kamu menghina aku, Min?”
”Tidak, Pak. Sungguh tidak.”
Kalau tidak, mengapa kau tersenyum-senyum? Hayo cepat, mana uang iuranmu?”
Kali ini Karyamin tidak hanya tersenyum, melainkan tertawa keras-keras. Demikian keras sehingga mengundang seribu lebah masuk ke telinganya, seribu kunang masuk ke matanya. Lambungnya yang kempong berguncang-guncang dan merapuhkan keseimbangan seluruh tubuhnya. Ketika melihat tubuh Karyamin jatuh terguling ke lembah Pak Pamong berusaha menahannya. Sayang, gagal.
Sumber: Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin , 1989
TUGAS
Tuliskan 1.Tema Cerpen di atas?
2. Latar Cerpen tersebut
3. Nama-nama tokoh dalam Cerpen tersebut
4. Watak dari tokoh-tokoh dalam Cerpen tersebut
5. Analisis cara yang dipakai Pengarang untuk menggambarkan tokoh tersebut
loading...
0 Komentar untuk "Cerpen : Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari"