BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semantik merupakan cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Semantik sebagai cabang ilmu bahasa mempunyai kedudukan yang sama dengan cabang-cabang ilmu bahasa lainnya. Semantik berkedudukan sama dengan fonologi, morfologi, dan sintaksis. Di sini, yang membedakan adalah cabang-cabang ilmu bahasa ini terbagi menjadi dua bagian besar yaitu morfologi dan sintaksis termasuk pada tataran gramatika, sedangkan fonologi dan semantik termasuk pada tataran di luar gramatika.
Menurut Tarigan (1985:7) semantik menelaah lambang-lambang atau gejala yang menyatakan makna, kekerabatan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap insan dan masyarakat. Kaprikornus semantik senantiasa bekerjasama dengan makna yang digunakan oleh masyarakat penuturnya.
Sejak Chomsky menyatakan betapa pentingnya semantik dalam studi linguistik, maka studi semantik sebagai bagian dari studi linguistik menjadi semakin diperhatikan. Semantik tidak lagi menjadi objek periferal, melainkan menjadi objek studi yang setaraf dengan bidang-bidang studi linguistik lainnya, baik fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Hockett menyatakan bahwa bahasa yaitu suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima subsistem, yaitu subsistem gramatika, subsistem fonologi, subsistem morfofonemik, subsistem semantik, dan subsistem fonetik. Subsistem gramatika, fonologi, dan morfofonemik bersifat sentral (Chaer, 2009:60).
Mempelajari semantik identik dengan mempelajari makna. Oleh lantaran itu mengetahui lebih jauh wacana tentang semantik, penulis mencoba mendalami wacana jenis-jenis makna, medan makna dan komponen makna.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan duduk perkara dalam kajian ini adalah:
a. Apa yang dimaksud Makna?
b Bagaimana jenis-jenis Makna?
c. Apa yang dimaksud dengan medan makna?
d. Apa yang dimaksud dengan komponen makna?
e. Bagaimana kelemahan analisis komponen makna menggunakan Pembagian Biner?
e. Bagaimana kesesuaian semantik dan gramatis ?
C. Tujuan
Adapun hal-hal yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengertian makna.
b Untuk mengetahui jenis-jenis makna.
c. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan medan makna.
d. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan komponen makna.
e. Untuk mengetahui kelemahan analisis komponen makna menggunakan pembagian Biner.
f. Untuk mengetahui kesesuaian semantis dan gramatis.
BAB II MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA
A. Pengertian Makna
Makna kata merupakan bidang kajian yang dibahas dalam ilmu semantik. Semantik berkedudukan sebagai salah satu cabang ilmu linguistik yang mempelajari wacana makna suatu kata dalam bahasa, sedangkan linguistik merupakan ilmu yang mengkaji bahasa lisan dan goresan pena yang mempunyai ciri-ciri sistematik, rasional, empiris sebagai pemerian struktur dan aturan-aturan bahasa (Nurhayati, 2009:3).
Berdasarkan pendapat di atas sanggup disimpulkan bahwa makna suatu kata dalam bahasa sanggup diketahui dengan landasan ilmu semantik. Hornby beropini bahwa makna ialah apa yang kita artikan atau apa yang kita maksud (Pateda, 2001:45). Poerwadarminta menyatakan makna yaitu arti atau maksud. Kata makna diartikan: (i) arti: ia memperhatikan makna setiap kata yang terdapat dalam goresan pena kuno itu, (ii) maksud pembicara atau penulis, (iii) pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan (Pateda, 2001:45).
Makna ialah kekerabatan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga sanggup saling dimengerti (Aminuddin, 2011:53). Dari batasan pengertian itu sanggup diketahui adanya tiga unsur pokok yang tercakup di dalamnya, yakni (1) makna yaitu hasil kekerabatan antara bahasa dengan dunia luar, (2) penentuan kekerabatan terjadi lantaran akad para pemakai, serta (3) perwujudan makna itu sanggup digunakan untuk memberikan informasi sehingga sanggup saling dimengerti.
Menurut pendapat Fatimah (1993:5) makna yaitu pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Menurut Palmer makna hanya menyangkut intrabahasa (Fatimah, 1993:5). Sejalan dengan pendapat tersebut, Lyons menyebutkan bahwa mengkaji makna atau menawarkan makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari katakata lain (Fatimah, 1993:5).
Kridalaksana (1993:148) beropini makna (meaning, linguistic meaning, sense) yaitu: (1) maksud pembicara, (2) efek satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau sikap insan atau kelompok manusia, (3) hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya, (4) cara menggunakan lambang-lambang bahasa. Dari beberapa pendapat di atas, sanggup disimpulkan bahwa makna merupakan arti dari suatu kata atau maksud pembicara yang membuat kata tersebut berbeda dengan kata-kata lain.
B. Jenis-jenis Makna
Makna suatu kata merupakan materi yang dikaji dalam ilmu semantik. Makna kata terbagi menjadi beberapa jenis. Seperti yang dikemukakan oleh Palmer jenis makna terdiri dari: (i) makna kognitif (cognitive meaning), (ii) makna ideasional (ideational meaning), (iii) makna denotasi (denotasional meaning), (iv) makna proposisi (propositional meaning), sedangkan Shipley beropini bahwa makna mempunyai jenis: (i) makna emotif (emotif meaning), (ii) makna kognitif (cognitive meaning) atau makna deskriptif (descriptive meaning), (iii) makna referensial (referential meaning), (iv) makna pictorial (pictorial meaning), (v) makna kamus (dictionary meaning), (vi) makna samping (fringe meaning), dan (vii) makna inti (core meaning). Leech (dalam Chaer, 2009:61) membedakan adanya tujuh tipe makna, yaitu (1) makna konseptual, (2) makna konotatif, (3) makna stilistika, (4) makna afektif, (5) makna refleksi, (6) makna kolokatif, (7) makna tematik (Pateda, 2001:96).
Pendapat lain dikemukakan oleh Chaer (2009:61), yang membedakan jenis makna menjadi beberapa kriteria. Berdasarkan jenis semantiknya sanggup dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata/leksem sanggup dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferesial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem sanggup dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal adanya makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteria lain atau sudut pandang lain sanggup disebutkan adanya makna-makna asosiasif, kolokatif, reflektif, idiomatik, dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas sanggup ditarik kesimpulan bahwa jenis makna memang sangat beragam. Keberagaman makna tampak dari masing-masing pendapat.
Pateda (2001:97) membagi jenis-jenis makna menjadi dua puluh Sembilan yaitu makna afektif merupakan makna yang muncul akhir reaksi pendengar atau pembaca terhadap penggunaan kata atau kalimat, makna deskriptif (descriptive meaning) yang biasa disebut pula makna kognitif (cognitive meaning) atau makna referensial (referential meaning) yaitu makna yang terkandung di dalam setiap kata, makna ekstensi yaitu makna yang meliputi semua ciri objek atau konsep, makna emotif yaitu makna yang timbul akhir adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan, makna gereflekter yaitu makna kata yang sering bekerjasama dengan kata atau ungkapan tabu, makna gramatikal yaitu makna yang muncul sebagai akhir berfungsinya kata dalam kalimat, makna ideasional yaitu makna yang muncul akhir penggunaan kata yang mempunyai konsep, makna intensi yaitu makna yang menekankan maksud pembicara, makna khusus yaitu makna kata atau istilah yang pemakaiannya terbatas pada bidang tertentu, makna kiasan yaitu pemakaian kata yang maknanya tidak sebenarnya, makna kognitif yaitu makna yang ditunjukan oleh acuannya, makna unsur bahasa yang sangat akrab hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan, dan sanggup dijelaskan berdasarkan analisis komponennya.
Makna selanjutnya yaitu makna kolokasi biasanya bekerjasama dengan penggunaan beberapa kata di dalam lingkungan yang sama, makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan konsepnya, makna konstruksi yaitu makna yang terdapat di dalam suatu konstruksi kebahasaan, makna kontekstual muncul sebagai akhir kekerabatan antara ujaran dan konteks, makna leksikal yaitu makna kata ketika kata itu bangun sendiri, entah dalam bentuk leksem atau berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap, mirip yang sanggup dibaca di dalam kamus bahasa tertentu, makna lokusi, makna luas menunjukan bahwa makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang dipertimbangkan, makna pictorial yaitu makna yang muncul akhir bayangan pendengar atau pembaca terhadap kata yang didengar atau dibaca, makna proposisional yaitu makna yang muncul apabila seseorang membatasi pengertiannya wacana sesuatu, makna pusat yaitu makna yang dimiliki setiap kata meskipun kata tersebut tidak berada di dalam konteks kalimat, makna referensial yaitu makna yang pribadi bekerjasama dengan contoh yang ditunjuk oleh kata, makna sempit merupakan makna yang berwujud sempit pada keseluruhan ujaran, makna stilistika yaitu makna yang timbul akhir pemakaian bahasa, makna tekstual yaitu makna yang timbul sesudah seseorang membaca teks secara keseluruhan, makna tematis akan dipahami sesudah dikomunikasikan oleh pembicara atau penulis melalui urutan kata-kata, makna umum yaitu makna yang menyangkut keseluruhan atau semuanya, tidak menyangkut yang khusus atau tertentu, makna denotatif yaitu makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas kekerabatan lugas antara suatu bahasa dan wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat, dan makna konotatif yaitu makna yang muncul sebagai akhir asosiasi perasaan pemakai bahasa terhadap kata yang didengar atau kata yang dibaca.
Berikut akan dibahas mengenai jenis-jenis makna berdasarkan aneka macam sumber yang telah dikemukakan oleh para jago bahasa.
1. Makna Sempit
Makna sempit (narrowed meaning) adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Makna yang asalnya lebih luas dapat menyempit, lantaran dibatasi (Djajasudarma, 1993). Bloomfield mengemukakan adanya makna sempit dan makna luas di dalam perubahan makna ujaran.
Makna luas dapat menyempit, atau suatu kata yang asalnya mempunyai makna luas (generik) dapat menjadi memiliki makna sempit (spesifik) lantaran dibatasi. Perubahan makna suatu bentuk ujaran secara semantik berhubungan, tetapi ada juga yang menduga bahwa perubahan terjadi dan seolah-olah bentuk ujaran hanya menjadi objek yang relatif permanent, dan makna hanya melekat seperti satelit yang berubah-ubah. Sesuatu yang menjadi harapan yaitu menemukan alasan mengapa terjadi perubahan, melalui studi makna dengan segala perubahannya yang terjadi terus-menerus.
Kridalaksana (1993: 133), memberikan penjelasan bahwa makna sempit (specialised meaning, narrowed meaning) yaitu makna ujaran yang lebih sempit daripada makna pusatnya; misalnya, makna kepala dalam kepala batu. Selanjutnya, Djajasudarma (1993: 7-8) menjelaskan bahwa kata-kata bermakna luas di dalam bahasa Indonesia disebut juga makna umum (generik) digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang umum. Gagasan atau ide yang umum bila dibubuhi rincian gagasan atau ide, maka maknanya akan menyempit (memiliki makna sempit), mirip pada contoh berikut.
(1) pakaian dengan pakaian perempuan
(2) saudara dengan saudara kandung
saudara tiri
(3) garis dengan garis bapak
garis miring
2. Makna Luas
Makna luas (widened meaning atau extended meaning) adalah makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang diperkirakan (Djajasudarma, 1993: 8). Dengan pengertian yang hampir sama, Kridalaksana (1993: 133) memberikan penjelasan bahwa makna luas (extended meaning, situational meaning) adalah makna ujaran yang lebih luas daripada makna pusatnya; contohnya makna sekolah pada kalimat Ia bersekolah lagi di SESKOAL yang lebih luas dari makna ‘gedung daerah belajar’.
Kata-kata yang memiliki makna luas digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang umum, sedangkan makna sempit adalah kata-kata yang bermakna khusus atau kata-kata yang bermakna luas dengan unsure pembatas. Kata-kata bermakna sempit digunakan untuk menyatakan seluk-beluk atau rincian gagasan (ide) yang bersifat umum.
Kata-kata yang berkonsep mempunyai makna luas sanggup muncul dari makna yang sempit, mirip pada contoh bahasa Indonesia berikut.
pakaian dalam dengan pakaian
kursi roda dengan bangku
menghidangkan dengan menyiapkan
memberi dengan menyumbang
warisan dengan harta
3. Makna Kognitif
Makna kognitif disebut juga makna deskriptif atau denotatif adalah makna yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Makna kognitif adalah makna lugas, makna apa adanya. Makna kognitif tidak hanya dimiliki kata-kata yang menunjuk benda-benda nyata, tetapi mengacu pula pada bentuk-bentuk yang makna kognitifnya khusus (Djajasudarma, 1993:9).
Kridalaksana (1993) dalam Kamus Linguistik, memberikan klarifikasi bahwa makna kognitif (cognitive meaning) adalah aspek-aspek makna satuan bahasa yang berhubungan dengan ciri-ciri dalam alam di luar bahasa atau penalaran.
Makna kognitif sering digunakan dalam istilah teknik. Seperti telah disebutkan bahwa makna kognitif disebut juga makna deskriptif, makna denotatif, dan makna kognitif konsepsional. Makna ini tidak pernah dihubungkan dengan hal-hal lain secara asosiatif, makna tanpa tafsiran hubungan dengan benda lain atau peristiwa lain. Makna kognitif adalah makna sebenarnya, bukan makna kiasan atau perumpamaan.
4. Makna Konotatif dan Emotif
Makna kognitif dapat dibedakan dari makna konotatif dan emotif berdasarkan hubungannya, yaitu hubungan antara kata dengan acuannya (referent) atau hubungan kata dengan denotasinya (hubungan antara kata (ungkapan) dengan orang, tempat, sifat, proses, dan kegiatan luar bahasa; dan hubungan antara kata (ungkapan) dengan ciri-ciri tertentu yang bersifat konotatif atau emotif.
Makna konotatif adalah makna yang muncul dari makna kognitif (lewat makna kognitif), ke dalam makna kognitif tersebut ditambahkan komponen makna lain (Djajasudarma, 1993). Sementara Kridalaksana (1993), menawarkan pengertian bahwa makna konotatif (connotative meaning) sama dengan konotasi, yaitu aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca).
Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotative yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Misalnya, kata babi, pada orang yang beragama Islam kata babi tersebut mempunyai konotasi negatif, ada rasa atau perasaan yang tidak enak bila mendengar kata tersebut. Contoh lain, kata kurus, berkonotasi netral, artinya tidak mempunyai nilai rasa yang mengenakkan. Tetapi kata ramping, yang bersinonim dengan kata kurus memiliki konotasi positif, nilai rasa yang mengenakkan, orang akan senang bila dikatakan ramping. Begitu juga dengan kata kerempeng, yang juga bersinonim dengan kata kurus dan kata ramping, mempunyai konotasi yang negatif, nilai rasa yang tidak mengenakkan, orang akan merasa tidak yummy kalau dikatakan tubuhnya kerempeng.
Makna konotatif dapat dibedakan dari makna emotif karena yang disebut pada penggalan pertama bersifat negative dan yang disebut kemudian bersifat positif. Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau apa yang didengar. Makna konotatif atau emotif sangat luas dan tidak dapat diberikan secara tepat. Makna konotatif dan makna emotif sanggup dibedakan berdasarkan masyarakat yang menciptakannya atau menurut individu yang menciptakannya atau menghasilkannya, dan dapat dibedakan berdasarkan media yang digunakan (lisan atau tulisan), serta menurut bidang yang menjadi isinya. Makna konotatif berubah dari zaman ke zaman. Makna konotatif dan emotif sanggup bersifat insidental.
Makna emotif (bahasa Inggris emotive meaning) adalah makna yang melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar; penulis dan pembaca) ke arah yang positif. Makna ini berbeda dengan makna kognitif (denotatif) yang menunjukkan adanya hubungan antara dunia konsep (reference) dengan kenyataan, makna emotif menunjuk sesuatu yang lain yang tidak sepenuhnya sama dengan yang terdapat dalam dunia kenyataan (Djajasudarma, 1993).
Suatu kata dapat memiliki makna emotif dan bebas dari makna kognitif, atau dua kata dapat memiliki makna kognitif yang sama, tetapi kedua kata tersebut dapat memiliki makna emotif yang berbeda. Makna emotif di dalam bahasa Indonesia cenderung berbeda dengan makna konotatif; makna emotif cenderung mengacu kepada hal-hal (makna) yang negatif.
5. Makna Referensial
Makna referensial (referential meaning) yaitu makna unsure bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar bahasa (objek atau gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh analisi komponen; juga disebut denotasi; lawan dari konotasi (Kridalaksana, 1993: 133).
Sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial kalau ada referentnya, atau acuannya. Kata-kata mirip kuda, merah, dan gambar yaitu termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya, kata-kata mirip dan, atau, dan lantaran adalah termasuk kata-kata yang tidak bermakna referensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai referent.
Djajasudarma (1993), menjelaskan makna referensial adalah makna yang bekerjasama pribadi dengan kenyataan atau referent (acuan), makna referensial disebut juga makna kognitif, karena memiliki acuan. Makna ini mempunyai kekerabatan dengan konsep, sama halnya dengan makna kognitif. Makna referensial mempunyai kekerabatan dengan konsep wacana sesuatu yang telah disepakati bersama oleh masyarakat pemakai bahasa.
6. Makna Konstruksi
Makna konstruksi (bahasa Inggris construction meaning) adalah makna yang erdapat di dalam konstruksi. Misalnya, makna milik yang diungkapkan dengan urutan kata di dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, makna milik sanggup diungkapkan melalui enklitik sebagai akhiran yang memperlihatkan kepunyaan.
Kridalaksana (1993), makna konstruksi (construction meaning) yaitu makna yang terdapat dalam konstruksi, misalnya, ‘milik’ yang dalam bahasa Indonesia diungkapkan dengan urutan kata.
Contoh-contoh yang diberikan Djajasudarma (1993) mengenai makna konstruksi ini antara lain:
1. Itu buku saya
2. Saya baca buku saya
3. Perempuan itu ibu saya
4. Rumahnya jauh dari sini
5. Di mana rumahmu?
7. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal (bahasa Inggris lexical meaning, semantic meaning, exsternal meaning) adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain. Makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks. Misalnya, kata culture (bahasa Inggris) ‘budaya’, di dalam kamus Shadily & Echols disebutkan sebagai nomina (kb) dan artinya: (1) kesopanan, kebudayaan; (2) pemeriharaan biakan (biologi); sedangkan di dalam Kamus Bahasa Indonesia I, budaya adalah nomina, dan maknanya; (1) pikiran, akal budi; (2) kebudayaan; (3) yang mengenai kebudayaan, yang sudah berkembang (beradab, maju). Semua makna, baik bentuk dasar maupun bentuk turunan yang ada dalam kamus disebut makna leksikal (Djajasudarma, 1993).
Masih dalam hal makna, Djajasudarma (1993) lebih lanjut menjelaskan makna gramatikal yang merupakan bandingan bagi makna leksikal. Makna gramatikal (bahasa Inggris grammatical meaning, functional meaning, structural meaning, internal meaning) adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat. Di dalam semantik makna gramatikal dibedakan dari makna leksikal. Makna leksikal dapat berubah ke dalam makna gramatikal secara operasional.
Makna leksikal secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar, yaitu makna dasar dan makna perluasan, atau makna denotatif (kognitif, deskriptif) dan makna konotatif atau emotif.
Mengenai dua jenis makna ini, Kridalaksana (1993) menjelaskan makna leksikal (lexical meaning, semantic meaning, external meaning) adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain; makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya. Selanjutnya, makna gramatikal (grammatical meaning, functional meaning, structural meaning, internal meaning) adalah hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuan-satuan yang lebih besar; misalnya, hubungan antara kata dengan kata lain dalam frase atau klausa.
Dengan demikian makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem atau kata meski tanpa konteks apa pun. Misalnya, leksem kuda, mempunyai makna leksikal ‘sejenis hewan berkaki empat yang biasa dikendarai’; leksem pensil mempunyai makna leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’; dan leksem air memiliki makna leksikal ‘sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari. Jadi, kalau dilihat dari contoh-contoh tersebut, makna leksikal yaitu makna yang sebenarnya.
Lain dari makna leksikal, makna gramatikal gres ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan kalimatisasi. Misalnya, proses afiksasi prefiks ber- dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau memakai baju’; dengan dasar kuda melahirkan makna gramatikal ‘mengendarai kuda’; dan dengan dasar rekreasi melahirkan makna gramatikal ‘melakukan rekreasi’.
8. Makna Ideasional
Makna idesional dijelaskan Djajasudarma (1993), makna idesional (bahasa Inggris ideational meaning) adalah makna yang muncul sebagai akhir penggunaan kata yang berkonsep atau ilham yang terkandung di dalam satuan kata-kata, baik bentuk dasar maupun turunan. Kita mengerti ide yang terkandung di dalam kata demokrasi, yakni istilah politik (1) (bentuk atau sistem) pemerintahan, segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantaraan wakil-wakilnya; pemerintahan rakyat; (2) gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakanpersamaan hak dan kewajiban serta perlakuaan yang sama bagi semua warga negara.
Kata demokrasi ini kita lihat di dalam kamus, dan kalau diperhatikan pula hubungannya dengan unsur lain dalam pemakaian kata tersebut, kemudian kita tentukan konsep yang menjadi ide kata tersebut. Demikian juga dengan kata partisipasi mengandung makna idesional ‘aktivitas maksimal seseorang yang ikut serta di dalam suatu kegiatan (sumbangan keaktifan)’. Dengan makna idesional yang terkandung di dalamnya kita dapat melihat paham yang terkandung di dalam makna suatu kata.
9. Makna Proposisi
Makna proposisi (bahasa Inggris propositional meaning) adalah makna yang muncul bila kita membatasi pengertian wacana sesuatu. Kata-kata dengan makna proposisi dapat kita lihat di bidang matematika, atau di bidang eksaktra. Makna proposisi mengandung pula saran, hal, rencana, yang dapat dipahami melalui konteks (Djajasudarma, 1993).
Di bidang eksakta, terutama matematika kita kenal dengan apa yang disebut sudut siku-siku makna proposisinya adalah sembilan puluh derajat (900).
Makna proposisi dapat diterapkan ke dalam sesuatu yang pasti, tidak mungkin sanggup diubah lagi, misalnya, di dalam bahasa kita kenal proposisi:
a. Satu tahun sama dengan dua belas bulan.
b. Matahari terbit di ufuk timur.
c. Satu hari sama dengan dua belas jam.
d. Makhluk hidup akan mati.
e. Surga yaitu daerah yang sangat baik. Dan sebaginya.
10. Makna Pusat
Kridalaksana (1993: 133) menawarkan arti makna pusat (central meaning) yaitu makna kata yang umumnya dimengerti bilamana kata itu diberikan tanpa konteks. Makna pusat disebut juga makna tak berciri.
Makna pusat (bahasa Inggris central meaning) yaitu makna yang dimiliki setiap kata yang menjadi inti ujaran. Setiap ujaran, baik klausa, kalimat, maupun wacana, memiliki makna yang menjadi pusat (inti) pembicaraan. Makna pusat sanggup hadir pada konteksnya atau tidak hadir pada konteks.
Seseorang yang berdialog dapat berkomunikasi dengan komunikatif tentang inti suatu pembicaraan, serta pembicara dan kawan bicara akan memahami makna pusat atau obrolan lantaran penalaran yang kuat. Sebagai contoh sanggup kita lihat dalam ekspresi berikut.
a. Meja itu bundar.
b. Ali seorang laki-laki.
c. Harga-harga semakin memuncak.
d. Akhir-akhir ini sering terjadi banjir.
e. Ia menghidupi anak-istrinya dengan bekerja memeras keringat. Dan sebagainya.
11. Makna Piktorial
Makna piktorial adalah makna suatu kata yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca. Misalnya, pada situasi makan kita berbicara wacana sesuatu yang menjijikan dan menimbulkan perasaan jijik bagi si pendengar, sehingga ia menghentikan kegiatan (aktivitas) makan (Djajasudarma, 1993).
Perasaan muncul segera sesudah mendengar atau membaca sesuatu ekspresi yang menjijikkan, atau perasaan benci. Perasaan dapat pula berupa perasaan gembira, di samping perasaan-perasaan lainnya yang pernah atau setiap ketika sanggup kita alami. Perhatikan contoh berikut, sanggup kita tentukan makna piktorialnya.
a. Kenapa kausebut nama dia.
b. Kakus itu kotor sekali.
c. Ah, konyol dia.
d. Ia tinggal di gang yang becek itu.
e. Mobil itu hampir masuk jurang. Dan sebagainya.
12. Makna Idiomatik
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Misalnya, secara gramatikal bentuk menjual rumah bermakna ‘yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima rumahnya’; bentuk menjual sepeda bermakna ‘yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima sepeda’; tetapi dalam bahasa Indonesia bentuk menjual gigi, tidaklah memiliki makna mirip bentuk menjual rumah ataupun menjual sepeda, melainkan bermakna ‘tertawa dengan keras’. Jadi, makna seperti yang dimiliki bentuk menjual gigi, itu yang disebut makna idiomatik. Seperti contoh bentuk lain, membanting tulang, meja hijau, tulang punggung, dan sebagainya.
Kridalaksana (1993) menyebutnya dengan makna kiasan (transferred meaning, figurative meaning) adalah pemakaian kata dengan makna yang tidak sebenarnya. Selanjutnya, Djajasudarma (1993) memberikan pengertian makna idiomatik adalah makna leksikal yang terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk beku (tidak berubah), artinya kombinasi kata-kata dalam idiom berbenntuk tetap. Bentuk tersebut tidak sanggup diubah berdasarkan kaidah sintaksis yang berlaku bagi suatu bahasa. Makna idiomatik didapat di dalam ungkapan dan peribahasa. Seperti terlihat pada ekspresi contoh berikut.
a. Ia bekerja membanting tulang bertahun-tahun.
b. Aku tidak akan bertekuk lutut di hadapan dia.
c. Kasihan, sudah jatuh tertimpa tangga pula.
d. Seperti ayam mati kelaparan di atas tumpukan padi.
e. Tidak baik menjadi orang cempala ekspresi (lancang).
Idiom dan peribahasa terdapat pada semua bahasa, terutama pada bahasa-bahasa yang penuturnya sudah mempunyai kebudayaan yang tinggi. Untuk mengenal makna idiomatik tidak ada jalan lain selain harus melihat dan membaca di dalam kamus, khususnya kamus peribahasa dan kamus idiom.
C. Medan Makna
Medan makna (semantic domain, semantic field) atau medan leksikal yaitu seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling bekerjasama lantaran menggambarkan penggalan dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya, nama-nama warna, nama-nama perabot rumah tangga.
Dengan sistem semantik, tata bahasa atau leksikogramar, dan ekspresi, bahasa telah membingkai atau mengungkung seseorang untuk berpikir, mencicipi sesuatu, bersikap atau bertindak, dan berkeyakinan terhadap sesuatu. Dengan kata lain, bahasa telah membingkai kognisi, emosi, sikap, dan unsur spritual seseorang dalam memahami alam semesta.Setiap bahasa mempunyai sistim semantik, leksikogramar dan ekspresi yang unik (di samping keuniversalan bahasa) yang membedakan satu bahasa dengan yang lain.
Hal ini berimplikasi bahwa pengalaman atau pemahaman wacana realitas yang dibuat dengan suatu bahasa berbeda dengan pengalaman atau pemahaman yang dibuat dengan bahasa lain. Dengan kata lain, bahasa merupakan sarana pembentukan jati diri seseorang atau suatu bangsa. Satu bangsa berbeda dengan yang lain lantaran persepsi bangsa itu terhadap alam dansosial semesta berbeda dengan persepsi yang lain dan perbedaan persepsi itu akhir perbedaan bahasa. Semantik merupakan salah satu komponen dalam cabang ilmu linguistik yang mengkhusus dalam pengkajian makna.
Makna bahasa terutama makna kata sanggup kita petakan berdasarkan komponennya. Pandangan mirip ini, sanggup dilihat dalam teori medan makna yangmenyatakan bahwa kosakata dalam suatu bahasa terbentuk dalam kelompok-kelompok kata yang menunjuk kepada satu perkongsian makna tertentu, contohnya apabila kita mendengar seseorang menyebut alat ganti kereta , tentunya kita terbayang bermacam-macam jenis alat ganti kereta. Dalam hal ini kesemua alat ganti tersebut bekerjsama berkongsi satu bilik yang dinamakan bilik alat ganti. Apakah bekerjsama medan makna?
Sebuah medan makna, berdasarkan Trier (1934), sanggup diibaratkan sebagai mosaik. Jika makna satu kata bergeser, makna kata lain dalam medan makna tersebut juga akan berubah (Lehrer, 1974:16).
Medan makna berdasarkan Kamus Linguistik (1997) merupakan kumpulan butir leksikel yang maknanya saling berhubung kait disebabkan kehadiran masing-masing dalam konteks yang serupa. Untuk menggambarkan kekerabatan sesuatu butir leksikel, kata atau antarkata melalui satu medan makna yang dikongsi oleh kata yang lain dalam suatu bidang tertentu sanggup diungkapkan melalui komponen makna yang terdapat dalam kata-kata dalam suatu bidang tertentu.
Kridalaksana (1993) menyatakan bahwa medan makna (semantic field, semantic domain) yaitu penggalan dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan penggalan dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu dan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan. Kata-kata atau leksem-leksem dalam setiap bahasa sanggup dikelompokkan atas kelompok-kelompok tertentu berdasarkan kesamaan ciri semantik yang dimiliki kata-kata itu. Umpamanya, kata-kata kuning, merah, hijau, biru, dan ungu berada dalam satu kelompok, yaitu kelompok warna.
Kata-kata yang berada dalam satu kelompok lazim dinamai kata-kata yang berada dalam satu medan makna atau satu medan leksikal, yang dimaksud dengan medan makna (semantic domain, semantic field) atau medan leksikal yaitu seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling bekerjasama lantaran menggambarkan penggalan dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya, nama-nama warna.
Medan makna yaitu seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling bekerjasama lantaran menggambarkan penggalan dari kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya nama-nama warna dan nama-nama perkerabatan.
Kata-kata atau leksem-leksem yang megelompokkan dalam satu medan makna, berdasarkan sifat kekerabatan semantisnya sanggup di bedakan atas kelompok medan kolokasi dan medan set kolokasi menunjuk pada kekerabatan sintagmantik yang terdapat antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal itu. Misalnya, dalam kalimat di bawah ini :
Supir metro mini mengintruksikan kepada karnet biar meminta ongkos ke penumpang.
Kita menemukan kata-kata supir, metromini, kernet, dan penumpang yang merupakan kata-kata dalam satu lokasi, satu daerah atau lingkungan yang sama, yang berkenan dengan lingkungan darat (dalam metromoni).
Kalau kolokasi menunjuk pada kekerabatan sintagmantik, lantaran sifatnya yang linear, maka kelompok set menunjuk, pada kekerabatan pradigmatik, lantaran kata-kata yang berada dalam satu kelompok set biasanya mempunyai kelas yang sama dan sepertinya merupakan satu kesatuan. Setiap kata dalam set dibatasi oleh tempatnya dalam kekerabatan dengan anggota-anggota lain dalam set itu umpamanya, kata remaja merupakan tahap perkembangan dari bawah umur menjadi dewasa, sedangkan kata sejuk merupakan suhu diantara hambar dan hangat, maka kalau kata-kata yang satu set dengan remaja dan sejuk dibagankan yaitu menjadi sebagai berikut :
CONTOH SET (PARADIGMATIK)
Manula/lansia
|
Terik
|
Dewasa
|
Panas
|
Remaja
|
Hangat
|
Kanak-kanak
|
Sejuk
|
Bayi
|
Dingin
|
Pengelompokan kata atas kolokasi dan set ini besar artinya bagi kita sanggup memahami konsep-konsep budaya yang ada dalam satu masyarakat bahasa. Namun pengelompokan ini sering kurang terang lantaran adanya ketumpang tindihan unsur-unsur leksikal yang di kelompokkan itu, misalnya, kata karang sanggup masuk dalam kelompok medan makna pariwisata dan sanggup pula masuk kedalam kelompok medan makna kelautan, selain itu pengelompokan kata atas medan makna ini tidak mempedulikan adanya nuansa makna, perbedaan makna denotasi dan konotasi. Misalnya, kata remaja itu juga mempunyai juga makna “belum dewasa”, keras kepala, bersifat kaku, suka mengganggu dan membantah, serta tidak konsisten, jadi pengelompokan kata atas medan makna ini hanya tertumpu pada makna dasar, makna denotatif, atau makna pusatnya saja.
Kolokasi menunjuk pada kekerabatan sintagmantik yang terdapat antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal itu. Misalnya, pada kalimat penyerang tengah bernomor punggung tujuh itu memasukkan bola ke gawang dengan melewati pemain belakang dari pihak lawan yang ramai, kiper dari pihak lawan kewalahan menangkap bola tersebut sehingga wasit menyatakan gol. Kita sanggup melihat kata-kata penyerang tengah, penyerang belakang, gol, bola, wasit, gawang, dan kiper merupakan kata-kata dalam satu kolokasi; satu daerah atau lingkungan. Jadi, kata-kata yang berkolokasi ditemukan bersama atau berada bersama dalam satu wilayah atau satu lingkungan.
Dalam pembicaraan wacana jenis makna ada juga, yaitu jenis makna kolokasi. Yang dimaksud di sini yaitu makna kata tertentu berkenaan dengan keterikatan kata tersebut dengan kata yang lain yang merupakan kolokasinya. Misalnya: kata cantik, tampan, dan indah sama-sama bermakna denotatif ‘bagus’. Tetapi kata ganteng mempunyai komponen atau ciri makna [+laki-laki] sedangkan kata anggun mempunyai komponen atau ciri makna [-laki-laki]; dan kata indah mempunyai komponen atau ciri makna [-manusia]. Oleh lantaran itulah, ada bentuk-bentuk cowok tampan, gadis cantik, lukisan indah, sedangkan bentuk *pemuda indah dan gadis ganteng tidak sanggup diterima.
D.Komponen Makna
Makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut komponen makna), yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna ini sanggup dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu per satu, berdasarkan “pengertian-pengertian” yang dimilikinya. Umpamanya, kata ayah mempunyai komponen makna/ + manusia/, /+ dewasa/, /+ jantan/, /+ kawin/, dan /+ punya anak. Perbedaan makna antara kata ayah dan ibu hanyalah pada ciri makna atau komponen makna; ayah mempunyai makna jantan, sedangkan ibu tidak mempunyai kata jantan.
Komponen Makna
|
Ayah
|
Ibu
|
1. Insane
2. Dewasa
3. Jantan
4. kawin
|
+
+
+
+
|
+
+
_
+
|
Keterangan : tanda + mempunyai komponen makna tersebut, dan tanda – tidak mempunyai komponen makna tersebut.
Konsep analisis dua-dua ini (lazim disebut anlisis biner) oleh para jago kemudian diterapkan juga untuk membedakan makna suatu kata dengan kata lain. Dengan analisis biner ini kita juga sanggup menggolong-golongkan kata atau unsur leksikal sesuai dengan medan makna.
Ada tiga hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan analisis biner tersebut.
Pertama, ada pasangan kata yang satu diantaranya lebih bersifat netral atau umum sedangkan yang lain bersifat khusus. Misalnya, pasangan kata siswa dan siswi. Kata siswa lebih bersifat umum dan netral lantaran sanggup termasuk “pria” dan “wanita”. Sebaliknya kata siswi lebih bersifat khusus lantaran hanya mengenai “wanita” saja.
Kedua, ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasanganya lantaran memang mungkin tidak ada, tetapi ada juga yang mempunyai pasangan lebih dari satu. Contoh yang sukar dicari pasanganya yaitu kata-kata yang berkenaan dengan nama warna. Contoh kedua yaitu contoh yang pasanganya lebih dari satu, yaitu bangun contohnya kata bangun bukan hanya sanggup dipertentangkan dengan kata tidur, tetapi sanggup saja dengan kata tiarap, rebah, duduk, jongkok dan berbaring.
Ketiga, kita sering kali sukar mengatur ciri-ciri semantik itu secara bertingkat, mana yang lebih bersifat umum, dan mana yang lebih bersifat khusus. Contohnya, ciri jantan dan dewasa, mana yang lebih bersifat umum antara jantan dan dewasa. Bisa jantan, tetapi sanggup juga terpelajar balig cukup akal alasannya yaitu tidak ada alasan bagi kita untuk menyebutkan ciri jantan lebih bersifat umum daripada dewasa, begitu juga sebaliknya, lantaran ciri yang satu tidak menyiratkan makna yang lain.
E. Kelemahan Analisis Komponen Makna Menggunakan Pembagian Biner
Di samping mempunyai beberapa mamfaat, analisis komponen makna juga mempunyai keterbatasan. Analisis komponen makna tidak sanggup diterapkan pada semua kata, lantaran komponen makna kata berubah-ubah, bervariasi dan bertumpang tindih. Analisis komponen makna lebih banyak dilaksanakan pada kelas kata nomina, belum banyak dilakukan pada kelas kata verba, atau adjektiva, kata-kata dari kelas itu juga sanggup diberi ciri-ciri semantik.
Walaupun analisis komponen makna ini dengan pembagian Biner banyak kelemahanya tetapi cara ini banyak keuntungannya untuk memahami makna kalimat. Para tata bahasawan tranformasional juga telah menggunakan teknik ini sehingga minat terhadap analisis komponen makna ini menjadi meningkat. Analisis semantik kata yang dibuat mirip diatas tentu banyak memberi manfaat dalam memahami makna-makna kalimat, tetapi pembuatan daftar kosa kata dengan disertai ciri-ciri semantiknya secara lengkap bukanlah pekerjaan yang gampang alasannya yaitu memerlukan pengetahuan budaya, ketelitian, waktu, dan tenaga yang cukup besar.
F. Kesesuaian Semantis dan Gramatis
Seorang bahasawan atau penutur suatu bahsa sanggup memahami dan menggunakan bahasanya bukanlah lantaran ia menguasai semua kalimat yang ada dalam bahasanya itu, melainkan lantaran adanya kesesuaian ciri-ciri semantik antara unsur leksikal yang satu dengan unsur leksikal lainnya. Contoh: kata, perempuan dan mengandung mempunyai kesesuaian ciri semantik. Tetapi antara jejaka dan mengandung tidak ada kesesuaian cirri semantik. Karena pada kata perempuan ada kesesuaian ciri (+ mengandung) sedangkan pada kata jejaka ada ciri (+ non mengandung).
Ciri
|
Wanita
|
jejaka
|
Insan
Mengandung
|
+
+
|
+
_
|
Kesesuaian ciri berlaku bukan hanya pada unsur-unsur leksikal saja, tetapi juga berlaku antara unsur leksikal dan gramatikal. Contohnya: kata seekor hanya sesuai dengan kata ayam, tetapi tidak sesuai dengan kata ayam-ayam, yaitu bentuk reduplikasi dari kata ayam.
Kata seekor sesuai dengan kata ayam, lantaran keduanya mengandung ciri (+tunggal), sebaliknya kata seekor tidak sesui dengan kata ayam-ayam lantaran seekor berciri makna (+ tunggal) sedangkan ayam-ayam berciri makna (-tunggal).
Ciri
|
Seekor
|
ayam
|
ayam-ayam
|
tunggal
|
+
|
+
|
_
|
Kata seekor dan guru juga tidak mempunyai kesesuaian lantaran kata guru berciri makna (+manusia) sedangkan kata seekor (-manusia). Kata seekor hanya sesuai dengan kata yang berciri (-manusia), contohnya ayam dan kambing,. Kata ayam pun tidak sesuai dengan kata seorang lantaran kata seorang berciri (+manusia).
Ciri
|
guru
|
seekor
|
ayam
|
seorang
|
manusia
|
+
|
-
|
-
|
+
|
Adanya kesesuaian unsur-unsur leksikal dan integrasinya dengan unsur gramatikal sudah banyak diteliti orang sejalan dengan pesatnya penelitian di bidang semantik semenjak tahun 60-an. Pada jago tata bahasa generatif mirip Chfe (1970) dan Fillmore (1971) beropini bahwa setiap unsur leksiakal mengandung ketentuan ketentuan penggunaannya yang sudah terfatori yang bersifat grametikal dan bersifat semantik. Ketentuan-ketentuan gramatikal menawarkan kondisi-kondisi gramtikal yang berlaku bila suatu unsur gramatikal yang hendak digunakan. Contohnya, kata kerja “ makan” dalam penggunaannya memerlukan adanya sebuah subjek dan sebuah objek (walaupun di sini objek sanggup dihilangkan).
Selain itu, ketentuan-ketentuan semantik memperlihatkan ciri-ciri semantis yang harus ada di dalam unsur-unsur leksikal yang bersangkutan yang disebut di dalam ketentuan gramatikal tersebut . Kata makan di atas menyiratkan bahwa subjeknya harus mengandung ciri makna (+bernyawa) dan objeknya mengandung ciri makna (+makanan).
BAB III SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas sanggup ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Semantik yaitu penggalan dari struktur bahasa yang bekerjasama dengan makna ungkapan dan dengan struktur makna suatu wicara.
2. Makna yaitu maksud pembicaraan, efek satuan bahasa dalam pemahaman persepsi, serta sikap insan atau kelompok.
3. Medan makna (Semantik domain, semantik Field) atau medan leksikal yaitu seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling bekerjasama lantaran menunjukan penggalan dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu.
4. Komponen makna ialah makna yang dimiliki setiap kata yang terdiri atas sejumlah komponen yang berbentuk keseluruhan makna kata itu.
5. Kesesuaian semantik dan gramatis seorang penutur suatu bahasa sanggup memahami dan menggunakan bahasanya bukanlah lantaran ia menguasi sebuah kalimat yang ada dalam bahasanya itu, melainkan karna adanya unsur kesesuaian atau kecocokan ciri-ciri semantik dengan unsur leksikal yang satu dengan unsur leksikal lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agnes, Michael (Ed). 2001 (1999). Webster’s New World College Dictionary (Edisi ke-4). Cleveland : IDG Books Worldwide, Inc.
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Aminuddin. 2011. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algensido.
Fromkin, Victoria dan Robert Rodman. 1998. An Introduction to Language (Edisi ke-6). Orlando : Harcourt Brace College Publishers.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Cruse, Alan.2000. Meaning in Language. An Introduction to Semantics and Pragmatics. Oxford : University Pres
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Semantik 1. Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: ERESCO.
_________________1993. Semantik 2. Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: ERESCO.
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsif-Prinsif Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.
Lyons, John. 1996/1995. Linguistic Semantics. Cambridge : Cambridge University Press.
Pateda, Mansoer. 1994. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.
____________. 2001.Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Saeed, John.I. 2000/1997. Semantics. Oxford: Blackwell Publishing Ltd.
Tarigan, HG. 1985. Prinsip-prinsip dasar Sintaksis. Bandung: Angkasa
0 Komentar untuk "Jenis Makna, Medan Makna Dan Komponen Makna"